Sunday, 26 October 2014

contoh+askep+ Askep Spina Bifida

 BAB I
KONSEP MEDIS

A.    Definisi
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio. Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada penyebab yang pasti tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.Gangguan fusi tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2004). Spina bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis untuk berfusi di posterior (Rosa.M.Sacharin,1996).
B.    Etiologi
1.    Resiko  melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
2.    Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.
3.    Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
4.    Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida. Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek neural tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.

C.    Patofisiologi
Diawali dengan hereditas dan lingkungan, rendahnya kadar vitamin maternal, kurangnya asam folat, keadaan ini menyebabkan kerusakan formasi sel darah merah, koenzim yang tidak terbentuk, mengakibatkan tabung saraf mengalami kegagalan untuk menutup selama bulan pertama pada masa kehamilan, maka terjadilah spina bifida atau sumbing tulang belakang.

D.    Klasifikasi
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu :
1.    Spina Bifida Okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Spina bifida okulta merupakan cacat arkus vertebra dengan kegagalan fusi pascaerior lamina vertebralis dan seringkali tanpa prosesus spinosus, anomali ini paling sering pada daerah antara L5-S1, tetapi dapat melibatkan bagian kolumna vertebralis, dapat juga terjadi anomali korpus vertebra misalnya hemi vertebra. Kulit dan jaringan subkutan diatasnya bisa normal atau dengan seberkas rambut abnormal, telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina bifida olkuta merupakan temuan terpisah dan tidak bermakna pada sekitar 20% pemerikasaan radiografis tulang belakang. Sejumlah kecil penderita bayi mengalami cacat perkembangan medula dan radiks spinalis fungsional yang bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek yang kecil pada arkus pascaerior.
2.    Meningokel    
Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika Meningen mendorong melalui lubang di tulang belakang (kecil, cincin-seperti tulang yang membentuk tulang belakang), kantung disebut Meningokel. Meningokel memiliki gejala lebih ringan dari pada myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari tulang pelindung, Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan cairan serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdaoat tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun kolon.
3.    Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika pada tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot atau extremitas, maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis myelomeningocale ialah jenis yang  paling sering ditemukan pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.
D.    Manifestasi aklinis

1.    Spina bifida okulta (tersembunyi) : Spina Bifida yang paling ringan.
Gejalanya :
    bila kelainan hanya sedikit, hanya ditandai oleh bintik
    tanda lahir merah anggur
    ditumbuhi rambut  pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
    lekukan pada daerah sakrum

2.    Meningokel : Spina Bifida yang paling sedang.
  Gejalanya :
    Menonjolnya meningen yang keluar melalui medulla spinalis
    Membentuk kantung yang terpenuhi dengan CSF

3.    Mielomeningokel : Spina Bifida yang paling berat, dimana sebagian dari medula spinalis turun ke dalam meningokel.
 Gejalanya :
    Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
    Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
    Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
    Penurunan sensasi
    Inkontinensia urin maupun inkontinensia tinja
    Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis)

E.  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi,, urologi dan tim terapi fisik, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.
1.    Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
    Mengontrol inkotinensia
    Mencegah dan mengontrol infeksi
    Mempertahankan fungsi ginjal

2.    Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah.
3.    Sistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
4.    Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit neurologis.


5.    Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan. Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif. HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak. Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.
6.    Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.

E.    Pencegahan
    Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.
    Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
    Pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.


BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
a.    Anamnesa :
1.    Identitas bayi
2.    Identitas ibu
3.    Keluhan utama
Terjadi abnormalitas keadaan medulla spinalis pada bayi yang baru dilahirkan
4.    Riwayat kehamilan ibu
Kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditukan menigkat pada usia 16-18 minggu
5.    Riwayat kelahiran
Seksio sesarae atau normal
6.    Riwayat penyakit sekarang
7.    Riwayat penyakit terdahulu
8.    Riwayat keluarga
Anak sebelum menderita spina bifida
9.    Riwayat atau adanya factor resiko
Jenis kelamin laki-laki

b.    Pemeriksaan fisik
Observasi adanya manifestasi mielomeningokel
1.    kantong yang dapat di lihat
2.    gangguan sensori biasanya disfungsi motorik pararel di bawah vertebra lumbal kedua
3.    Peningkatan lingkar kepala
    Hipoplasi ekstremitas bagian bawah
    Kontraktur/ dislokasi sendi
    Adanya inkontinensia urin dan feses
    Respon terhadap stimulasi
    Kebocoran cairan cerebrospinal

B.    Diagnosa Keperawatan
1.    Resiko tinggi infeksi b/d spinal malformation dan luka operasi
2.    Berduka b/d kelahiran anak dengan spinal malformation
3.    Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kebutuhan positioning, deficit stimulasi dan perpisahan
4.    Resiko tinggi cedera b/d peningkatan intra cranial
5.    Resiko kerusakan intgritas kulit dan eliminasi urin b/d paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses.

C.    Intervensi

1.    Resiko tinggi infeksi b/d spinal malformation dan luka operasi
Tujuan :
1.    Anak bebas dari infeksi
2.    Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasli :
1.    Suhu dan TTV normal
2.    Luka operasi, insisi bersih

Intervensi

1.    Monitor tanda-tanda vital. Observasi tanda infeksi : perubahan suhu, warna kulit, malas minum , irritability, perubahan warna pada myelomeingocele.
Rasional : Untuk melihat tanda-tanda terjadinya resiko infeksi
2.    Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari cembung dan palpasi sutura krania.
Rasional : Untuk melihat dan mencegah terjadinya TIK dan hidrosepalus
3.    Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus
Rasional : Untuk mencegah terjadinya luka infeksi pada kepala (dekubitus)
4.    Observasi tanda-tanda infeksi dan obstruksi jika terpasang shunt, lakukan perawatan luka pada shunt dan upayakan agar shunt tidak tertekan.
Rasional : Menghindari terjadinya luka infeksi dan trauma terhadap pemasangan shunt

2.  Berduka b/d kelahiran anak dengan spinal malformation
Tujuan : Orangtua dapat menerima anaknyasebagai bagian dari keluarga
Kriteria hasil :
1.    Orangtua mendemontransikan menerima anaknya dengan mengendong, memberi minu, dan ada kontak dengan anaknya
2.    Orangtua membuata keputusan tentang pengobatan
3.    Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya

Intervensi
1.    Dorong orangtua mengekspresikan perasaanya dan perhatiannya terhadap bayinya, diskusikan perasaan yang berhubungan dengan pengobatan anaknya
Rasional : untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalakan
2.    Bantu orangtua mengidentifiksi aspek normanl dari bayi terhadap pengobata
Rasional : memberi stimulasi terhadap orangtua untuk mendapatkan keadaan bayinya yang lebih baik
3.    Berikan support orangtua untuk membuat keputusan tentang pengobatan pada anaknya
Rasional : member arahan/suport terhadap orangtua untuk lebih mengetahui keadaan selanjunya yang lebih baik terhadap bayi

3.  Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kebutuhan positioning, deficit
 stimulasi dan perpisahan
Tujuan : Anak mendapat stimulant perkembangan

Hriteria hasil :
1.    Bayi / anak berespon  terhadap stimulasi yang diberikan
2.    Bayi / anak tidak menangis berlebihan
3.    Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi / anaknya

Intervensi

1.    Ajarkan orangtun merawat bayinya dengan memberikan terapi pemijatan bayi
Rasional : agar orangtua dapat mandiri da menerima segala sesuatu yang sudah terjadi 
2.    Posisikan bayi miring kesalah satu sisi
Rasional : untuk mencegah terjadinya infeksi dan tekanan terhadap luka
3.    Lakukan stimulasi pemijatan saat melakukan perawatan kulit
Rasional : untuk mencegah terjadinya luka memar dan infeksi yang melebar disekitar luka

4.    Resiko tinggi cedera b/d peningkatan intra cranial
Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intracranial
Kriteria hasil : anak tidak menunujkan peningkatan TIK

Intervensi
1.    Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda penigkatan TIK
Rasional : untuk mencegah keterlambatan tindakan
2.    Lakukan pengkajian Neurologis dasar pada praoperasi
Rasional : sebagai pedoman untuk pengkajian pascaopearsi dan evaluasi fungsi firau
3.    Hindari sedasi
Rasional : karena tingkat kesadaran adalah pirau penting dari penigkatan TIK
4.    Ajari keluarga tanda-tanda penignkatan TIK dan kapan harus memberitau
Rasional : praktis kesehatan untuk mencegah keterlambatan tindakan

5.  Resiko kerusakan integritas kulit dan eleminasi b/d paralisis, penetesan urin yang
     kontinu
Tujuan : pasiet tidak iritasi kulit dan ganggua eliminasi urin
Kriteria hasil : kulit tetap bersih dan kering tanpa iritasi dan gangguan eleminasi

Intervensi
1.    Kaji pola berkemih dan tingkatkan inkontinesai klien
Rasioal : sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya
2.    Berikan perawatan pada kulit klien yang basah karena urine (dilap dengan air hangat kemudian dilap kering dan diberi bedak)
Rasional : perawatan yang baik dapat mencegah iritasi pada kulit klien
3.    Anjurkan ibu klien untuk sering memeriksa popok klien, jika basa segerah diganti
Rasional : Popok yang selalu basah dapat menimbulkan iritasi dan lecet pada kulit
4.    Berikan terapi stimulant pada bayi
Rasional : untuk memberikan kelancaran eliminasi
5.    Olaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat (mis : Antikolinergik)
Rasional : obat antikolinegrik diperlukan untuk menghilangkan kontraksi kandung kemih tak terhambat

D.    Evaluasi

1.    Anak bebas dari infeksi dan menunjukan respon neurologik yang normal
2.    Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga
3.    Anak mendapat stimulant perkembangan yang baik
4.    Pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intracranial
5.    Pasiet tidak iritasi kulit dan ganggua eliminasi urin

BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada peerkembangan awal embrio. Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio

Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokan menjadi beberapa jenis yaitu : spina bifida okulta, meningokel, dan myelomeningokel.

Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Tanda-tanda fisik yang umumnya bisa dilihat adalah penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya dan kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.

B.    Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan spina bifida. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih,,.

DAFTAR PUSTAKA

Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. EGC: Jakarta.
Elizabet J. Corwin. 2000. Buku saku patofisiologi. EGC: Jakarta
Rosa m. Saccharin. 1996. Prinsip keperawatan pediatric edisi 2. EGC; Jakarta
Wong , Donna L. 2004. Pedoman klinis keperawatan Pediatrik Edisi 4 . EGC: Jakarta.



skip add untuk lanjut

No comments:

Post a Comment

* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya