proposal kesehatan "HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 3 BAUBAU TAHUN 2014"

http://asmanurs3.blogspot.com/BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Pada masa ini merupakan masa yang khusus dan penting, karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa. (Widyastuti, 2009).
Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi terbesar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di Negara sedang berkembang. (Soetjiningsih, 2004).
Survei internasional yang dilakukan Bayer Healthcare Pharmaceutical terhadap 6.000 remaja di 26 negara  mengungkapkan, ada peningkatan  jumlah remaja yang melakukan  seks tidak aman seperti di Perancis angkanya mencapai 111%, 39% di Amerika Serikat, dan 19% di Inggris pada tahun 2011. (Israwati, 2013).
Dari hasil survei kesehatan reproduksi remaja (KPAI, 2012), remaja Indonesia pertama kali pacaran pada usia 12 tahun. Perilaku   pacaran remaja juga semakin permisif yakni sebanyak 92% remaja berpegangan tangan saat pacaran, 82% berciuman, 63% rabaan  petting. Perilaku-perilaku tersebut kemudian memicu remaja melakukan hubungan seksual.
Menurut (BKKBN, 2008) di Indonesia 63% remaja sudah pernah melakukan kontak seksual dengan lawan jenisnya dan 21% pernah melakukan aborsi. Perilaku seksual yang tidak sehat di  kalangan remaja cenderung meningkat.
Penelitian yang di lakukan oleh Depkes tahun 2009 di empat kota yaitu Jakarta Pusat, Medan, Bandung dan Surabaya terdapat sebanyak 35,9 % remaja memiliki teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, 6,9% responden telah melakukan hubungan seksual pranikah.
Di provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan data Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2007 tercatat 60% responden remaja yang belum menikah mengaku pernah melakukan aborsi baik disengaja   atau   spontan   (keguguran)  saat mengalami KTD (Kehamilan Yang Tidak Diinginkan). Sementar  itu 40%  responden  tetap melanjutkan kehamilan hingga lahir, termasuk yang pernah mencoba aborsi tapi gagal. (Israwati, 2013).
Pada tahun 2008  Kantor  Wilayah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat ada sekitar 2% remaja putri dan putra di kota Kendari berusia 14-19 tahun pernah melakukan hubungan seks dan ini belum termasuk 11 kabupaten  dan kota di seluruh Sulawesi Tenggara. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya pengetahuan mereka tentang Kesehatan Repoduksi Remaja (KRR) dan hubungan pergaulan bebas. Akibat pemahaman yang rendah remaja putri dan remaja putra usia 15-24 tahun yang mengetahui masa subur hanya 29% saja, dan yang mengetahui resiko kehamilan jika melakukan hubungan seksual diusia tersebut adalah 49,50%. (Israwati, 2013)
Prilaku seks yang diawali dari keinginan untuk mencoba-coba dalam hal seks ini, dari segi Kesehatan Reproduksi, merupakan hal yang sangat rawan, karena dapat membawa akibat yang sangat buruk dan merugikan masa depan remaja, khususnya remaja puteri. Untuk itu dibutuhkan peran serta orang tua dan masyarakat luas dalam memberikan bimbingan dan pendidikan tentang seks pada remaja. Selain dari keinginan untuk mencoba-coba dalam hal seks, mudahnya mendapatkan, mengakses informasi yang salah tentang seks melalui berbagai media yang berkembang sesuai dengan kemajuan zaman seperti internet, video handphone, VCD, serta bacaan-bacaan yang vulgar jika tidak diiringi dengan pengetahuan kesehatan reproduksi yang baik dapat menyebabkan remaja tersebut masuk kedalam pergaulan seks bebas. Oleh karena itu, untuk melihat apakah remaja putri terpengaruh dengan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengangkat masalah ini ke dalam suatu penelitian dengan judul : “Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Seks Bebas di SMA Negeri  3 Baubau”.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah :
1.    Apakah ada hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang seks bebas di SMA Negeri  3 Baubau
2.    Apakah ada hubungan antara sikap remaja putri tentang seks bebas di SMA Negeri  3 Baubau

C.    Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Seks Bebas Di SMA Negeri  3 Baubau
2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk mengetahui pengetahuan tentang seks bebas remaja putri di SMA Negeri  3 Baubau
b.    Untuk mengetahui sikap remaja putri terhadap seks bebas di SMA Negeri  3 Baubau

D.    Manfaat Penelitian
1.    Bagi Ilmu Pengetahuan
Sebagai bahan informasi tambahan tentang Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Seks Bebas Di SMA Negeri  3 Baubau .
2.    Bagi Peneliti
Penelitian ini bagi peneliti dapat di jadikan sarana belajar dalam rangka menambah pengetahuan untuk menerapkan teori yang telah peneliti dapatkan selama masa perkuliahan dan juga untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Seks Bebas Di SMA Negeri  3 Baubau.
3.    Bagi Institusi 
a.    Bagi SMA Negeri 3 Baubau
Dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan tentang seks bebas dan sikap siswi tersebut sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi sekolah tentang pentingnya pengetahuan tentang seks pada remaja yang berpengaruh terhadap sikap mereka.
b.    Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi pustaka di perpustakaan Akademi Kebidanan Buton Raya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Landasan Teori
1.    Pengetahuan
a.    Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan ”What”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni  indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). (Notoadmodjo, 2003).
Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan. (Notoadmodjo, 2003)
b.    Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1)    Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2)    Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dsb terhadap objek yang dipelajari.
3)    Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real ( sebenarnya).
4)    Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5)    Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6)    Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. (Notoadmodjo, 2003)
2.    Sikap
a.    Pengertian Sikap
Terdapat beberapa pendapat diantara para ahli apa yang dimaksud dengan sikap itu. Ahli yang satu mempunyai batasan lain bila dibandingkan dengan ahli lainnya.
Untuk memberikan gambaran tentang hal ini, diambil beberapa pengertian yang diajukan oleh beberapa ahli, antara lain:
1)    Thustone berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baik bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis, seperti: simbul, prase, slogan, orang, lembaga, cita-cita dan gagasan. (Zuriah, 2003)
2)    Howard Kendle mengemukakan, bahwa sikap merupakan kecendrungan (tendensy) untuk mendekati (approach) atau menjauhi (avoid), atau melakukan sesuatu, baik secara positif maupun secara negatif terhadap suatu lembaga, peristiwa, gagasan atau konsep. (Yusuf, 2006)
3)    Paul Massen, dkk., dan David Krech. Berpendapat sikap itu merupakan suatu sistem dari tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu kognisi (pengenalan), feeling (perasaan), dan action tendency (kecendrungan untuk bertindak). (Yusuf, 2006)
4)    Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan, bahwa ”sikap adalah kesiapan seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu. (Azwar, 2007)
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan, bahwa sikap adalah kondisi mental relatif menetap untuk merespon suatu objek atau perangsang tertentu yang mempunyai arti, baik bersifat positif, atau netral, atau negatif, mengangkat aspek-aspek kognisi, afeksi, dan kecendrungan untuk bertindak. (Zuriah, 2003).
b.    Unsur (Komponen) Sikap
Berkaitan dengan pengertian diatas pada umumnya pendapat yang banyak diikuti ialah bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu :
1)    Komponen kognitif ( komponen perceptual ), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap. Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif disamakan dengan pandangan (opini) apabila menyangkut masalah issu atau problem controversial. (Yusuf, 2006)
2)    Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau rasa tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif. Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional ini yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen afeksi disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. (Yusuf, 2006)
3)    Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component, yaitu komponen yang berhubungan dengan kecendrungan bertidak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecendrungan bertindak atau berprilaku seseorang terhadap objek sikap. Merupakan aspek kecendrungan berprilaku sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang dihadapi. Adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek (Triadic Scheme). (Yusuf, 2006).
c.    Berbagai Kategori Sikap
1)    Menurut Heri Purwanto, sikap terdiri dari`:
a)    Sikap Positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, menghadapkan objek tertentu.
b)    Sikap Negatif, terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu. (Zuriah, 2003).
2)    Menurut Azwar, sikap terdiri dari :
a)    Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
b)    Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang tersebut menerima ide tersebut.
c)    Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain  (tetangga, saudara, dan sebagainya) untuk pergi menimbang anaknya keposyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
d)    Bertanggung Jawab (Responsible)
    Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. (Azwar, 2007).
d.    Cara Pembentukan atau Perubahan Sikap
Sikap dapat dibentuk atau berubah melalui 4 macam cara, yakni :
1)    Adopsi, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus-terusan, lama kelamaan secara bertahap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap.
2)    Diferensiasi, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapatnya objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3)    Intelegensi, tadinya secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu.
4)    Trauma, pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap. (Azwar, 2007).
e.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap
1)    Faktor intern yaitu : faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan sendiri. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsang dari luar melalui persepsi, oleh karena itu kita harus memilih rangsang-rangsang mana yang akan kita teliti dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecendrungan-kecendrungan dalam diri kita.
2)    Faktor ekstern : yang merupakan faktor diluar manusia, yaitu:
a)    Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap.
b)    Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap tersebut.
c)    Sifat orang/kelompok yang mendukung sikap tersebut.
d)    Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.
e)    Situasi pada saat sikap dibentuk. (Purwanto, 1998).
f.    Pengukuran Sikap
Dalam pengukuran sikap ada bebarapa macam cara, yang pada garis besarnya dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung yaitu subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap sesuatu masalah atau hal yang diharapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan langsung yang tidak berstruktur dan langsung berstruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur misalnya mengukur sikap dan survey ( misal Public Option Survey). Sedangkan secara langsung yang berstuktur, yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan dan langsung dibedakan kepada subjek yang diteliti. (Arikunto, 2002)
g.    Pengukuran Sikap Model Likert
Pengukuran sikap model Likert juga dikenal dengan pengukuran sikap skala Likert, karena Likert dalam mengadakan pengukuran sikap juga menggunakan skala. Skala Likert dikenal sebagai Summated ratings method. (Zuriah, 2003).
Dalam meciptakan alat ukur Likert juga menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Subjek yang diteliti disuruh memilih salah satu dari lima alternatif jawaban yang disediakan. Lima alternatif jawaban yang disediakan oleh Likert adalah :
1)    Sangat setuju (Strongly approve)
2)    Setuju (Approve)
3)    Tidak mempunyai pendapat (Indecided)
4)    Tidak setuju (Disapprove)
5)    Sangat tidak setuju (Strongly disapprove)
Dalam skala Likert, item ada yang bersifat favorable (baik/positif/tidak mendukung) terhadap masalah yang diteliti, sebaliknya ada pula yang bersifat unfavorable (tidak baik/negatif/mendukung) terhadap masalah yang diteliti. Jumlah item yang positif maupun yang negatif sebaiknya harus seimbang atau sama. (Machfoedz, 2007).
Corak khas dari skala Likert ialah bahwa makin tinggi skor yang diperoleh oleh seseorang, merupakan indikasi bahwa orang tersebut sikapnya makin positif terhadap objek sikap, demikian sebaliknya. (Zuriah, 2003).

3.    Remaja
a.    Pengertian Remaja
Remaja adalah usia antara 10-19 tahun (WHO). Remaja adalah usia antara 11-24 tahun dan belum menikah. (Soetjiningsih, 2004).
Remaja adalah suatu tahap transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja yaitu, usia 10-19 tahun, masa ini sering disebut masa pubertas. (Widyastuti, 2009).
Dalam tumbuh kembang menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut :
1)    Masa remaja awal/dini (Early adolescence) : usia 10-12 tahun
2)    Masa remaja pertengahan (Middle Adolescence) : usia 13-15 tahun
3)    Masa remaja lanjut (Late Adolescence) : umur 16-19 tahun. (Widyastuti, 2009).
b.    Perubahan Fisik pada Masa Remaja
Terjadinya pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, termasuk pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan, sehingga mampu melangsungkan fungsi reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda sebagai berikut :
1)    Tanda-tanda seks primer, yaitu yang behubungan langsung dengan organ seks, seperti terjadinya haid pada remaja putri (menarche), dan terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki. (Azwar, 2007)
2)    Tanda-tanda seks sekunder, pada laki-laki terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar, badan berotot, tumbuhnya kumis, dan rambut disekitar daerah kemaluan dan ketiak. Pada perempuan terjadi perubahan pada pinggul yang melebar, payudara membesar, tumbuhnya rambut diketiak dan sekitar kamaluan (pubis). (Widyastuti, 2009).
c.    Perubahan Kejiwaan pada Masa Remaja
Proses perubahan kejiwaan berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisik, yang meliputi :
1)    Perubahan emosi, sehingga remaja menjadi sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi, dan tertawa), agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang berpengaruh, sehingga misalnya mudah berkelahi.
2)    Perkembangan intelegensi, sehingga remaja menjadi mampu berfikir anstrak, senang memberikan kritik, ingin mengatahui hal-hal baru, sehingga muncul prilaku ingin mencoba-coba.
Tetapi dari semua itu, proses perubahan kejiwaan tersebut berlangsung lebih lambat di bandingkan perubahan fisiknya.
Prilaku ingin  mencoba-coba hal-hal yang baru ini jika didorong oleh rangsangan seksual dapat membawa remaja masuk pada hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya. (Widyastuti, 2009).

4.    Seks Bebas
a.    Pengertian Seks Bebas
Seks merupakan kata yang menunjukkan perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Hubungan seks sendiri memiliki arti hubungan kelamin sebagai salah satu bentuk kegiatan penyaluran dorongan seksual. (Dariyo, 2004).
Sementara kata seks bebas sendiri sebenarnya dibuat agar jelas bahwa semua penganutnya bebas memilih pasangannya dengan bebas, bisa berganti-ganti pasangan kapanpun mereka mau, tanpa terikat hubungan perkawinan.Tetapi ada makna lain yang bisa kita ambil dari kata seks bebas itu sendiri, yaitu bebas dari perasaan-perasaan yang akan membebani bila kita melakukannya dalam sebuah keterikatan, entah keterikatan pernikahan atau keterikatan dalam hal cinta secara umum. Definisi secara umum adalah hubungan seks yang dilakukan pranikah atau Premarital sex. (Dariyo, 2004).
Yang dimaksud seks bebas adalah lebih luas tak terbatas, kelompok seks bebas menghalalkan segala cara dalam melakukan seks (aktivitas seksual) dan terbatas pada kelompok orang. Mereka tidak berpegang pada moralitas atau nilai-nilai manusiawi. (Munif, 2005).


Beberapa aktivitas seksual, tersebut adalah :
1)    Masturbasi dan Onani
Masturbasi adalah pemuas kebutuhan seksual dengan merangsang organ-organ sensitif (terutama alat kelamin) sendiri dengan atau alat bantu lainnya. Masturbasi adalah istilah yang digunakan pada perempuan, sedangkan pada laki-laki disebut onani. (Ronosulistyo, 2004)
2)    Fantasi seks
Didefinisikan sebagai kemampuan imajinasi kegiatan seksual yang diinginkan. Berbagai bentuk kegiatan seksual dapat difantasikan. Fantasi juga bisa berkaitan dengan tempat. Waktu orang berfantasi juga bervariasi, bisa terjadi kapan saja mungkin saat berhubungan seksual dengan pasangan, menonton film romantis, atau saat jenuh dengan pekerjaan. Bahkan banyak yang mengaku fantasi seks terjadi pada saat melamun. (Ronosulistyo, 2004)
3)    Berciuman
Ciuman yang dilakukan dengan bibir atau mulut. Ciuman ini terbagi dua, pertama ciuman yang dilakukan dengan mulut tertutup dan yang kedua ciuman yang dilakukan dengan mulut terbuka dan melibatkan lidah. (Ronosulistyo, 2004)
4)    Petting
Petting adalah percumbuan antara laki-laki dan perempuan tanpa senggama. Petting dibagi dua yaitu petting ringan dan petting berat. Pada petting ringan, pasangan berciuman, melakukan kontak badan (biasanya berpakaian lengkap), tetapi pihak wanita menetapkan zona tertentu yang terlarang. Mungkin dia melarang payudaranya disentuh, dan tidak mengijinkan tangan pria mencapai vulva. Pada  petting  berat, ciuman, remasan pada payudara, dan usapan pada klitoris untuk orgasme dan juga pada penis untuk ejakulasi, diterima dengan berbagai tingkatan. (Jones, 2005)
Dalam istilah lain petting merupakan kegiatan saling meraba tubuh dengan melepaskan pakaian, dan mungkin juga saling memasturbasi. Kegiatan ini serupa dengan ’foreplay´ menjelang sanggama, dan dapat menjurus menjadi senggama. Oleh karena itu sangat penting untuk dari awal mereka menetapkan sampai batas mana mereka akan melakukannya. (Low, 2006)
5)    Oral Seks
Oral seks adalah melakukan rangsangan dengan mulut pada organ seks pasangannya. Jika yang melakukan oral seks itu laki-laki, sebutannya adalah Cunnilingus. Jika yang melakukan oral seks tersebut perempuan, sebutannya adalah fellatio. (Dianawati, 2007)
Oral seks memang tidak menyebabkan kehamilan, namun ada anggapan yang salah tentang oral seks, dimana oral seks dianggap bukanlah ”seks” dan sepenuhnya aman dari risiko terlular PMS. Pada kenyataannya oral seks justru merupakan aktvitas seksual dengan risiko penularan PMS yang tinggi. (Wijayakesuma, 2002)
6)    Anal Seks
Anal seks adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan memasukkan penis ke dalam anus atau anal. Aktivitas seksual seperti ini tentu sangat berbahaya karena anus mengandung banyak bakeri biang penyakit. Bila ada perlukaan pada penis dikhawatirkan akan terjadi infeksi. (Ronosulistyo, 2004)
7)    Senggama (Sexual intercourse)
Dalam bahasa latin senggama disebut coitus. Senggama atau sexual intercourse adalah penempatan penis ke dalam vagina, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan. Namun sekarang hubungan seksual dilakukan bukan hanya untuk memperoleh keturunan. Hubungan seksual sering dilakukan hanya untuk kesenangan. Ada juga orang yang berhubungan seksual demi mencapai kenikmatan sesaat. (Wijayakesuma, 2002).
Dampak yang ditimbulkan oleh sexual intercourse ini sangatlah luas, mulai dari masalah risiko terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki dan penularan segala jenis PMS hingga risiko emosional yang mungkin timbul. Risiko emosional ini yang harus menjadi pertimbangan bagi remaja wanita khususnya untuk menghindari intercourse sexual sebelum menikah. (Wijayakesuma, 2002).
b.    Faktor yang Menyebabkan Remaja Melakukan Seks Bebas
1)    Informasi
Pengaruh perkembangan teknologi, informasi  dan globalisasi mempunyai andil besar dalam membentuk prilaku seorang anak. Perkembangan teknologi ini sebenarnya memiliki banyak sekali manfaat positif dalam kehidupan. Semakin berkembang dan canggihnya teknologi sekarang ini semakin mempermudah mendapatkan informasi dari berbagai media seperti (televisi, internet, Handphone, dan media cetak). Namun disisi lain hal tersebut juga akan memberikan dampak negatif jika disalah gunakan. Penyalahgunaannya bisa saja digunakan sebagai wahana untuk mencari kesenangan nafsu syahwat. Penyalahgunaan ini terjadi karena kemudahan yang diberikan berbagai media  seperti mudahnya mengakses internet, dijual bebasnya video mesum melalui handphone dan vcd, adanya adegan mesra dalam film remaja, serta buku bacaan atau majalah dewasa yang dijual bebas. Akibatnya kalau tidak diiringi dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang benar dan hanya mendapatkan informasi yang setengah-setengah serta tidak mampu membendung gejolak nafsu yang ada, maka akan mudah terjerumus kedalam seks bebas. (Sarwono, 2003).
2)    Lingkungan
Dalam hal ini baik lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan. Lingkungan keluarga yang dimaksud adalah cukup tidaknya pendidikan agama yang diberikan orang tua terhadap anaknya. Cukup tidaknya kasih sayang dan perhatian yang diperoleh sang anak dari keluarganya. Cukup tidaknya keteladanan yang diterima sang anak dari orangtuanya, dan lain sebagainya yang menjadi hak anak dari orang tuanya. Jika tidak, maka anak akan mencari tempat pelarian di jalan-jalan serta di tempat-tempat yang tidak mendidik mereka. Anak akan dibesarkan di lingkungan yang tidak sehat bagi pertumbuhan jiwanya. Anak akan tumbuh di lingkungan pergaulan bebas. (Sarwono, 2003).
c.    Bahaya Seks Bebas
Umumnya seseorang yang telah terjun ke dalam seks bebas akan menderita gangguan biologis dan psikologis. Gangguan biologis ini tak lain adalah penyakit. Meskipun menurut mereka perbuatan tersebut dilakukan dengan cara aman, tetapi hal tersebut akan tetap berisiko untuk terkena penyakit seksual yang lazim disebut PMS (Penyakit Menular Seksual) seperti Sifilis, Gonorhoe (GO),Herpes Simpleks (Genetalis), klamidia, kondiloma akuminata, hingga HIV/AIDS. (Soetjiningsih, 2004).
Selain itu juga seks bebas bisa menyebabkan kehamilan. Hamil pada usia remaja memberi risiko komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan anak seperti: anemia (kurang darah), perdarahan, preeklamsia, abortus, bayi dengan berat badan lahir rendah (kurang dari 2500g), bayi lahir prematur yang dapat mengalami kesulitan (seperti kemacetan pada jalan lahir dan perdarahan) yang dapat mengakibatkan kematian pada calon ibu dan bayi. (Soetjiningsih, 2004).
Kehamilan yang terjadi pada remaja dapat berlanjut dengan upaya percobaan pengguguran kandungan (aborsi). Jika hal ini dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih, maka hal ini dapat menyebabkan perdarahan dan bisa berakhir pada kematian. (Latif, 2002).
Selain itu seks bebas ini dapat beresiko remaja tersebut putus sekolah (drop out) karena malu bertemu dengan teman-temannya atau sekolah tidak mau menampung siswi yang hamil atau yang ketahuan melakukan seks bebas. (Latif, 2002).
Remaja yang terjerumus kepada seks bebas ini bisa mengalami gangguan kejiwaan/psikologi  seperti ketakutan yang berlebihan, rasa sedih, atau tertekan yang mendalam, merasa dikucilkan, terkadang timbul keinginan untuk bunuh diri karena telah berbuat sesuatu yang dilarang agama. (Latif, 2002).
d.    Pencegahan
Perubahan sikap remaja maupun dewasa dari awal dan perkembangan seterusnya bersifat kodrati. Artinya suatu perkembangan tingkah laku seksual yang memang wajar terjadi bagi setiap orang. Bahkan ia merupakan suatu risiko. Namun, yang semestinya menjadi perhatian setiap insani adalah upaya pencegahan terhadap tingkah laku seksual yang negatif dan menyesatkan, yang menghancurkan masa depan remaja atau generasi muda. (Miqdad, 2001).
Upaya pencegahan tersebut antara lain bisa dalam bentuk:
1)    Pembinaan Mental dan Spiritual.
Setiap remaja harus diupayakan memiliki sikap mental yang kuat, sehingga dapat menahan diri pada saat berpacaran, menghindari sikap-sikap yang dapat menimbulkan rangsangan, seperti menyentuh bagian tubuh yang mudah terangsang sehingga menimbulkan gairah dan hawa nafsu berhubungan seks. Remaja perlu memahami bahwa seks bukannya satu-satunya cara untuk mengungkapkan kasih sayang kepada pasangan. (Miqdad, 2001).
Selain itu adanya rasa kasih sayang yang diberikan oleh orang tua dapat menjauhkan remaja dari seks bebas, dan  remaja juga dituntut agar tetap bertaqwa dan tekun dalam menjalani ajaran agama, karena hal ini dapat menjauhkan diri mereka dari perbuatan seks bebas. (Miqdad, 2001).
2)    Diberikan pendidikan seks untuk Remaja.
Pendidikan seks adalah menrupakan salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah seks, khususnya untuk mencegah dampak--dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa. (Sarwono, 2003).
Pendidikan seks secara holistik dan terpadu perlu diberikan kepada anak sedini mungkin dan juga kepada orang tua. Serta perlu adanya perubahan pemahaman masyarakat terhadap seksualitas yang kaku menjadi fleksibel. (Soetjiningsih, 2004).

B.    Kerangka Pemikiran
Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dimana pada masa ini terjadi perubahan secara fisik dan psikologis. Masa remaja yaitu usia 10-19 tahun. Masa remaja ini sering juga disebut masa pubertas, adalah masa mereka mencari jati diri dan arti dalam hidup. (Widyastuti, 2009).
Pada masa ini remaja memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar, karena rasa ingin tahu yang besar semakin dikekang maka remaja tersebut akan semakin penasaran dan akhirnya mereka berani mengambil risiko tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu. (Soetjiningsih, 2004).
Dewasa ini seks bebas merebak dikalangan remaja dan mereka menganggap seks pra nikah merupakan sesuatu yang sudah biasa. Karena pengetahuan mereka tentang seks bebas kurang dan sikap remaja sendiri terlalu ingin mencoba-coba tanpa memikirkan akibatnya. (Soetjiningsih, 2004).
Gaya hidup seks  bebas ini sangat  buruk dan merugikan masa depan remaja, khusunya remaja putri. Seks bebas ini dapat mengakibatkan kehamilan diluar nikah, upaya abortus, putus sekolah (drop out), risiko melahirkan bayi yang kurang sehat/tidak sehat, tertular penyakit menular seksual (PMS) seperti sifilis, hingga HIV/AIDS, serta mengalami trauma kejiwaan (depresi, rendah diri, rasa berdosa, dan hilang harapan masa depan). (Endang, 20013)
Untuk itu remaja tersebut perlu diberikan pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks. Dengan tahunya mereka diharapkan mereka sadar mana yang baik dan mana yang harus mereka hindari. Untuk itu perlu terlibatnya semua unsur, tidak saja pihak sekolah tetapi juga orang tua, masyarakat, pemerintah (termasuk media cetak dan elektronik). (Hidayat, 2007).
Diharapkan dengan memiliki pengetahuan seksualitas yang baik, remaja memiliki kontrol yang baik dalam perilaku seksnya atau dalam berhubungan dengan pacar atau lawan jenis. Mereka akan menghindari perilaku seks yang tidak seharusnya dilakukan oleh pasangan yang belum menikah. (Dianawati, 2003).
Namun untuk membentuk prilaku seseorang, selain didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, sikap juga sangat berperan aktif. Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal pemikiran (kognisi), perasaan (afeksi), predisposisi tindakan (konasi). Sikap pada diri seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perubahan seseorang. Dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan menduga bagaimana respon perilaku yang akan diambil oleh orang tersebut terhadap sesuatu sikap seseorang, orang akan dapat gambaran kemungkinan perilaku yang timbul dari orang yang bersangkutan. (Notoadmodjo, 2003).

C.    Kerangka Konsep
Gambar 1.1. Kerangka Konsep
asmanurs3.blogspot.com

D.    Hipotesis
1.    Hipotesis Nol (H0)
Tidak ada Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Seks Bebas Di SMA Negeri 3 Baubau
2.    Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Seks Bebas Di SMA Negeri 3 Baubau.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian
    Desain penelitian yang di lakukan dalam penelitian ini adalah merupakan penelitian kuantitatif bersifat analitik dengan pendekatan Cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap remaja putri tentang seks bebas di SMA Negeri 3 Baubau. (Budiarto, 2003)

B.    Waktu dan Tempat
1.    Waktu Penelitian
Pengambilan data awal di lakukan pada tanggal 19 Agustus 2014 dan penelitian di lakukan pada bulan September 2014.
2.    Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian adalah di SMA Negeri 3 Baubau

C.    Populasi dan Sampel
1.    Populasi
Populasi adalah seluruh subjek yang akan diteliti dan memenuhi  karateristik yang ditentukan (Riyanto, 2011). Populasi yang diambil adalah seluruh siswi yang ada di SMA Negeri 3 Baubau mulai dari kelas X, kelas XI, dan kelas XII  yang berjumlah 291 siswi.
2.    Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Menurut Riyanto (2011) sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat mewakili atau representatif populasi.
Jumlah sample pada penelitian ini ditentukan dengan rumus menurut Notoadmodjo, sebagai berikut :
Pada penelitian ini jumlah populasi yang ada adalah 291 siswi dengan derajat kepercayaan yang diinginkan sebesar 95 %, maka perhitungan besar sampel adalah :
                 291
 n  =        
                  1 + 291 (0,052)
      
= 168 responden

Dengan demikian jumlah sampel minimal yang akan diteliti adalah 168 orang siswi. Adapun teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Proportionate stratified simple random sampling, yaitu dengan cara membagi populasi beberapa strata dimana setiap strata adalah homogen, sedangkan antar strata terdapat sifat yang berbeda, kemudian dilakukan pengambilan sampel pada setiap strata berdasarkan perimbangan (proporsional). (Budiarto, 2003).

D.    Variabel Penelitian
Menurut Riyanto (2011), variabel adalah suatu sifat yang akan diukur atau diamati yang nilainya bervariasi antara satu objek ke objek lainnya dan terukur. Jenis variabel dalam penelitian ini adalah jenis variabel menurut hubungan antar variabel. Dalam hal ini terbagi atas dua yaitu variabel independen dan variabel dependen.
1.    Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel Independen (Variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain, artinya apabila variabel independen berubah maka akan mengakibatkan perubahan variabel lain. Yang termaksud variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan remaja putri tentang seks bebas
2.    Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel Dependen (Variabel Terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, artinya variabel dependen berubah akibat perubahan pada variabel independen (variabel bebas). Yang merupakan variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap remaja putri tentang seks bebas

E.    Definisi Operasional
1.    Pengetahuan
Pengetahuan dalam penelitian ini adalah sejumlah hasil dari tahu setelah responden mendapat informasi tentang seks bebas.
Diukur dengan menggunakan kuesioner yang berisi 14 butir pertanyaan tentang seks bebas dalam bentuk pertanyaan tertutup.
Selanjutnya, setiap responden dikategorikan sebagai berikut:
a.    Baik : Apabila pertanyaan dijawab benar oleh responden 76 % – 100%
b.    Cukup : Apabila pertanyaan dijawab benar oleh responden 56%-76%
c.    Kurang : Apabila pertanyaan dijawab benar oleh responden < 55%
Skala Ukur : Ordinal
2.    Sikap
Sikap dalam penelitian ini adalah respon yang dimunculkan responden terhadap seks bebas.
Diukur menggunakan kuesioner yang berisi 16 butir pertanyaan tentang seks bebas dalam bentuk Skala Likert. Selanjutnya setiap responden dikategorikan sebagai berikut :
Skor  T>MdT : Sikap responden dianggap favorable (baik/positif/
       tidak    mendukung).
Skor T<MdT : Sikap responden dianggap Unfavorable (tidak baik /
         negatif / mendukung).
Skala ukur : Nominal
3.    Seks Bebas
Seks bebas adalah aktivitas seksual yang dilakukan dengan bebas diluar ikatan pernikahan yang syah, diantaranya melakukan petting, oral seks, anal seks, dan senggama.

F.    Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cepat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010).
Instrumen dan alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap remaja putri tentang seks bebas.
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Upaya mendapatkan data yang ada kaitannya dengan penelitian melalui daftar pertanyaan secara tertulis kepada siswi SMA Negeri 3 Baubau dengan jumlah total pertanyaan adalah 30. Dimana masing-masing terdiri dari pertanyaan pengetahuan 14 dan pertanyaan sikap 16.

G.    Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1.    Jenis Data
a.    Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara terstruktur (kuesioner) yaitu suatu cara pengumpulan data dengan mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir yang berisikan pilihan jawaban, di mana jawabanya telah disediakan.
b.    Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari rekapitulasi jumlah siswi kelas X, XI, dan XII  SMA Negeri 3 Baubau
2.     Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan lembar kuesioner kepada siswi dengan memberikan penjelasan terlebih dahulu. Pertanyaan dibuat secara tertutup dengan alasan mempermudah dalam menjawab pertanyaan, objektivitas jawaban, efektivitas waktu mempermudah peneliti saat pengolahan data.


H.    Pengolahan dan Analisis Data
1.    Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan data dengan cara manual dan dianalisis secara statistik.pengolahan data dilakukan melalui :
a.    Editing
Untuk memastikan apakah data telah terisi semua oleh responden untuk dapat di baca secara relevan
b.    Coding
Memberikan kode jawaban secara angka atau kode tertentu sehingga lebih mudah di sederhanakan
c.    Transfering
Memindahkan jawaban / kode ke dalam media tertentu pada master tabel atau kartu kode
d.    Tabulating
Memindahkan data dari data koesioner kedalam bentuk table.
2.    Analisa Data
Untuk setiap item pertanyaan dalam kuesioner pengetahuan, jika dijawab dengan benar diberi nilai 1, sedangkan untuk setiap item pertanyaan yang dijawab salah atau kosong (tidak dijawab) akan diberi nilai 0. (Ngalim, 2004).
Teknik analisa data yang digunakan adalah dengan cara perhitungan persentase. Aspek pengetahuan yang dinilai menggunakan rumus sebagai berikut :
Kemudian dilakukan pengkategorian, yaitu:
a.    Baik : Apabila pertanyaan dijawab benar oleh responden 76 % – 100%
b.    Cukup : Apabila pertanyaan dijawab benar oleh responden 56%-76%
c.    Kurang : Apabila pertanyaan dijawab benar oleh responden < 55%
(Arikunto, 2002)

Untuk pengolahan data sikap dinilai melalui Sikap Model Likert dengan rentang dari yang positif ke negatif dengan ketegori, yaitu :
a.    Sangat Setuju (SS)
b.    Setuju (S)
c.    Tidak mempunyai pendapat / Netral (N)
d.    Tidak Setuju (TS)
e.    Sangat  Tidak Setuju (STJ).
(Machfoedz, 2007).
Dalam penilaian terhadap sikap ini dilakukan secara sederhana, untuk suatu pertanyaan yang bersifat favorable (baik/positif/tidak mendukung) jawaban SS diberi nilai 5, jawaban S diberi nilai 4, jawaban N diberi nilai 3, jawaban TS diberi nilai 2 dan jawaban STS diberi nilai 1. sebaliknya untuk yang bersifat un-favorable (tidak baik/negatif/mendukung) jawaban SS diberi nilai 1, jawaban S diberi nilai 2, jawaban N diberi nilai 3, jawaban TS diberi nilai 4 dan jawaban STS diberi nilai 5. (Machfoedz, 2007).
Selanjutnya variabel sikap di interpretasikan menggunakan skor standar, yaitu skor T. Dalam hal ini skor setiap responden terhadap seluruh butir pernyataan sikap dijumlahkan dahulu kemudian dimasukkan kedalam rumus skor T dan dibandingkan dengan nilai median T. (Azwar, 2007).

Rumus yang digunakan adalah :
Untuk menentukan kategori favorable (baik/positif/tidak mendukung)  atau  Un-favorable (tidak baik/negatif/mendukung) maka dicari nilai median T, bila :
Skor T>MdT    :maka sikap responden dianggap favorable (baik/positif/tidak mendukung).
Skor T<MdT    :maka sikap responden dianggap Un-favorable (tidak baik/negatif/mendukung).
Analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan uji statistik bivariat, yang dilakukan menggunakan rumus Chi-Square. Rumus Chi-Square :

    X2 = ∑ ( fo – fe )2
                fe
Keterangan :
X2    :    Chi-Square
∑      :    Jumlah
fo    :    Frekuensi Observasi
fe    :    Frekuensi harapan   
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan distribusi masing-masing variabel yang diteliti. Kemudian data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan narasi.
I.    Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, perlu adanya rekomendasi dari institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi atau lembaga tempat penelitian.
Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika yang meliputi:
1.    Lembar persetujuan (Informed Consent)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inkusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.
2.    Tanpa nama (Anomity)
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.
3.    Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

DOWNLOAD
skip add untuk lanjut


2 Responses to "proposal kesehatan "HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 3 BAUBAU TAHUN 2014""

  1. Kak lampirin question buat sampelnya dong

    ReplyDelete
  2. terimah kasih kak, sangat membantu saya dalam membuat proposal penelitian

    ReplyDelete

* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya