Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. T dengan Hypertropi Prostat Di Ruang Bedah Lantai IVA RS. Tk. II Pelamonia Makassar

asmanurs3.blogspot.com
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan yaitu tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Sejalan dengan hal tersebut sudah barang tentu menjadi harapan pemerintah maupun masyarakat untuk dapat hidup secara utuh meliputi kesehatan bio, psikososial maupun spritual.
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia. Gambaran keadaan masyarakat Indonesia dimasa depan atau Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai indonesia sehat 2010.
Untuk dapat mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010, ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan meliputi menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya (Depkes, 1999).
Dengan semakin tingginya umur harapan hidup maka kecenderungan untuk menderita penyakit, terutama penyakit degenerasi semakin meningkat pada umur di atas 50 tahun. Kondisi tersebut merupakan masalah kependudukan pada umumnya dan masalah kesehatan pada khususnya, sehingga perlu mendapat pelayanan secara cermat dan tepat.
Menurut data Bagian Administrasi Kesehatan RS. Tk. II Pelamonia Makassar pada tahun 2002 (Januarni – Desember), dari 1727 kasus bedah terdapat 96 kasus hipertropi prostat (5, 56%), sedangkan pada tahun 2003 (Januari – Juni) terdapat 914 kasus bedah dengan 45 kasus (4,92 %) diantaranya adalah kasus hipertropi prostat.
Berdasarkan hal tersebut diatas dan hasil penunjukan kasus dalam ujian akhir program, penulis terdorong untuk menyusun karya tulis dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. T dengan Hypertropi Prostat Di Ruang Bedah Lantai IVA RS. Tk. II Pelamonia Makassar”.

B.    Lingkup Bahasan
Oleh karena terbatasnya waktu dan tenaga maka dalam pembahasan ini penulis hanya terbatas pada kasus Klien Tn. T dengan Hypertropi Prostat Di Ruang Bedah Lantai IVA RS. Tk. II Pelamonia Makassar yang dirawat oleh penulis dari tanggal 28 s.d 29 Juli 2003.
C.    Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan ini adalah untuk memperoleh gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien post op hipertropi prostat.
2.    Tujuan Khusus
Mendapatkan gambaran nyata dalam :
a.    Melaksanakan pengkajian keperawatan terhadap pasien post operasi hipertropi prostat.
b.    Menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan post operasi hipertropi prostat.
c.    Menyusun perencanaan keperawatan pada klien dengan post operasi hipertropi prostat.
d.    Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan post operasi hipertropi prostat.
e.    Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan post operasi hipertropi prostat.

D.    Manfaat Penulisan
1.    Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Jurusan Keperawatan Program Studi Keperawatan Tidung Politeknik Kesehatan Makassar.
2.    Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya pada klien hipertropi prostat.
3.    Sebagai bahan bacaan

E.    Metode Penulisan
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah :
1.    Studi kepustakaan
Melalui metode ini penulis memperoleh banyak masukan yang brkaitan dengan perawatan pasien post operasi hipertropi prostat.
2.    Studi kasus
Melalui asuhan keperawatan pasien dengan post operasi hipertropi prostat yang dirawat di ruangan bedah, dengan mengunakan pendekatan proses keperawatan yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Dengan tehnik observasi, wawancara terhadap pasien dan keluarga, pemeriksaan fisik serta melaksanakan asuhan keperawatan.
3.    Studi dokumenter
Adalah dengan cara melihat catatan yang ada pada status pasien.
4.    Diskusi dengan tim kesehatan, dosen pembimbing, dan perawat di ruangan bedah.

F.    Sistimatika Penulisan
Untuk memberikan gambaran karya tulis ini, maka secara sistimatis diuraikan sebagai berikut :
BAB I    :    Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, lingkup bahasan,  tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistimatika penulisan.
BAB II    :    Konsep Dasar
Membahas kerangka teoritis tentang hipertropi prostat, yang terdiri dari : Pengertian hipertropi prostat, etiologi hipertropi prostat, anatomi fisiologi hipertropi prostat, patofisiologi hipertropi prostat, diagnosa hipertropi prostat, pengobatan hipertropi prostat dan komplikasi hipertropi prostat serta asuhan keperawatan pada pasien post operasi hipertropi prostat yang terdiri atas : Pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
BAB III    :    Tinjauan Kasus
Pada bab ini membahas tentang asuhan keperawatan dari kasus yang ditemukan dan terpilih sebagai obyek perawatan di ruangan bedah Lantai IVA RS. Tk. II Pelamonia Makassar, yang terdiri dari : Pengkajian data, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.

BAB IV    :    Pembahasan
Pada bab ini diuraikan tentang kesenjangan antara teori dan praktek keperawatan yang telah dilaksanakan terhadap kasus yang telah ditentukan dan cara pemecahan masalah.
BAB V    :    Kesimpulan dan saran
Pada bab ini diuraikan kesimpulan dari seluruh rangkaian penyakit hipertopi prostat yang dilaksanakan dalam rangka penulisan karya tulis ini. Selain itu, diuraikan pula saran-saran berkenaan dengan perawatan pasien dengan hipertopi prostat yang diharapkan berguna bagi rekan-rekan perawat dalam rangka pelaksanaan perawatan pasien hipertopi prostat.

BAB II
KONSEP DASAR

A.    Konsep Dasar Medis
1.    Pengertian Hipertropi Prostat
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Wim de Jong, 1998).
2.    Etiologi
Banyak teori yang menjelaskan terjadinya pembesaran kelenjar prostat, namun sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :
a.    Teori Sel Stem (Isaacs 1984, 1987)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

b.     Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.
c.     Teori Di Hidro Testosteron (DHT)
Testosteron adalah hormon pria yang dihasilkan oleh sel leyding. Testosteron sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya pembesaran prostat memerlukan adanya testis yang normal. Jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi testosteron, sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar  adrenal.
Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam keadaan terikat dengan protein  dalam  bentuk Serum  Binding Hormon (SBH). Sekitar 2 % testosteron berada dalam keadaan bebas. Hormon yang bebas inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya pembesaran kelenjar  prostat. Testosteron bebas dapat masuk ke dalam sel prostat dengan menembus membran sel ke dalam  sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT – reseptor komplek yang akan mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (RNA) yang dapat menyebabkan terjadinya sintetis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel (MC Connel 1990). Perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen dapat terjadi dengan bertambahnya usia ? 50 tahun ke atas.
3.    Anatomi Dan Fisiologi
Spincter externa mengelilingi urethra di bawah vesica urinaria pada wanita, tetapi pada laki-laki terdapat kelenjar prostat yang berada dibelakang spincter penutup urethra. Prostat mengekskresikan cairannya ke dalam urethra pada saat ejakulasi, cairan prostat ini memberi makanan kepada sperma. Cairan ini memasuki urethra pars prostatika dari vas deferens.
Prostat dilewati oleh :
a.     Ductus ejakulatorius, terdiri dari 2 buah berasal dari vesica seminalis bermuara ke urethra.
b.     Urethra itu sendiri, yang panjangnya 17 – 23 cm.
Secara otomatis besarnya prostat adalah sebagai berikut :
a.     Transversal        : 1,5 inchi
b.     Vertical            : 1,25 inchi
c.     Anterior Posterior    : 0,75 inchi
Prostat terdiri dari 5 lobus yaitu :
a.     Dua lobus lateralis
b.     Satu lobus posterior
c.     Satu lobus anterior
d.     Satu lobus medial
Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari besar, letaknya di bawah kandung kencing.
Normal beratnya prostat pada orang dewasa diperkirakan 20 gram.
4.    Patofisiologi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Adanya obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi melemah, dan rasa belum puas selesai miksi. Gejala iritasi disebabkan oleh hipersentivitas otot detrusor, berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh. Keadaan ini membuat sistem scoring untuk menentukan beratnya keluhan klinik penderita hipertropi prostat.
Apabila vesica menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam kandung kemih dan timbul  rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi karena produksi urine terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menahan urine, sehingga tekanan vesika terus meningakat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan spincter dan obstruksi, akan terjadi Inkotinensia Paradoks Retensi kronik menyebabkan refluks vesicoureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila ada infeksi.
Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.  Batu tersebut dapat pula menyebabkan cystitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pyelonefritis.
Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat, yaitu (a) rectal grading (b) clinical grading dan (c) intra urethra grading.
a.     Rectal grading
Recthal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli kosong. Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai berikut :
0 - 1 cm……….: Grade 0
1 – 2 cm……….: Grade 1
2 - 3 cm……….: Grade 2
3 – 4 cm……….: Grade 3
Lebih 4 cm…….: Grade 4
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.
b.     Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kencing sampai selesai, kemudian dimasukkan kateter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc……………….……    Normal
Sisa urine 0 – 50 cc…………….…    Grade 1
Sisa urine 50 – 150 cc…………….    Grade 2
Sisa urine >150 cc……………...…    Grade 3
Sama sekali tidak bisa kencing…...    Grade 4
c.     Intra urethra grading
Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang dari urology yang spesifik.
Efek yang dapat terjadi akibat hypertropi prostat:
1)    Terhadap urethra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra pars prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
2)    Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.
Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot tersebut.
Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kencing dibelakang medial lobe.
Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu-batu di kandung kemih.
3)    Terhadap ureter dan ginjal
Kalau keadaan urethra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
4)    Terhadap sex organ
Mula-mula libido meningkat, teatapi akhirnya libido menurun.
5.    Gejala Klinik
Terbagi 4 grade yaitu :
a.     Pada grade 1 (congestic)
1.)    Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kencing dan mulai mengedan.
2.)    Kalau miksi merasa tidak puas.
3.)    Urine keluar menetes dan pancaran lemah.
4.)    Nocturia
5.)    Urine keluar malam hari lebih dari normal.
6.)    Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7.)    Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)
b.     Pada grade 2 (residual)
1.)    Bila miksi terasa panas.
2.)    Dysuri nocturi bertambah berat.
3.)    Tidak bisa buang air kecil (kencing tidak puas).
4.)    Bisa terjadi infeksi karena sisa air kencing.
5.)    Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
6.)    Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).
c.     Pada grade 3 (retensi urine)
1.)    Ischuria paradosal.
2.)    Incontinensia paradosal.
d.     Pada grade 4
1.)    Kandung kemih penuh.
2.)    Penderita merasa kesakitan.
3.)    Air kencing menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia.
4.)    Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
5.)    Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40 – 410 C.
6.)    Selanjutnya penderita bisa koma.
6.    Diagnostik test
Diagnosa klinik pembesaran prostat dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sebagai berikut :
a.     Anamnese yang baik
b.     Pemeriksaan fisik
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada pembesaran prostat jinak akan teraba adanya massa pada dinding depan rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari, sedang apabila batas atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih dari 60 gr.
c.     Pemeriksaan sisa kencing
d.     Pemeriksaan ultra sonografi (USG)
Dapat dilakukan dari supra pubic atau transrectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS). Untuk keperluan klinik supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi prostat, sedangkan TRUS biasanya diperlukan untuk mendeteksi keganasan.
e.     Pemeriksaan endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
f.     Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos perut dan pyelografi intra vena yang sering disebut IVP (Intra Venous Pyelografi) dan BNO (Buich Nier Oversich). Pada pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada dasar kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail/pancing (fisa hook appearance).
g.     Pemeriksaan CT- Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
h.     Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
i.     Pemeriksaan lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka penggal PSA ialah 4 nanogram/ml.

7.    Diagnosa banding
Oleh karena adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra yang merupakan faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik) misalnya : Lesi medulla spinalis, penggunaan obat penenang. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi urethra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di urethra atau striktur urethra.
8.    Pengobatan
Setiap kesulitan miksi yang diakibatkan dari salah satu faktor seperti berkurangnya kekuatan kontraksi detrusor atau menurunya elastisitas leher vesica, maka tindakan pengobatan ditujukan untuk mengurangi volume prostat, mengurangi tonus leher vesica atau membuka urethra pars prostatica dan menambah kekuatan kontraksi detrusor agar proses miksi menjadi mudah.
Pengobatan untuk hipertropy prostat ada 2 macam :
a.    Konsevatif
b.    Operatif
Dalam pengobatan ini dilakukan berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu derajat 1 – 4.

a.    Derajat I
Dilakukan pengobatan koservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin dan terazoin (untuk relaksasi otot polos).
b.    Derajat II
Indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui urethra.
c.    Derajat III
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu pembedahan terbuka melalui transvesical, retropubic atau perianal.
d.    Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang kateter, untuk pemeriksaan lebih lanjut dalam pelaksanaan rencana pembedahan.
Konservatif.
Pengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi atau adanya kontra indikasi untuk operasi.
Tindakan terapi konservatif yaitu :
a.    Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena adanya infeksi sekunder dengan pemberian antibiotika.
b.    Bila retensi urine dilakukan kateterisasi.
Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna (BPH), pada waktu pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan soft tissue yang mengalami pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu (a) transurethral (b) suprapubic (c) retropubic dan (d) perineal.
a.     Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung mengelilingi urethra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama.
b.     Suprapubic Prostatektomy.
Metode operasi terbuka, reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat dari urethra lewat kandung kemih.
c.     Prostatektomi Retropubic.
Pada prostatectomy retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi kandung kemih tidak dibuka.
d.     Prostatektomy Perineal.
Dilakukan pada dugaan kanker prostat, insisi dibuat diantara scrotum dan rectum.
9.    Komplikasi
a.    Perdarahan
b.    Inkotinensia
c.    Batu kandung kemih
d.    Retensi urine
e.    Impotensi
f.    Epididimitis
g.    Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h.    Infeksi saluran kencing disebabkan karena kateterisasi
i.    Hydronefrosis
Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit adalah ;
-    latihan berat, mengangkat berat dan sexual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah dirumah.
-    Tidak boleh membawa kendaraan.
-    Mengedan pada saat defekasi harus dihindari, faeces harus lembek kalau perlu pemberian obat untuk melembekkan faeces.
-    Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi dan membuat faeces lembek.

B.    Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pasien dengan hipertropi prostat melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari  pengkajian keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
1.    Pengkajian Keperawatan
a.    Pengumpulan data
1.)    Usia pasien
Biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun.
2.)    Riwayat kesehatan
Pasien dengan Benigna Hipertropi Prostat biasanya datang berobat bila sudah terjadi penyulit seperti, berkurangnya pancaran kencing, retensi urine, air kencing menetes setelah kencing dan buang air kencing merasa tidak puas. Hal tersebut disebabkan karena adanya pembesaran prostat, tetapi tidak semua hipertropi prostat menimbulkan keluhan yang sama, maka dari itu besarnya prostat tidak menentukan berat ringannya keluhan.
Keluhan-keluhan pada hipertropi prostat seperti, penderita merasakan pancaran kencing, tidak puas, frekuensi kencing bertambah pada malam hari, dan adanya retensi urine maka timbul infeksi, penderita akan mengeluh terasa panas (Dysurie), kencing malam semakin hebat, sehingga dapat timbul retensi urine total. Apabila sudah sampai pada retensi total maka bisa terjadi refluks urine ke atas, akan menyebabkan pyelonefritis dan hydronefrosis, dan gagal ginjal. Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu tersebut dapat pula menyebabkan cystitis dan hematuria. Hematuria biasanya disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah submukosa pada prostat yang membesar. Selain keluhan di atas dapat timbul keluhan seperti, terasa ada benjolan pada perut bagian bawah dan over flow urinaria incotinensia atau dapat ditemukan efek sekunder dari obstruksi bladerneck dan sebagai gejala permulaan seperti anemia, peningkatan kadar ureum kreatinin atau tanda-tanda insufisiensi renal lainnya. Kadang-kadang retensi urine yang akut merupakan gejala pertama yang dirasakan klien, hal ini disebabkan oleh oedema yang terjadi pada kelenjar prostat yang membesar. Timbulnya obstruksi urinarius dan uremia dapat menyebabkan gangguan gastro intestinal seperti nafsu makan berkurang, hal tersebut akan menambah beratnya penyakit.
b.    Klasifikasi data
Data dasar yang berhubungan dengan post operasi hipertropi prostat. Mengelompokkan data merupakan langkah yang dilakukan setelah mengadakan pengumpulan data yang diperoleh sebagai berikut :
Data Subyektif    :
-    Nyeri pada daerah tindakan operasi.
-    Pusing.
-    Perubahan frekuensi berkemih.
-    Urgensi.
-    Dysuria
-    Flatus negatif.
Data Obyektif    :
-    Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
-    Retensi, kandung kemih penuh.
-    Inkontinensia
-    Bibir kering.
-    Puasa.
-    Bising usus negatif.
-    Ekspresi wajah meringis.
-    Pemasangan kateter tetap.
-    Gelisah.
-    Informasi kurang.
-    Urine berwarna kemerahan.
c.    Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan disusun menurut prioritas masalah pada pasien post operasi hipertropi prostat, adalah sebagai berikut :
1)    Perubahan eliminasi urine berhubungan obstruksi  mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter/balon.
2)    Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan.
3)    Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah.
4)    Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / tekanan dari balon kandung kemih.
5)    Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area genital).
6)    Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
2.    Perencanaan Keperawatan
a.    Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi kateter/balon, ditandai dengan :
DS :
-    Nyeri pada daerah tindakan operasi.
-    Perubahan frekuensi berkemih.
-    Urgensi.
-    Dysuria.
DO :
-    Pemasangan kateter tetap.
-    Adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat.
-    Urine berwarna kemerahan.
Tujuan    : Klien mengatakan tidak ada keluhan, dengan kriteria :
-    Kateter tetap paten pada tempatntya.
-    Tidak ada sumbatan aliran darah melalui kateter.
-    Berkemih tanpa aliran berlebihan.
-    Tidak terjadi retensi pada saat irigasi.
Intervensi    :
1)    Kaji pengeluaran urine dan sistem kateter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
Rasional :
Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
2)    Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas.
Rasional :
Kateter biasanya dilepas 2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.
3)    Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam.

Rasional :
Berkemih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
4)    Ukur volume residu bila ada kateter supra pubic.
Rasional :
Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus otot kandung kemih membaik.
5)    Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
6)    Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.
Rasional :
Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan untuk mempertahankan patensi kateter/aliran urine.
b.    Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan, ditandai dengan :
DS :
-    Pusing.
DO :
-    Flatus negatif.
-    Bibir kering.
-    Puasa.
-    Bising usus negatif.
-    Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan  kriteria :
-    Tanda-tanda vital normal.
-    Nadi perifer teraba.
-    Pengisian kapiler baik.
-    Membran mukosa baik.
-    Haluaran urine tepat.
Intervensi :
1)    Benamkan kateter, hindari manipulasi berlenihan.
Rasional :
Penarikan/gerakan kateter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah.
2)    Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional :
Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
3)    Evaluasi warna, komsistensi urine.
Rasional :
Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
4)    Awasi tanda-tanda vital
Rasional :
Dehidrasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok. Hipertensi, bradikardi, mual/muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
5)    Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah merah)
Rasional :
Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.
c.    Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah, ditandai dengan :
DS :
-    Nyeri daerah tindakan operasi.
-    Dysuria.
DO :
-    Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
-    Pemasangan kateter tetap.
Tujuan : Menunjukkan tidak tampak tanda-tanda infeksi, dengan kriteria :
-    Tidak tampak tanda-tanda infeksi.
-    Inkontinensia tidak terjadi.
-    Luka tindakan bedah cepat kering.
Intervensi :
1)    Berikan perawatan kateter tetap secara steril.
Rasional :
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/cross infeksi.
2)    Ambulasi kantung drainase dependen.
Rasional :
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
3)    Awasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Klien yang mengalami TUR beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan instrumentasi.
4)    Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Rasional :
Balutan basah dapat menyebabkan iritasi, dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.
5)    Kolaborasi medis untuk pemberian golongan obat antibiotika.
Rasional :
Dapat membunuh kuman patogen penyebab infeksi.
d.    Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dari balon kandung kemih, ditandai dengan :
DS :
-    Nyeri pada daerah tindakan operasi.
DO :
-    Luka tindakan operasi.
-    Ekspresi wajah meringis.
-    Retensi urine, sehingga kandung kemih penuh.
Intervensi :
1)    Kaji tingkat nyeri.
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam memberikan tindakan.
2)    Pertahankan posisi kateter dan sistem  drainase.
Rasional :
Mempertahankan fungsi kateter dan sistem drainase, menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih.
3)    Ajarkan tekhnik relaksasi.
Rasional :
Merileksasikan otot-otot sehingga suplay darah ke jaringan terpenuhi/adekuat, sehingga nyeri berkurang.
4)    Berikan rendam duduk bila diindikasikan.
Rasional :
Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5)    Kolaborasi medis untuk pemberian anti spasmodic dan analgetika.
Rasional :
-    Golongan obat anti spasmodic dapat merilekskan otot polos, untuk memberikan/menurunkan spasme dan nyeri.
-    Golongan obat analgetik dapat menghambat reseptor nyeri sehingga tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dirasakan.
e.    Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area genital) ditandai dengan :
DS : -
DO :
-    Tindakan pembedahan kelenjar prostat.
Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan,  kriteria :
-    Pasien dapat mendiskusikan perasaannya tentang seksualitas dengan orang terdekat.
Intervensi :
1)    Berikan informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.

Rasional :
Impotensi fisiologis : terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur bedah radikal ; pada pendekatan lain, aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6 – 8 minggu.
2)    Diskusikan dasar anatomi.
Rasional :
Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak terjadi.
3)    Instruksikan latihan perineal.
Rasional :
Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urine dan fungsi seksual.
4)    Kolaborasi ke penasehat seksualitas/seksologi sesuai indikasi.
Rasional :
Untuk memerlukan intervensi professional selanjutnya.
f.    Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan :
DS : -
DO :
-    Gelisah.
-    Informasi kurang
Tujuan : Klien mengungkapkan anxietas teratasi, dengan  kriteria :
-    Klien tidak gelisah.
-    Tampak rileks
Intervensi :
1)    Kaji tingkat anxietas.
Rasional :
Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan dalam memberikan tindakan selanjutnya.
2)    Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas yang dialami klien.
3)    Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Rasional :
Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan yang diberikan.
4)    Berikan support melalui pendekatan spiritual.
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan pengobatan untuk penyembuhan.



3.    Pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan, yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (perencanaan tindakan keperawatan).

4.    Evaluasi Keperawatan.
Asuhan keperawatan dalam bentuk perubahan prilaku pasien merupakan focus dari evaluasi tujuan, maka hasil evaluasi keperawatan dengan post operasi hipertropi prostat adalah sebagai berikut :
a.    Pola eliminasi urine dapat normal.
Kriteria hasil :
-    Menunjukkan prilaku untuk mengendalikan refleks kandung kemih.
-    Pengosongan kandung kemih tanpa adanya penekanan/distensi kandung kemih/retensi urine.
b.    Terpenuhinya kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
-    Tanda-tanda vital normal
-    Nadi perifer baik/teraba.
-    Pengisian kapiler baik.
-    Membran mukosa lembab.
-    Haluaran urine tepat.
c.    Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil :
-    Tercapainya penyembuhan dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
d.    Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :
-    Menunjukkan keterampilan penggunaan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi dan situasi individu.
-    Tampak rileks.
e.    Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Kriteria hasil :
-    Menyatakan pemahaman situasi individual
-    Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
f.    Klien mengerti/memahami tentang penyakitnya.
Kriteria hasil :
-    Berpartisipasi dalam program pengobatan.
-    Melakukan perubahan prilaku yang perlu.
-    Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tgl. MRS    : 24 Juli 2003
Tgl. Pengkajian    : 28 Juli 2003
No. Register    : 07 99 15
Dx. Medis    : Post op Hypertropi prostat

A.    PENGKAJIAN
1.    Biodata
a.    Identitas klien
1)    Nama    :  Tn. T
2)    Umur    :  63 tahun
3)    Jenis kelamin    :  Laki – laki
4)    Status    :  Kawin
5)    Agama    :  Kristen
6)    Suku/Bangsa    :  Toraja/Indonesia
7)    Pendidikan    :  IKIP
8)    Pekerjaan     :  Pensiunan
9)    Penghasilan    :  Rp. 1.067. 000/bulan
10)    Alamat    :  Jl. Inspeksi Pan Lr. III Makassar

b.    Identitas penanggung
1)    Nama    :  Ny. H
2)    Umur    :  33 tahun
3)    Jenis kelamin    :  Perempuan
4)    Status     :  Kawin
5)    Agama    :  Kristen
6)    Suku/bangsa    :  Toraja/Indonesia
7)    Pendidikan    :  SMA
8)    Pekerjaan    :  IRT
9)    Pendapatan    :  -
10)    Alamat    :  Tator
2.    Riwayat kesehatan
a.    Riwayat kesehatan sekarang
1)    Keluhan utama : Nyeri pada supra pubic (daerah operasi).
2)    Riwayat keluhan utama : keluhan ini dialami setelah klien menjalani operasi pada tanggal 25 Juli 2003
a)    Lokasi        : Klien mengatakan nyeri di supra pubic.
b)    Sifat keluhan    : Klien mengatakan nyeri hilang timbul
c)    Klien mengatakan nyeri meningkat bila bergerak.
3)    Hal-hal yang memperberat keluhan kalau bergerak.
4)    Hal-hal yang meringankan keluhan bila beristirahat.

b.    Riwayat kesehatan masa lalu
1)    Klien tidak pernah menderita penyakit yang sama.
2)    Klien tidak pernah dirawat di RS.
3)    Klien tidak ada riwayat Diabetes Mellitus, hipertensi dan penyakit jantung.
4)    Klien tidak merokok.
5)    Klien pernah minum minuman beralkohol pada saat masih muda.
c.    Riwayat kesehatan keluarga
 3.    Pemeriksaan Fisik
a.    Keadaan umum : nampak sakit sedang.
b.    Kesadaran : composmentis
c.    Tanda-tanda vital :
T    : 110/60 mmHg
N    : 80 x/menit
P    : 16 x/menit
S    : 370 C
d.    Berat badan : Tidak dilakukan
e.    Tinggi badan : 170 cm
f.    Kepala
Inspeksi    :
-    Rambut sudah beruban.
-    Keadaan rambut dan kulit kepala bersih.
-    Penyebaran rambut merata.
-    Tidak ada lesi.
Palpasi :
-    Tidak ada benjolan.
-    Tidak ada nyeri tekan.

g.    Muka
Inspeksi    :
-    Simetris kiri kanan
-    Bentuk wajah oval
-    Tidak tampak refleks/gerakan abnormal
-    Ekspresi wajah meringis bila nyeri
Palpasi :
-    Tidak ada nyeri tekan
-    Tidak ada oedema/massa
h.    Mata
Inspeksi    :
-    Palpebra tidak oedema
-    Sclera tidak icterus
-    Conjungtiva tidak pucat
-    Pupil isokor, miosis pada refleks cahaya
-    Posisi bola mata simetris kiri/kanan
-    Gerakan bola mata ke segala arah, lapang pandang luas
-    Kelopak mata dapat membuka dan menutup
-    Bulu mata merata
Palpasi :
-    Tidak ada nyeri tekan pada kedua bola mata.
-    Kedua bola mata teraba lunak.
i.    Telinga
Inspeksi    :
-    Simetris kiri dan kanan
-    Tidak ada serumen
-    Klien tidak memakai alat bantu pendengaran
Palpasi :
-    Tidak ada nyeri tekan pada tragus, pinna dan daerah mastoid.
-    Tidak teraba adanya massa.
Data lain :
-    Klien mengatakan ada gangguan pendengaran (tuli sedikit).
j.    Hidung
Inspeksi    :
-    Simetris kiri dan kanan.
-    Tidak nampak adanya septum deviasi.
-    Tidak ada pengeluaran sekret.
Palpasi :
-    Tidak ada nyeri tekan pada hidung, sinus maksillaris, frontalis dan etmoidalis.
-    Tidak ada massa/benjolan.

k.    Mulut
Inspeksi    :
-    Gigi    : gigi depan tercabut 2 dan gigi rahang atas tercabut 2
-    Gusi    : tidak ada peradangan
-    Lidah    : agak warna putih.
-    Bibir    : tampak basah dan tidak cyanosis
l.    Tenggorokan
Inspeksi    :
-    Warna mukosa merah muda
-    Tidak ada nyeri menelan
-    Tidak tampak pembesaran tonsil (T0/T0)
m.    Leher
Inspeksi    :
-    Tidak tampak pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe.
-    Tidak ada pembesaran vena jugularis
Palpasi :
-    Tidak ada nyeri tekan
-    Tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe.
n.    Dada
Inspeksi    :
-    Bentuk dada normal chest.
-    Frekuensi nafas 16 x/menit.
-    Tipe pernafasan : thoraco abdominalis.
-    Irama pernafasan : eupneu.
-    Pengembangan dada ikut gerak nafas.
Palpasi :
-    Ekspansi dada : seimbang kiri dan kanan.
-    Vokal fremitus : getaran teraba di seluruh dada.
-    Tidak teraba adanya massa.
-    Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi :
-    Sonor pada semua lapang paru.
-    Tidak terdengar adanya penimbunan cairan.
Auskultasi :
-    Bunyi nafas vesikuler.
-    Tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
o.    Jantung
Inspeksi    :
-    Ictus cordis tidak nampak.
Palpasi :
-    Ictus teraba pada ICS 5
Perkusi :
-    Pekak pada area jantung.

Auskultasi :
-    BJ I : terdengar murni dan teratur pada ICS 4 garis midcalvicularis kiri.
-    BJ II : terdengar murni dan teratur pada ICS 2 para sternalis kiri dan kanan.
p.    Abdomen
Inspeksi    :
-    Warna kulit sama dengan daerah sekitarnya.
-    Perut nampak datar.
Auskultasi :
-    Pristaltik usus 10 x/menit
-    Tidak terdengar bising usus.
Perkusi :
-    Terdengar bunyi tympani kecuali pada daerah kuadran kanan atas.
-    Pekak pada daerah hepar.
Palpasi :
-    Nyeri tekan pada daerah supra pubic.
-    Todal teraba adanya massa.
q.    Status urologi
-    Klien mengeluh nyeri bila berkemih.
-    Klien mengeluh nyeri pada daerah supra pubic.
-    Urine warna kemerahan, jumlah ? 1500 cc
-    Terpasang catheter tersambung ke urine bag
-    Nyeri tekan daerah suprapubic
-    Terpasang NaCl 0,9 % untuk spul catheter
r.    Genetalia dan anus
Inspeksi :
-    Tampak terpasang catheter, tersambung ke urine bag
-    Tidak tampak adanya kelaian
s.    Ekstremitas
1)    Ekstremitas atas
a)    Motorik
-    Klien dapat menggerakkan eksremitas kiri dan kanan, tapi terbatas karena terpasang infus pada tangan kiri dengan Dextrose 5 % 28 tts/menit.
-    Tonus otot kanan/kiri baik
-    Kekuatan otot nilai 5/5
b)    Refleks
-    Biceps kiri/kanan    : normal (+/+)
-    Triceps kiri/kanan    : normal (+/+)
c)    Sensori
-    Tidak ada nyeri tekan
-    Sensitif terhadap rangsang suhu/raba
2)    Ekstremitas bawah
a)    Motorik
-    Kekuatan otot nilai 5/5
-    Tonus otot baik
-    Klien dapat melakukan pergerakan
b)    Refleks
-    Patella kanan/kiri        : (+/+)
-    Achilles kanan/kiri        : (+/+)
-    Babinsky kanan/kiri        : ( -/- )
c)    Sensori
-    Tidak ada nyeri tekan
-    Sensitif terhadap rangsang suhu/raba
t.    Status neurologis
Tingkat kesadaran     : Composmentis
1)    N. I (Olfaktorius)    : klien dapat membedakan bau
2)    N II (opticus)        : klien dapat melihat dengan jelas
3)    N III, IV, VI (oculomotorius, trochlearis dan abducens)
-    Kontriksi pupil bila ada cahaya
-    Kelopak mata dapat membuka dan menutup
-    Pergerakan bola mata ke segala arah.

4)    N V (trigeminus)
-    Cornea refleks : berespon terhadap sentuhan kapas
5)    N. VII (Fascialis)
-    Gerakan mimik sesuai dengan perasaan (meringis – nyeri)
-    Pengecapan 2/3 lidah bagian depan dapat mempersepsikan rasa manis.
6)    N. VIII (acusticus)
-    Fungsi pendengaran terganggu, klien kurang dapat mendengar dengan jelas
7)    N. IX, X (Glossofaringeus dan vagus)
-    Refleks menelan baik
-    Pengecapan 2/3 lidah bagian belakang, dapat mempersepsikan rasa pahit.
8)    N XI (Assesoris)
-    Klien dapat memalingkan muka ke kiri dan ke kanan
-    Klien dapat mengangkat bahu
9)    N XII (hypoglosus) tidak ada deviasi lidah
-    Kaku kuduk ( - )
4.    Pemeriksaan Diagnostik
a.    Laboratorium 23 Juli 2003    Normal
-    Hb    : 12,6 gr%    11 – 0 – 18,0 gr
-    Leucosit    : 10.700 rb/mm3    4000 – 10.000 rb/mm3
-    LED    : 85 mm/jam    0 – 20 mm/jam
-    Trombocyte    : 361.000    150-400 rb/mm3
-    Basofil    : 0 %    0 – 2 %
-    Eosinofil    : 5 %    0 – 5 %
-    Netrofil batang    : 2 %    2 – 4 %
-    Netrofil segmen    : 68 %    50 – 80 %
-    Limfosit    : 23 %    25 – 50 %
-    Monosit    : 2 %    2 – 10 %
-    Waktu perdarahan    : 2 menit    1 – 3 menit
-    Glukosa sewaktu    : 109 mg/dl    80 – 180 mg/dl
-    Ureum    : 32,3 mg/dl    10 – 50 mg/dl
-    Creatinin    : 0,84 mg/dl    P 0,50 – 0,9 mg/dl
b.    Radiologi. Tgl 23 Juli 2003
-    Kesan Hypertensi prostat
5.    Pola Kegiatan Sehari-hari
a.    Nutrisi
1)    Kebiasaan
-    Pola makan teratur yang terdiri dari : nasi, sayur, lauk dan buah.
-    Frekwensi 3 kali sehari.
-    Nafsu makan baik.
-    Tidak ada makanan tertentu yang disukai.
-    Makanan pantang tidak ada.
-    Banyaknya diminum/hari : 8 gelas/2500 cc/hari.
2)    Perubahan selama sakit
-    Pola makan teratur yang terdiri dari : nasi, sayur, lauk dan buah.
-    Frekuensi makan 3 x sehari.
-    Kurang nafsu makan, porsi makan tidak dihabiskan ½ porsi.
b.    Eliminasi
1)    BAB
a)    Kebiasaan
-    Frekuensi    : 1 – 2  x /hari
-    Warna        : kuning
-    Konsistensi    : lembek
b)    Perubahan selama sakit
-    Frekuensi    : 1  x /2 hari
-    Warna        : kuning
-    Konsistensi    : lembek
2)    BAK
a)    Kebiasaan
-    Frekuensi    : 4 – 5 x /hari
-    Warna        : kuning jernih
-    Jumlah        : ? 1500 cc

b)    Perubahan selama sakit
-    Frekuensi    : terpasang catheter tetap.
-    Warna        : warna agak merah
-    Bau        : pesing
-    Jumlah        : ? 1500 cc
-    Terpasang NaCl untuk spul catheter.
-    Klien menggunakan catheter dengan jumlah 1500 cc.
-    Ada nyeri saat berkemih.
c.    Olahraga dan aktivitas
-    Klien tidak suka berolahraga.
-    Perubahan selama sakit : klien tidak beraktifitas.
d.    Istirahat dan tidur
1)    Kebiasaan
-    Tidur malam mulai jam 23.00 s.d jam 05.00 (6 jam).
-    Tidur siang mulai jam 14.00 s.d 15.30 (1 ½ jam)
-    Klien tidak mudah terbangun.
-    Yang menolong klien untuk tertidur nyenyak adalah suasana tenang dan membaca
2)    Perubahan selama sakit
-    Klien mengatakan tidur malam ? 4 jam dari 24.00 – 04.00.
-    Klien mengatakan tidur siang ? 1 jam.
-    Klien sering terbangun.
-    Klien mengeluh sulit tidur.
e.    Personal hygiene
1)    Kebiasaan
-    Mandi 2 x sehari menggunakan sabun mandi.
-    Menyikat gigi 2 x sehari.
-    Mencuci rambut 2 x/seminggu.
2)    Perubahan selama sakit
-    Mandi 1 x sehari dan dibantu oleh keluarga.
-    Menyikat gigi 2 x/hari.
-    Belum pernah cuci rambut.
6.    Pola Interaksi Sosial
-    Orang yang paling dekat dengan klien adalah istri.
-    Bila ada masalah klien membicarakan dengan istri.
-    Klien menyelesaikan masalah dengan cara musyawarah.
-    Interaksi dalam keluara baik.
-    Klien mudah bergaul.
7.    Keadaan psikologis selama sakit
-    Klien berharap agar dapat cepat sembuh
-    Interaksi dengan petugas kesehatan baik
-    Klien mengatakan kebutuhan sehari-harinya dilayani di tempat tidur.

8.    Kegiatan keagamaan
Klien beragama kristen, rajin mengikuti kebaktian.
9.    Perawatan dan Pengobatan
a.    Perawatan : bedrest dengan anjuran mobilisasi ringan
b.    Pengobatan

-    Broadced 1 gr/12 jam.
-    Transamin 1 amp/18 jam.
-    Toradol 1 amp/8 jam.
-    Cemitidin 1 amp.
-    Diazepam 1 tab kalau perlu
-    Ciprofloxacin 500 mg 3 x 1 tablet.
-    Asam mefenamat 500 mg 3 x 1 tablet

KLASIFIKASI DATA

Data Subjektif :
-    Klien mengeluh nyeri pada daerah operasi (supra pubic)
-    Klien mengatakan nyeri meningkat bila klien bergerak
-    Klien mengeluh nyeri bila berkemih
-    Klien mengeluh sulit tidur.
-    Klien mengatakan jumlah jam tidur malam 4 jam, siang 1 jam.

Data Objektif
-    Ekspresi wajah meringis
-    Terpasang catheter tersambung ke urine bag.
-    Terpasang NaCl 0,9% untuk spul catheter.
-    Urine warna kemerahan.
-    Jumlah urine ? 1500 cc
-    Terpasang infus Dext 5 % 28 tetes/menit pada tangan kiri
-    Vital sign :    T    : 110/60 mmHg    N    : 80 x/menit
P    : 16 kali/menit        S    : 37o C

ANALISA DATA


PRIORITAS MASALAH

1.    Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih ditandai dengan :
DS :
-    Klien mengeluh nyeri pada daerah operasi (supra pubic)
-    Klien mengatakan nyeri meningkat bila klien bergerak
-    Klien mengeluh nyeri bila berkemih
DO :
-    Ekspresi wajah meringis
-    TTV :
T    : 110/60 mmHg
N    : 80 x/menit
P    : 16 kali/menit
S    : 37o C
2.    Perubahan pola berkemih berhubungan dengan prosedur pembedahan (lithotripsi).
DS :
-    Klien mengeluh nyeri bila berkemih
DO :
-    Terpasang catheter tersambung ke urine bag.
-    Terpasang NaCl 0,9% untuk spul catheter.
-    Urine warna kemerahan.
-    Jumlah urine ? 1500 cc
3.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan stimulus eksternal.
DS :
-    Klien mengeluh sulit tidur.
-    Klien mengatakan jumlah jam tidur malam 4 jam, siang 1 jam.
DO : -
4.    Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.
DS : -
DO :
-    Terpasang catheter tersambung ke urine bag.
-    Terpasang NaCl 0,9% untuk spul catheter.
-    Urine warna kemerahan.
-    Terpasang infus Dext 5 % 28 tetes/menit pada tangan kiri

file lengkap

0 Response to "Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. T dengan Hypertropi Prostat Di Ruang Bedah Lantai IVA RS. Tk. II Pelamonia Makassar"

Post a Comment

* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya