Proposal kesehatan "analisis hubungan penerapan model asuhan keperawatan profesional (makp) tim dengan kepuasan pasien"

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Peningkatan mutu pelayanan RS. ditentukan dengan penerapan model asuhan keperawatan profesional diantaranya menggunakan model tim, asuhan ini memberikan rasa tanggung jawab perawat yang lebih tinggi sehingga terjadi peningkatan kinerja kerja dan kepuasan pasien ( Clifforth & Horvath, 1990). Kepuasan pasien ditentukan salah satunya dengan pelayanann keperawatan. Menurut Azwar (1996) pasien merasa kurang puas terhadap pelayanan keperawatan karena pelayanan tersebut tidak optimal. Di RS. Baptis Kediri sejak diterapkannya model asuhan keperawatan profesional tim awal tahun 2002 sebagian besar dari pasien masih menyatakan ketidakpuasan terhadap pelayanan hal ini dibuktikan banyaknya surat di kotak saran tentang pelayanan perawat yang kurang optimal                                (Dokumentasi RS. Baptis, 2002 – 2004). Keadaan tersebut berdampak terhadap penurunan BOR, hal ini dapat dilihat dari hasil BOR pasien yang mengalami fluktuasi di bulan terakhir 2004 pada tabel 1.1. Namun dalam hal ini belum diketahui secara terperinci dimana ketidaksesuaian pelayanan terhadap kepuasan pasien tersebut terutama dalam penerapan model asuhan keperawatan profesional tim.
Tabel 1.1 Jumlah BOR RS. Baptis Kediri, 2004
BULAN    BOR
Januari    88%
Februari    72 %
Maret    69 %
April    67 %
Mei    50 %
Juni    80%
Mei    50 %
Penerapan model asuhan keperawatan profesional tim, apabila tanggung jawab atau peran perawat baik dalam hal ( dokumentasi, timbang terima, supervisi, dan sentralisasi obat ) tidak dijalankan dengan baik, yang berarti menunjukkan kinerja kerja perawat juga menurun (Nursalam, 2002). Menurunnya kinerja kerja perawat dapat mengakibatkan suatu pelayanan asuhan keperawatan rendah dan pasien tidak puas. Apabila pasien tidak merasa puas maka jumlah pasien (BOR), juga mengalami penurunan yang berarti mengalami penurunan pendapatan RS, dan apabila hal ini terus berlanjut akan memberikan dampak kepada pengembangan rumah sakit, yang akhirnya juga mengenai perawat dalam pemberian asuhan keperawatan dan juga reward yang diterima perawat (Susilowati,1999), sehingga perawat menjadi malas untuk bekerja. Apabila asuhan keperawatan menjadi rendah maka dapat memicu untuk ketidakpuasan pasien dan terus demikian berulang secara terus menerus.
Kepuasan atau ketidakpuasan adalah suatu keputusan penilaian. Tingkat kepuasan pelayanan pasien dari persepsi pasien atau keluarga terdekat. Kepuasan pasien akan tercapai bila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan pasien dan keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap kepada kebutuhan pasien sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik-baiknya antara tingkat rasa puas dan derita serta jerih payah yang harus dialami guna memperoleh hasil tersebut. Dalam kepuasan suatu pelayanan di rumah sakit hal ini dipengaruhi karena adanya komunikasi, Empati, biaya, tangibility, assurance, reability, dan responsiveness                      (A.A. Gde Muninjaya, 2004). Hubungan yang baik antara pasien dan perawat dapat dilakukan apabila menerapkan suatu model asuhan keperawatan yang baik. Dengan menerapkan model yang baik maka pelayanan pasien menjadi sempurna sehingga pasien dapat terpenuhi kepuasannya.
Untuk mengatasi hal tersebut diatas sehingga perlu penataan sistem model asuhan keperawatan professional (MAKP) mulai dari ketenagaan atau pasien dan penetapan sistem tersebut (Nursalam, 2000). Seperti halnya model asuhan keperawatan di rumah sakit Baptis Kediri yaitu model Tim dimana untuk menerapkan MAKP ini perlu adanya suatu koordinasi dari segala aspek yaitu: tanggung jawab perawat tim mengenai supervisi, dokumentasi keperawatan sentralisasi obat, timbang terima dan ronde keperawatan (Nursalam, 2002). Dengan berkembangnya ilmu keperawatan terutama dalam hal manejemen maka peneliti dalam hal ini mencari gambaran tentang hubungan penerapan model asuhan keperawatan profesional tim dengan kepuasan pasien, apakah model ini sangat berhubungan dengan kepuasan pasien terutama dalam penerapan di Rumah Sakit Baptis Kediri.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan data dalam latar belakang maka rumusan pertanyaan sebagai berikut:
1.    Bagaimanakah tanggung jawab perawat dalam penerapan MAKP Tim di Rumah Sakit Baptis Kediri ?
2.    Bagaimanakah kepuasan pasien di Rumah Sakit Baptis Kediri ?
3.    Bagaimanakah hubungan tanggung jawab perawat dengan kepuasan pasien di Rumah Sakit Baptis Kediri ?
4.    Bagaimanakah penerapan Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim di Rumah Sakit Baptis Kediri ?
5.    Bagaimanakah hubungan antara penerapan timbang terima dengan kepuasan pasien ?
6.    Bagaimanakah hubungan antara penerapan sentralisasi obat dengan kepuasan pasien ?
7.    Bagaimanakah hubungan antara penerapan dokumentasi keperawatan dengan kepuasan pasien ?
8.    Bagaimanakah hubungan antara penerapan supervisi dengan kepuasan pasien?

1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1    Tujuan Umum
Menganalisis hubungan penerapan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) TIM dengan kepuasan pasien di RS. Baptis Kediri.
1.3.2    Tujuan  Khusus
1.    Mengidentifikasi tanggung jawab perawat dalam penerapan MAKP Tim.
2.    Mengidentifikasi kepuasan pasien di Rumah Sakit Baptis Kediri.
3.    Mengidentifikasi hubungan tanggung jawab perawat dengan kepuasan pasien di Rumah Sakit Baptis Kediri ?
4.    Mengidentifikasi penerapan Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim di Rumah Sakit Baptis Kediri ?
5.    Menganalisis hubungan antara penerapan timbang terima dengan kepuasan pasien.
6.    Menganalisis hubungan antara penerapan sentralisasi obat dengan kepuasan pasien.
7.    Menganilisis hubungan antara penerapan dokumentasi keperawatan dengan kepuasan pasien.
8.    Menganalisis hubungan antara penerapan supervisi dengan kepuasan pasien.

1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1    Teoritis:
1.    Dapat dijadikan informasi bagian akademis/pendidikan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan penerapan model asuhan keperawatan profesional tim.
2.    Meningkatkan pengetahuan perawat dalam menerapkan Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim.
3.    Meningkatkan pemahaman perawat tentang hubungan MAKP tim dengan tingkat kepuasan pasien
1.4.2    Praktis:
1.    Dapat digunakan oleh manajer RS. untuk informasi mengenai kepuasan pasien dirumah sakit.
2.    Memberikan masukan kepada rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan yang lebih baik lagi.
3.    Dapat digunakan RS. Untuk meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa konsep yang mendasari penelitian yaitu diantaranya tentang: (1) Konsep Model Asuhan Keperawatan Profesional,(2) Konsep Dasar Kepuasan Pasien dan (3) Konsep Kinerja Kerja.
2.1    Konsep Model Asuhan Keperawatan Profesional
2.1.1    Pengertian
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
2.1.2    Dasar pertimbangan pemilihan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP).
Mc. Laughin, Thomas dean Barterm (1995) mengidentifikasikan 8 model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum dilakukan di rumah sakit adalah Keperawatan Tim dan Keperawatan Primer. Karena setiap perubahan akan berdampak terhadap suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan                          (Marquis & Huston, 1998; 143) yaitu:
1.    Sesuai dengan visi dan misi institusi
2.    Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
3.    Efisien dan efektif penggunaan biaya.
4.    Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat.
5.    Kepuasan kinerja perawat.
2.1.3    Jenis Model Asuhan Keperawatan Profesional ( MAKP)
Menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998) ada 4 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan, yaitu:
1.    Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional
Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tugas ( tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada (Nursalam, 2002).
2.    Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care.Metode ini berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002).
3.    Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer
Menurut Gillies (1986) perawat yang menggunakan metode keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse). Pada metode keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 – 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat dirumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas , kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse)
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi keperawatan selama pasien dirawat.
4.    Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatankelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaburatif ( Douglas, 1984). Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim harus berdasarkan konsep berikut:
a.    Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan tehnik kepemimpinan.
b.    Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
c.    Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
d.    Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda- beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 – 3 tim/ group yang terdiri dari tenaga professional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya yaitu (Nursalam, 2002):
1)    Kelebihan :
a.    Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
b.    Mendukung pelaksanakaan proses keperawatan.
c.    Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
2)     Kelemahan :
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

2.1.4    Tanggung Jawab Perawat Dalam Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim (Nursalam, 2002) :
1.    Tanggung jawab anggota tim:
a.    Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya.
b.    Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim.
c.    Memberikan laporan.
2.    Tanggung jawab ketua tim:
a.    Membuat perencanaan.
b.    Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi.
c.    Mengenal/ mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien.
d.    Mengembangkan kemampuan anggota.
e.    Menyelenggarakan konferensi.
3.    Tanggung jawab kepala ruang:
1)    Perencanaan
a.    Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing- masing.
b.    Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya.
c.    Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi dan persiapan pulang bersama ketua tim.
d.    Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/ penjadwalan.
e.    Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
f.    Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologis, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
g.    Mengatur dan mengendalikan asuhan keparawatan:
-    Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan.
-    Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keparawatan.
-    Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah.
-    Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk RS.
h.    Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri.
i.    Membantu membimbing terhadap peserta  didik keprawatan.
j.    Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan di rumah sakit.
2)    Pengorganisasian
a.    Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
b.    Merumuskan tujuan metode penugasan.
c.    Membuat rincian tugas tim dan anggota tim secara jelas.
d.    Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 2 ketua tim dan ketua tim membawahi 2 – 3 perawat.
e.    Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain- lain.
f.    Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.
g.    Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.
h.    Mendelegasikan tugas kepala ruang tidak berada di tempat, kepada ketua tim.
i.    Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien.
j.    Identifikasi masalah dan cara penanganannya.

3)    Pengarahan
a.    Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.
b.    Membrikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik.
c.    Memberikan motivasi dlam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
d.    Menginformasikan hal – hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan askep pasien.
e.    Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.
f.    Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya.
g.    Meningkatkan kolaburasi dengan anggota tim lain.
4)    Pengawasan
a.    Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim dalam pelaksanaan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.
b.    Melalui supervisi:
-    Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/ mengawasi kelemahannya yang ada saat itu juga.
-    Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.
-    Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim.
-    Audit keperawatan.

2.1.5    Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim

Gambar 2.1. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan” Team Nursing”               (Marquis & Huston, 1998,p. 149)

2.1.6    Penentuan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Pada penerapan MAKP harus mampu memberikan asuhan keperawatan profesional dan untuk diperlukan penataan 3 komponen utama (Nursalam, 2002):
2.1.6.1.    Ketenagaan
Saat ini jumlah dan jenis tenaga keperawatan kurang mampu untuk memberi asuhan keperawatan yang profesional. Hal ini terlihat dari komposisi tenaga yang ada mayoritas lulusan SPK. Disamping itu jumlah tenaga keperawatan ruang rawat tidak ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien. Pada suatu pelayanan profesional jumlah tenaga yang diperlukan tergantung pada jumlah klien dan derajat ketergantungan klien. Menurut Douglas (1984) klasifikasi derajat ketergantungan klien dibagi 3 kategori yaitu : perawat minimal memerlukan waktu 1 -2 jam/ 24 jam, perawatan intermediet memrlukan waktu 3 – 4 jam/ 24 jam , perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5 – 6 jam/ 24 jam. Dalam penelitian Douglas (1975) tentang jumlah tenaga perawat di rumah sakit, di dapatkan jumlah yang dibutuhkan pada pagi, sore dan malam tergantung pada tingkat ketergantungan pasien.

2.1.6.2.    Metode pemberian asuhan keperawatan
Terdapat 4 metode pemberian asuhan keperawatan yaitu metode fungisonal, metode kasus, metode tim dan metode keperawatan primer (Gillies, 1989).
Dari keempat metode ini, metode yang paling memungkinkan pemberian pelayanan profesional adalah metode tim dan primer. Dalam hal ini adanya sentralisasi obat, timbang terima, ronde keperawatan dan supervisi (Nursalam, 2002).
1.    Sentralisasi Obat
Kontroling terhadap penggunaan dan konsumsi obat, sebagai salah satu peran perawat perlu dilakukan dalam suatu pola/ alur yang sistematis sehingga penggunaan obat benar – benar dapat dikontrol oleh perawat sehingga resiko kerugian baik secara materiil maupun secara non material dapat dieliminir.
1)    Tujuan
a.    Tujuan Umum
    Meningkatkan mutu pelayanan kepada klien, terutama dalam pemberian obat.
    Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat secara hukum maupun secara moral.
    Mempermudah pengelolaan obat secara efektif dan efesien.
b.    Tujuan Khusus
    Menyeragamkan pengelolaan obat.
    Mengamankan obat – obat yang dikelola.
    Mengupayakan ketepatan pemberian obat dengan tepat klien, dosis, waktu, dan cara.
2)    Tehnik pengelolaan obat kontrol penuh ( sentralisasi)
Tehnik pengelolaan obat kontrol penuh ( sentralisasi) adalah pengelolaan obat dimana seluruh obat yang akan diberikan pada pasien diserahkan sepenuhnya pada perawat. Pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh perawat.
a.    Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruangan yang secara operasional dapat didelegasikan pada staf yang ditunjuk.
b.    Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat.
c.    Penerimaan obat :
•    Obat yang telah diresepkan dan telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada perawat dengan menerima lembar serah terima obat.
•    Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah dan sediaan dalam kartu kontrol dan diketahui oelh keluarga / klien dalam buku masuk obat. Keluarga atau klien selanjutnya mendapatkan penjelasan kapan/ bilamana obat tersebut akanhabis.
•    Klien/ keluarga untuk selanjutnya mendapatkan salinan obat yang harus diminum beserta sediaan obat.
•    Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat dalam kotak obat.
d.    Pembagian obat
•    Obat yang diterima untuk selanjutnya disalin dalam buku daftar pemberian obat.
•    Obat – obat yang telah disiapkan untuk selanjutnya diberikan oleh perawat dengan memperhatikan alur yang etrcantum dalam buku daftar pemberian obat, dengan terlebih dahulu dicocokkan dengan terapi di instruksi dokter dan kartu obat yang ada pada klien.
•    Pada saat pemberian obat, perawat menjelaskan macam obat, kegunaan obat, jumlah obat dan efek samping.
•    Sediaan obat yang ada selanjutnya dicek tiap pagi oleh kepala ruangan/ petugas yang ditunjuk dan didokumentasikan dalam buku masuk obat. Obat yang hampir habis diinformasikan pada keluarga dan kemudian dimintakan kepada dokter penanggung jawab pasien.
e.    Penambahan obat baru
•    Informasi ini akan dimasukkan dalam buku masuk obat dan sekaligus dilakukan perubahan dalam kartu sediaan obat.
•    Obat yang bersifat tidak rutin maka dokumentasi hanya dilakukan pada buku masuk obat dan selanjutnya diinformasikan pada keluarga dengan kartu khusus obat.

f.    Obat Khusus
•    Sediaan memiliki harga yang cukup mahal, menggunakan rute pemberian obat yang cukup sulit, memiliki efek samping yang cukup besar.
•    Pemberian obat khusus menggunakan kartu khusus.
•    Informasi yang diberikan kepada keluarga/ klien : nama obat, kegunaan, waktu pemberian, efek samping, penanggung jawab obat, dan wadah obat. Usahakan terdapat saksi dari keluarga saat pemberian obat.
3)    Pengelolaan obat tidak penuh ( desentralisasi)
a.    Penerimaan dan pencatatan obat
•    Obat yang telah diambil oelh keluarga diserahkan pada perawat.
•    Obat yang diserahkan dicatat dalam buku masuk obat.
•    Perawat menyerahkan kartu pemberian obat kepada keluarga / pasien.
•    Penyluhan tentang : rute pemberian obat, waktu pemberian, tujuan, efek samping.
•    Perawat menyerahkan kembali obat pada keluarga / pasien dan menandatangani lembar penyuluhan.
b.    Pemberian obat
•    Perawat melakukan kontroling terhadap pemberian obat.
•    Dicek apakah ada efek samping, pengecekan setiap pagi hari untuk menentukan obat benar – benar diminum sesuai dosis.
•    Obat yang tidak sesuai/ berkurang dengan perhitungan diklarifikasi dengan keluarga.
c.    Penambahan obat
•    Penambahan obat dicatat dalam buku masuk obat.
•    Melakukan penyuluhan oabt baru sebelum diserahkan pada pasien.
d.    Obat khusus
•    Penyuluhan obat khusus diberikan oleh perawat primer.
•    Pemberian obat khusus sebaiknya oleh perawat.

2.    Timbang Terima
Adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu ( laporan ) yang berkaitan dengan keadaan klien.
1)    Tujuan
•    Menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum klien.
•    Menyampaikan hal penting yang perlu ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya.
•    Tersusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
2)    Langkah – langkah
•    Kedua shif dalam keadaan siap.
•    Shfi yang akan menyerahkan perlu mempersiapkan hal apa yang akan disampaikan.
•    Perawat primer menaympaikan kepada penanggung jawab shif yang selanjutnya meliputi ; kondisi, tindak lanjut, rencana kerja.
•    Dilakukan dengan jelas dan tidak terburu – buru.
•    Secara langsung melihat keadaan klien.


3)    Prosedur timbang terima
a.    Persiapan
•    Kedua kelompok sudah siap.
•    Kelompok yang bertugas menyiapkan buku catatan.
b.    Pelaksanaan
•    Timbang terima diloaksanakan setiap pergantian shif.
•    Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima dengan mengkaji secara komperhensif yang berkaitan tentang masalah keperawatan, rencana tindakan yang sudah dan belum dilakukan serta hal penting lannya.
•    Hal yang bersifat khusus dan memerlukan perincian yang lengkap dicatat secara khusus untuk kemudian diserahkan kepada perawat jaga berikutnya.
•    Hal yang perlu diberitahukan dalam timbang terima: identitas dan diagnosa medis, masalah keperawatan, tindakan yang sudah dan belum dilakukan, intervensi

c.    Alur timbang terima

Gambar 2.2 Alur Timbang Terima RSUD Dr. Soetomo


3.    Ronde Keperawatan
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, perawat assosciate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim.

1)    Tujuan
a.    Menumbuhkan cara berpikir secara kritis.
b.    Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah klien.
c.    Meningkatkan validitas data klien.
d.    Menilai kemampuan justifikasi.
e.    Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja.
f.    Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan.
2)    Peran
a.    Ketua Tim dan Anggota Tim
•    Menjelaskan keadaan dan data demografi klien.
•    Menjelaskan masalah keperawata utama.
•    Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan.
•    Menjelaskan tindakan selanjutnya.
•    Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.
b.    Peran Ketua Tim lain dan atau konselor
•    Memberikan justifikasi
•    Memberikan reinforcement.
•    Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan yang rasional.
•    Mengarahkan dan koreksi.
•    Mengintegrasi teori dan konsep yang telah dipelajari.
3)    Persiapan
a.    Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
b.    Pemberian inform consent kepada klien/ keluarga.
4)    Pelaksanaan
a.    Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan atau telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
b.     Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut.
c.    Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau perawat konselor/ kepala ruangan tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.
d.    Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan ditetapkan.
5)    Langkah – langkah

Gambar 2.3 Langkah – langkah ronde keperawatan
6)    Pasca ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.
4.    Supervisi

Gambar 2.4 Alur supervisi

2.1.6.3.    Dokumentasi  Asuhan keperawatan (Ratna Sitorus, 2001)
Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Karena adanya dokumentasi yang baik informasi mengenai keadaan kesehatan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. Disamping itu dokumentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian asuhan keperawatan. Secara lebih spesifik dokumentasi berfungsi sebagi sarana komunikasi antar profesi kesehatan, sumber data untuk pemberian asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian, sebagai bukti pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan asuhan keperawatan, dan sarana untuk pemantauan asuhan keperawatan. Dokumentasi dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien. Dokumentasi berdasarkan pemecahan masalah terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan keperawatan dan catatan perkembangan pasien.
Pada model PKP juga terdapat format dokumentasi seperti disebutkan diatas, namun pada model ini dikembangkan standar rencana keperawatan berdasarkan literatur. Penetapan standar rencana keperawatan ini diharapkan dapat membuat efisiensi waktu bagi perawat.
Catatan tindakan keperawatan juga dibuat lebih spesifik untuk memungkinkan pendokumentasian semua tindakan keperawatan. Catatan perkembangan pasien juga dilakukan setiap hari yang bertujuan menilai tingkat perkembangan pasien. Rencana keperawatan dan catatan perkembangan pasien dilakukan oleh PP dan catatan tindakan dilakukan oleh PP dan PA atau sesuai perannya masing- masing.

2.2    Konsep Dasar Kepuasan Pasien
2.2.1    Pengertian
Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian atau diskonfirasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja actual yang dirasakan setelah memakainya (Tse dan Wilson,1998). Kotler (1994) mendasarkan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.
Teori kepuasan menekankan pemahaman faktor-faktor dalam individu yang menyebabkan mereka bertindak dengan cara tertentu(Wirawan, 1994). Individu mempunyai kebutuhannya sendiri sehingga ia dimotivasi untuk mengurangi atau memenuhi kebutuhan tersebut, artinya individu akan bertindak atau berperilaku dengan cara yang menyebabkan kepuasan kebutuhannya                                            (Stoner, 1986 dikutip oleh Wirawan 1994).
Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Dengan demikian tingkat kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan. Kepuasan pelanggan rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain atau kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor, antara lain yang bersangakutan dengan:
1.    Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali datang.
2.    Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharap.
3.    Prosedur perjanjian.
4.    waktu tunggu
5.    Fasilitas umum yang tersedia.
6.    Fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, privacy dan pengaturan kunjungan.
7.    Outcame terapi dan perawatan yang diterima.

2.2.2    Kepuasan pelanggan
Merupakan dasar yang penting dalam mengukur mutu dari pelayanan. Tingkat kepuasan pasien adalah sangat tergantung pada kinerja penyaji jasa.  Kepuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap evaluasi yang ia rasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Jadi tingkat kepuasan pasien merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja melebihi harapan , pelanggan akan sangat puas. .(Tjiptono Fandy, 1998)
Tingkat kepuasan pelayanan pasien dari persepsi pasien atau keluarga terdekat. Kepuasan pasien akan tercapai bila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien dan keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap kepada kebutuhan pasien sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik-baiknya antara tingkat rasa puas dan derita serta jerih payah yang harus dialami guna memperoleh hasil tersebut.
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggan, diantaranya:
1.    Sistem keluhan dan saran
Pemberi jasa perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka.
2.    Survei kepuasan pasien.
Melalui survei, akan diperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa pemberi jasa menaruh perhatian kepada pelanggannya.


3.    Ghos shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang berperan sebagai pelanggan produk perusahaan pesaing.
4.    Lost customer analysis
 Metode ini dengan menghubungi pelanggannya yang telah berhenti membeli.       ( Supranto J,MA, 1997).

2.2.3    Mengukur kepuasan pelanggan
Kepuasan atau ketidakpuasan adalah suatu keputusan penilaian. Satu langkah lebih maju daripada membandingkan penggunaan pengalaman (nilai riil) terhadap beberapa standart terhadap nilai yang diharapkan atau diantisipasi. Puas atau tidak puas tergantung pada:
1.    Sikapnya terhadap ketidaksesuaian ( rasa senang atau tidak senang).
2.    tingkatan daripada evaluasi “baik atau tidak” untuk dirinya, melebihi atau dibawah standart.
Standart mungkin adalah suatu harapan dimana nilai yang diharapakan akan terwujud, sebelumnya lebih dulu melakukan pembelian atau menggunakan. Standart dapat berupa :
1.    penampilan yang diperkirakan.
2.    Berdasarkan norma dan pengalaman
3.    Kewajaran
4.    Nilai – nilai
5.    Ideal
6.    Toleransi minimum
7.    Kepantasan
8.    Keinginan atau janji penjual.
“Pelanggan adalah raja” adalah motto yang popular diperusahaan. Banyak slogan dipergunakan untuk mengenal pelanggan kita dan dipergunakan untuk motivasi, antara lain “ pelanggan” adalah:
1.    Orang paling penting dalam setiap kesibukan atau bisnis kita.
2.    Tidak bergantung pada kita. Kita bergantung kepada mereka.
3.    Tidak merepotkan kita, mereka adalah yang kita maksud.
4.    Bagian dari kita, bukan diluar kita.
5.    Tidak sekedar statistic. Mereka memiliki perasaan emosi seperti kita.
6.    Orang yang dating kepada kita dengan kebutuhan dan keinginannya. Adalah tugas kita untuk memenuhinya.
7.    Mereka adalah darah kehidupan organisasi, tanpa mereka kita tidak ada.

Untuk mengukur sejauhmana pelaksanaan itu berjalan dan mencapai hasil yang diharapkan , dapat diukur dengan hal- hal berikut ini:
1.    Survai kepuasan pasien
Dengan pemberian kuesioner, seperti survai kepuasan pasien.
2.    Kesan pasien
Kesan yang diterima saat konsultasi biaya, konsultasi medik dan pertemuan khusus denga pasien.
3.    Laporan
Laporan dari pasien, lewat dokter, perawat, Koran, kenalan dan tokoh masyarakat.
2.2.4    Komponen kepuasan total ( Boy S., 2004)
Aspek yang terkait dengan kepuasan pasien ada 4 jenis seperti berikut ini:
1.    Aspek kenyamanan
2.    Aspek hubungan pasien dengan staf rumah sakit.
3.    Aspek kompetensi
4.    Aspek biaya
Hal diatas perlu diuraikan secara konkrit sehingga dapat dilaksanakan dengan lebih mudah, selain itu ada pula yang diluar 4 aspek diatas, atau merupakan aspek gabungan.
Tabel. 2.1 : Kepuasan Pasien secara Total
NO    KOMPONEN    PENJELASAN

2.2.5    Respon Ketidakpuasan
Menurut Sigh dalam Tjiptono (2000) mengatakan apabila pelanggan tidak puas, maka bentuk ketidakpuasan tersebut dapat diwujudkan dalam 3 respon:
1.    Voice respoon yaitu apabila pelanggan yang tidak puas menyampaikan keluhannya kepada perusahaan yang bersangkutan. Respon ini sangat menguntungkan perusahaan.
2.    Private response yaitu apabila pelanggan yang tidak puas menyampaikan keluhannya kepada orang lain baik teman, kolega atau keluarganya. Tindakan ini berdampak besar bagi citra perusahaan.
3.    Third-Party response yaitu apabila pelanggan yang tidak puas menyampaikan keluhannya dengan mengadu lewat media massa, lembaga konsumen atau institusi hokum. Tindakan ini sangat ditakuti oelh sebagian besar perusahaan.

2.2.6    Faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan. Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor             ( A.A. Gde Muninjaya, 2004):
1.    Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personel contact.
2.    Empati ( sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien ( complience).
3.    Biaya (cost) tingginya biaya pelayanan akan dianggap sebagai sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya.
4.    Penampilan fisik ( kerapian petugas) kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility).
5.    Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan ( assurance), ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini.
6.    Keandalan dan keterampilan (  reability) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan.
7.    Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien                                             ( responsiveness).

2.2.7    Dimensi Kepuasan
Menurut Azwar (1996) bahwa dimensi kepuasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.    Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan standart dan kode etiok profesi.
Kepuasan pemakai jasa kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standart dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan standart dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Menurut Azwar (1996) ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:
1)    Hubungan dokter – pasien.
Terbinanya hubungan dokter atau perawat – pasien yang baik adalah salah satu dari kewajiban etik adalah amat diharapkan setiap pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal ingin diketahui oleh pasien.
2)    Kenyaman pelayanan
Kenyamanan yang dimaksud disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi terpenting menyangkut sikap serta tindakan perawat ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
3)    Kebebasan melakukan pilihan
Suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu bila kebebasan memilih ini dapat diberikan dan karena itu harus dapat dilaksanakan oleh setiap penyelenggara pelayanan kesehatan.
4)    Pengetahuan dan kompetensi teknis
Secara umum disebut semakin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis tersebut, maka makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.
5)    Efektifitas pelayanan
Makin efektif pelayanan kesehatan makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.
6)    Keamanan tindakan
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek keamanan tindakan ini harus diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang membahayakan pasien bukanlah pelayanan yang baik dan karena tidak boleh dilakukan.
2.    Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan
Menurut Azwar (1996) suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien mengenai:
1)    Ketersediaan pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia masyarakat.


2)    Kewajaran pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar dalam arti dapat masalah kesehatan kesehatan yang dihadapi.
3)    Kesinambungan pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dikatakan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat berkesinambungan dalam arti tersedia setiap saat baik menurut ataupun kebutuhan pelayanan kesehatan.
4)    Penerimaan pelayanan kesehatan
Untuk dapat menjamin munculnya kepuasan yang terkait dengan mutu pelayanan, maka pelayanan kesehatan tersebut harus dapat diupayakan sehingga oleh pemakaian jasa pelayanan.
5)    Ketercapaian pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang dialokasikan terlalu jauh dari daerah tempat tinggal tentu mudah dicapai. Apabila keadaan ini sampai terjadi, tentu tidak akan memuaskan pasien, maka disebtu suatu pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu.
6)    Keterjangkauan pelayanan kesehatan
Menurut Azwar (1996) keterjangkauan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kepuasan pasien dan kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan maka suatu pelayanan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.


7)    Efisiensi pelayanan kesehatan
Menurut Azwar (1996) puas atau tidaknya pemakai jasa pelayanan mempunyai kaitan erat dengan baik atau tidaknya mutu pelayanan maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu apabila pelayanan tersebut diselenggarakan secara efisiensi.
8)    Mutu pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan, yang apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan pasien, maka suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut menyembuhan pasien serta tindakan yang dilakukan aman.

2.3    Kinerja Kerja
2.3.1    Pengertian
Kinerja kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kapadanya ( Anwar P, 2004).
2.3.2    Faktor – faktor yang mempengaruhi kenerja kerja ( Anwar P, 2004) :
1.    Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata – rata (IQ = 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari – hari, maka itu lebih mudah ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
2.    Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap ( attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi ( tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.
Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik      ( siap secara mental, fisik, tujuan dan situasi). Artinya seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka konseptual

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual hubungan penerapan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim dengan kepuasan pasien.
Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim dimana dalam penerapannya perlu adanya tanggung jawab / peran masing – masing perawat baik itu kepala ruangan, ketua tim, dan anggota tim yang meliputi pelaksanaan dokumentasi keperawatan, supervisi, timbang terima, sentralisasi obat. Apabila hal ini dilakukan secara baik dapat memberikan peningkatan kinerja kerja perawat, yang akhirnya akan memberikan kepuasan kepada pasien. Kepuasan pasien tersebut ternyata ada banyak faktor yang mempengaruhinya baik faktor internal (usia, pendidikan, penyakit) maupun faktor external (sarana & prasarana, petugas kesehatan, lingkungan, sosial ekonomi). Kepuasan pasien dapat dilakukan evaluasi dengan melihat mutu pelayanan di rumah sakit dalam menerapkan komunikasi, empati, biaya, kerapian petugas, assurance, reability, responsiveness yang nantinya memberikan kepuasan pasien secara total.

3.2. Hipotesis
H1    :
1.    Ada hubungan antara tanggung jawab perawat dengan kepuasan pasien.
2.    Ada hubungan antara penerapan timbang terima dengan kepuasan pasien.
3.    Ada hubungan antara penerapan sentralisasi obat dengan kepuasan pasien.
4.    Ada hubungan antara penerapan dokumentasi keperawatan dengan kepuasan pasien.
5.    Ada hubungan antara penerapan supervisi dengan kepuasan pasien.

link = download artikel lengkap

0 Response to "Proposal kesehatan "analisis hubungan penerapan model asuhan keperawatan profesional (makp) tim dengan kepuasan pasien""

Post a Comment

* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya