PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan Keperawatan mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan secara keseluruhan, salah satu faktor pendukung keyakinan di atas ini adalah kenyataan bahwa di unit pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit, dimana tenaga kesehatan yang selama 24 jam harus berada di sisi pasien adalah tenaga keperawatan. Namun sangat disayangkan bahwa pelayanan keperawatan pada saat ini masih jauh dari harapan. Keadaan ini bukan saja disebabkan oleh terbatasnya jumlah tenaga perawatan yang kita miliki, tetapi terutama disebabkan oleh terbatasnya kemampuan profesional yang dimiliki oleh sebagian besar jenis tenaga ini.
Di RUMKITAL Dr. Ramelan saat ini terdapat 215 tenaga perawatan lulusan AKPER dari berbagai institusi pendidikan keperawatan termasuk AKPER Hang Tuah Surabaya, saat ini tercatat sebanyak 82 lulusannya bekerja di RUMKITAL Dr. Ramelan. Besarnya jumlah tenaga perawat dengan pendidikan DIII keperawatan diharapkan mampu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Namun kenyataannya banyak laporan-laporan secara lisan diperoleh peneliti dari Departemen Perawatan RUMKITAL Dr. Ramelan bahwa ada tenaga perawat khususnya lulusan AKPER Hang Tuah Surabaya yang dinas di ruangan penyakit dalam belum memenuhi standar dalam melaksanakan asuhan keperawatan, khususnya dalam pendokumentasian keperawatan.
Dokumentasi keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan dan tindakan. Dalam pendokumentasian perawat mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang diberikan. Serta mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya. Jika keterampilan dokumentasi kurang efektif dapat menimbulkan miscomunication dengan tenaga kesehatan lainnya tentang apa yang sudah, sedang, dan yang akan dikerjakan perawat (Nursalam, 2001; 78).
Dari data pada catatan medik RUMKITAL Dr. Ramelan diperoleh, bahwa tiga kelompok kasus terbanyak pada ruangan penyakit dalam pada periode bulan Juli – Desember 2002 adalah typoid sebanyak 23%, hepatitis virus sebanyak 23% dan DHF sebanyak 18%. Oleh karena itu kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada kasus - kasus tersebut diharapkan lebih baik.
Pada dasarnya setiap lulusan institusi pendidikan D-III keperawatan telah memiliki kemampuan untuk melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan serta sistem dokumentasi keperawatan. Namun kenyataan di lapangan sering tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana yang tersedia (Lawrence Green) dikutip oleh Notoatmodjo (1993;10). Kekurangan dalam pendokumentasian proses perawatan meliputi penggunaan terminologi, dan pencatatan yang tidak standar yang tidak menunjukkan adanya suatu perbedaan tindakan keperawatan yang komplek. Sehingga hal ini akan mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti sangat berminat untuk meneliti hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan keterampilan pendokumentasian keperawatan. Dengan harapan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai salah satu dasar dalam meningkatkan dokumentasi keperawatan di RUMKITAL Dr. Ramelan, sehingga mampu meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pernyataan Masalah
Banyak laporan-laporan secara lisan diperoleh peneliti dari Departemen Perawatan RUMKITAL Dr. Ramelan bahwa ada tenaga perawat khususnya lulusan AKPER Hang Tuah Surabaya yang dinas di ruangan penyakit dalam belum memenuhi standar dalam melaksanakan asuhan keperawatan, khususnya dalam pendokumentasian keperawatan.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, kurangnya pengetahuan dan sikap yang kurang tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien di ruangan penyakit dalam. Bila pendokumentasian keperawatan tidak efektif maka dapat menyebabkan menimbulkan berbagai masalah karena hal tersebut menyangkut aspek hukum, jaminan mutu, komunikasi dan sebagainya.
1.2.2 Pertanyaan Penelitian
1) Adakah hubungan pengetahuan perawat dengan pendokumentasian keperawatan?
2) Adakah hubungan sikap perawat dengan pendokumentasian keperawatan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mempelajari hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pendokumentasian keperawatan di ruangan penyakit dalam RUMKITAL Dr. Ramelan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi pengetahuan perawat di Ruangan Penyakit Dalam RUMKITAL Dr. Ramelan.
2) Mengidentifikasi sikap perawat di Ruangan Penyakit Dalam RUMKITAL Dr. Ramelan.
3) Mengidentifikasi pendokumentasian keperawatan di Ruangan Penyakit Dalam RUMKITAL Dr. Ramelan.
4) Mengidentifikasi hubungan pengetahuan dan pendokumentsian keperawatan di Ruangan Penyakit Dalam RUMKITAL Dr. Ramelan.
5) Mengidentifikasi hubungan sikap dan pendokumentasian keperawatan di Ruangan Penyakit Dalam RUMKITAL Dr. Ramelan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi
Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya.
2. Bagi Institusi
Sebagai masukan dalam rangka menghasilkan lulusan yang berkualitas serta mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif.
3. Bagi Profesi
Untuk meningkatkan profesionalisme, sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
1.5 Relevansi
Pemberian asuhan keperawatan secara profesional melalui pelaksanaan proses keperawatan dan pendokumentasian keperawatan yang efektif akan mempegaruhi kualitas pelayanan keperawatan. Kemampuan perawat untuk melaksanakan pendokumentasian dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap perawat. Kurangnya pengetahuan dan sikap perawat menyebabkan pendokumentasian keperawatan kurang efektif. Peningkatan pengetahuan dan sikap akan meningkatkan keterampilan perawat dalam pendokumentasian keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dikemukakan teori dan konsep yang berhubungan dengan : (1) Standar asuhan keperawatan di Ruangan Penyakit Dalam, (2) pengetahuan, (3) sikap dan (4) dokumentasi keperawatan.
Dalam rangka upaya meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka perlu diterapkan standar asuhan keperawatan yang berfungsi sebagai pedoman kerja bagi tenaga keperawatan dan sebagai tolok ukur mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.
Standar Asuhan Keperawatan menurut Depkes RI (1997) meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Jadi standar asuhan keperawatan mengacu pada tahapan proses keperawatan. Menurut Yura proses keperawatan adalah tindakan yang berurutan, dilakukan secara sistematik untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana itu atau menugaskan orang lain untuk melaksanakannya dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya.
2.1 Standar Asuhan Keperawatan di Ruangan Penyakit Dalam
Pada bagian ini akan dikemukakan standar asuhan keperawatan kasus kasus penyakit dalam di RUMKITAL Dr. Ramelan (S.P. KARUMKITAL Dr. RAMELAN No: Sprin/532/IX/1998 Tanggal : 28 September 1998) yaitu : (1) Standar asuhan keperawatan demam berdarah dengue (DBD), (2) Standar asuhan keperawatan demam tifoid, (3) Standar asuhan keperawatan hepatitis virus akut, (4) Standar asuhan keperawatan dengue shock syndrome, (5) Standar asuhan keperawatan diabetes militus, (6) Standar asuhan keperawatan gastro enteritis, (7) Standar asuhan keperawatan ulcus peptikum, (8) Standar asuhan keperawatan chirosis hepatis, (9) Standar asuhan keperawatan kanker hati primer, (10) Standar asuhan keperawatan gagal ginjal.
Dari data pada catatan medik RUMKITAL Dr. Ramelan diperoleh, bahwa tiga kelompok kasus terbanyak pada ruangan penyakit dalam pada periode bulan Juli – Desember 2002 adalah typoid sebanyak 23%, hepatitis virus sebanyak 23% dan DHF sebanyak 18%. Oleh karena itu pada tinjauan pustaka ini hanya dibahas tentang ketiga kasus tersebut.
2.1.1 Standar Asuhan Keperawatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
1) Pengertian
Demam berdarah dengue adalah salah satu infeksi Arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak remaja dan dewasa yang ditandai demam, nyeri otot dan sendi. Keadaan biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Demam berdarah dengue disebut juga Dengue Haemorhagic fever (DHF).
2) Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh viramia yang ditandai dengan demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal di seluruh tubuh, hiperemia tenggorokan, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu kelainan dapat terjadi pada sistem retikulo endotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa.
Penglepasaan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktifitas dari sistem kalikrein menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler sehingga cairan dari intra vaskuler keluar ke ekstravaskuler. Akibatnya terjadi pengurangan volume dari plasma, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma itu dapat berkurang sampai 30 % atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan plasma tidak segera diatasi maka akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Kelainan yang paling sering ditemukan pada autopsi adalah perdarahan di bawah kulit berupa ptekia, perdarahan saluran pencernaan, paru-paru dan di jaringan periadrenal.
3) Pengkajian
(1) Data Subyektif
Panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan tidak nafsu makan, sakit menelan, pegal seluruh tubuh, nyeri otot dan persendian, punggung, kepala, haus.
(2) Data Obyektif
Suhu tinggi selama 2-7 hari, kulit terasa panas, wajah tampak merah, dapat disertai tanda kesakitan. Nadi cepat, selaput mukosa mulut kering, ruam atau bintik merah dikulit lengan dan kaki. Hiperemia tenggorokan, epistaksis, pembesaran hati dan nyeri tekan, pembesaran limpa, nyeri tekan pada epigastrium.
Pada demam berdarah dengue yang lebih berat adalah :
Uji torniquet positif, abdomen bisa tegang, gejala perdarahan pada hari ketiga atau kelima berupa : petekia purpura, ekimosis, hematemesis, melena, epistaksis. Produksi urine menurun kurang dari 30 ml/ jam.
Gejala-gejala syok renjatan dengue pada hari ketiga dan hari ke tujuh :
Nadi cepat kecil, kulit lembab dan dingin, akral dingin, pernapasan dangkal, tekanan darah turun, gelisah, sianosis perifer pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki.
(3) Data Laboratorium
a. Darah : Ig G dengue positif, trobosit menurun, (trombositopenia). Hematokrit meningkat lebih dari 20 %, lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua dan ketiga.
Masa perdarahan memanjang, protein rendah (hipoproteinemia), klorida rendah (hipokloremia), natrium rendah (hiponatremia).
SGOT/SGPT bisa meningkat, ureum, pH darah bisa meningkat, Asidosis metabolik.
b. Urine : Albuminuria bisa terjadi.
(4) Data Tes Diagnostik (Foto Thorax bisa ditemukan adanya pleural efusion).
(5) Potensial komplikasi : perdarahan luas, syok (renjatan), pleural efusion, penurunan kesadaran
4) Penatalaksanaan Medik
(1) Tirah baring
(2) makan lunak dan minum 2 liter/ 24 jam
(3) pemberian cairan melalui infus
(4) Pemberian obat-obatan : antipiretik, anti konvulsan, antikoagulasi.
5) Diagnosa Perawatan, Hasil yang Diharapkan dan Rencana Tindakan
(1) Hipertermia sehubungan dengan proses infeksi virus dengue.
a. Tujuan : Suhu tubuh normal 36-37 C. Pasien mengatakan badan tidak demam lagi.
b. Rencana Tindakan :
a) Kaji sejauh mana pengetahuan pasien tentang hipertermia
b) Jelaskan penyebab terjadinya hipertermia
c) Jelaskan upaya-upaya untuk mengatasi panas badan dan bantu pelaksanaan upaya tersebut. Tirah baring dan mengurangi aktifitas fisik.
Banyak minum 2-3 liter/ 24 jam. Beri kompres dingin. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian kedap keringat. Ciptakan lingkungan yang tenang dan sirkulasi udara dan kesejukan ruangan yang cukup. Ganti pakaian dan alat tenun jika basah.
d) Observasi dan catat masukan dan keluaran cairan
e) Observasi suhu, nadi, tensi, pernapasan tiap 2-3 jam.
f) Laksanakan program medik : anti piretik, infus, antibiotika.
(2) Nyeri epigastrium sehubungan dengan peningkatan sekresi gaster, asam hidoklorida.
a. Tujuan : Nyeri epigastrium berkurang, hilang
b. Rencana Tindakan :
(a) Observasi intensitas nyeri
(b) Observasi tanda vital tiap 2-3 jam.
(c) Anjurkan/ ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi.
(d) Beri makanan porsi kecil dan sering misal 6 kali/ hari.
(e) Laksanakan program medik : pemberian antasida.
(3) Potensial kurang volume cairan vaskuler sehubungan dengan pindahnya cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler.
a. Tujuan : Pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan vaskuler yang ditandai dengan tanda vital stabil dalam batas normal, produksi urine > 30 cc/jam, pasien tidak merasa haus, mukosa mulut tidak kering.
b. Rencana Tindakan
a) Jelaskan upaya-upaya untuk menambah volume cairan.
b) Beri banyak minum , sesuaikan dengan jumlah infus.
c) Kaji tanda dan gejala kurang volume cairan (selaput mukosa kering, haus, produksi urine menurun).
d) Observasi nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan pernapasan.
e) Monitor masukan cairan dan keluaran cairan.
f) Laksanakan program medik : infus RL atau cairan pengganti plasma, pemeriksaan Hb, hematokrit/ 4-6 jam pada hari I selanjutnya setiap 24 jam atau sesuai perkembangan.
(4) Kurang mandiri merawat diri sehubungan dengan kelemahan fisik penderita.
a. Tujuan : Pasien dapat mandiri untuk mandi, makan dan eliminasi 2 hari setelah suhu normal.
b. Rencana Tindakan
a) Jelaskan upaya-upaya untuk memulihkan kelemahan fisik
b) Berikan bantuan penuh dalam merawat diri dan tingkatkan kemandirian pasien sesuai kemajuan fisik.
c) Letakkan keperluan-keperluan pasien di dekat tempat tidurnya
d) Kaji tingkat kemandirian pasien dalam upaya melakukan perawatan dirinya.
e) Kaji keluhan rasa lemah dalam beraktivitas
(5) Potensial terjadi hipovolemik sehubungan dengan perdarahan yang berlebihan.
a. Tujuan : Tanda vital stabil dalam batas normal, produksi urine > 30 ml/jam, hematokrit dalam batas normal 37-43 %, pasien tidak gelisah, akral hangat.
b. Rencana Tindakan
a) Beri posisi tidur datar
b) Observasi tensi, nadi, pernapasan, akral dan tingkat kesadaran
c) Puasakan makan minum pada perdarahan saluran cerna.
d) Laksanakan program medik : infus cairan RL atau pengganti plasma, transfusi darah atau produk darah lain, pemeriksaan laboratorium : Hb, hematokrit, trombosit.
e) Monitor jumlah masukan dan keluaran cairan
f) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium : Hb, hematokrit, trombosit.
g) Observasi perkembangan bintik-bintik merah di kulit, keluhan lemas, keringat dingin dan tanda-tanda sianosis.
h) Perhatikan keluhan pusing, lemah dan nyeri perut.
i) Ukur dan catat perdarahan yang tampak dari muntahan, cairan lambung, faeces dan urine.
(6) Potensial perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan masukan yang kurang akibat mual, muntah, sakit menelan dan tidak nafsu makan.
a. Tujuan : Pasien tidak mengalami kekurangan nutrisi yang ditandai dengan pasien dapat menghabiskan makanan yang dihidangkan oleh perawat, berat badan (BB) stabil/ dalam batas normal.
b. Rencana Tindakan
a) Bangkitkan selera makan pasien dengan pendekatan kepada penerita
b) Atur posisi yang nyaman pada saat pasien makan.
c) Jelaskan pada pasien faktor penyebab tidak adanya nafsu makan.
d) Ajarkan dan demonstrasikan pada pasien untuk mengatasi bila akan terjadi mual dengan mengambil nafas panjang.
e) Anjurkan pada pasien untuk berdoa sebelum makan.
f) Anjurkan pada pasien agar selalu menjaga kebersihan mulut setelah makan seperti berkumur.
g) Usahakan penyajian makanan yang menarik sehingga menimbulkan selera makan.
h) Usahakan agar lingkungan nyaman ( misalnya tidak membersihkan pispot atau urinal pada waktummakan dan cegah bau yang mengganggu pasien dalam seleranya, serta menciptakan iklim sosial yang menyenangkan), membantu pasien untuk makan sesuai dengan kebutuhannya ( seperti menyuapi, menggunakan slang penduga).
i) Mengamati, mencatat dan melaporkan jumlah makanan yang masuk dan keluar serta kelainan-kelainan yang ditemukan.
j) Berikan makanan tambahan dan sesuaikan dengan dietnya
k) Timbang berat badan 1 kali seminggu
l) Kaji status dan kebutuhan gizi yang berhubungan dengan status fisik misalnya : penambahan dan penurunan berat badan, keadaan alergi, warna kulit, tonus dan turgor, kelainan atau kesulitan untuk mengunyah, menelan makan dan sebagainya.
2.1.2 Standar Asuhan Keperawatan Demam Tifoid
1) Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella C.Paratifoid biasanya lebih ringan dengan gambaran klinis sama
2) Patofisiologi
Penularan salmonella typhi terjadi melalui mulut oleh makanan yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus ke jaringan limfoid dan berkembang biak kemudian kuman masuk aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial hati, limpa dan organ-oragan lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikuloendotelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke jaringan beberapa organ tubuh terutama limpa, usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks peyer, minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga ulserasi plaks peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus-ulkus yang menimbulkan sikatriks. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar.
3) Gambaran Klinis
Masa tunas 10-14 hari
(1) Minggu I
Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi lainnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis, pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.
(2) Minggu II
Demam, baradikardi relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujungnya merah serta tremor). Dapat ditemukan hepatomegali, splenomegali dan meteorismus. Kesadaran somnolent, sopor, koma dan dapat terjadi gangguan mental berupa delirium atau psikosis.
4) Pengkajian
(1) Data Subyektif
a. Demam
b. Nyeri kepala, pusing
c. Nyeri otot
d. Kurang nafsu makan
e. Mual dan muntah
f. Batuk
g. Diare atau susah buang air besar
h. Perasaan tidak enak di perut
i. kembung
(2) Data Obyektif
a. Suhu tubuh meningkat
b. Anoreksia
c. Muntah
d. Diare atau obstipasi
e. Batuk
f. Kadang-kadang epistaksis
g. Hepatomegali
h. Splenomegali
i. Meteorismus
j. Bradikardi relatif
k. Lidah kotor
l. Kesadaran menurun : somnolen, sopor, gangguan mental : delirium dan psikosis
(3) Data laboratorium
a. Darah
a) Hb, Ht normal, turun bila terjadi perdarahan
b) Reaksi widal menderita tifoid pada infeksi yang aktif, titer reaksi widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan minimal sesudah lima hari.
c) Biakan darah positif terhadap salmonella typhi, memastikan tifoid. Hal ini disebabkan karena teknik pemeriksaan saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit, vaksinasi dimasa lampau pengobatan dengan obat antimikroba.
(4) Data Pemeriksaan Diagnostik
Foto abdomen dilakukan bila diduga adanya komplikasi.
5) Potensial Komplikasi
(1) Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus dan ileus paralitik.
(2) Komplikasi ekstra intestinal :
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik trombositopenia dan disebut”Disseminated intravascular coagulation” (DIC) dan sindrome uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis.
d. Hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, spondilitis, artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningitis, polineuritis perifer, psikosis.
6) Penatalaksanaan Medis
(1) Obat-obatan antibiotika yang biasa digunakan ialah kloramfenikol, kotrimoksazol, ampisilin dan amoksilin.
(2) Antipiretika
(3) Bila perlu diberikan lansasia
(4) Tirah baring selama demam untuk mencegah komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
(5) Mobilisasi bertahap bila tidak panas sesuai dengan pulihnya kekuatan
(6) Makanan dapat ditingkatkan sesuai perkembangan keluhan gastrointestinal dalam bentuk saring atau lunak sampai makanan biasa.
(7) Tindakan operasi bila ada komplikasi perforasi.
(8) Transfusi bila diperlukan pada komplikasi perdarahan.
7) Diagnosa Keperawatan
(1) Hipertermia sehubungan dengan proses infeksi salmonella typhi
a. Hasil yang diharapkan : Pasien akan mencapai suhu tubuh yang normal (36-37 C ), tanda vital dalam batas normal, pasien mengatakan badan tidak demam lagi.
b. Rencana Tindakan
a) Kaji sejauh mana pengetahuan pasien tentang hipertermia
b) Jelaskan penyebab terjadinya hipertermia
c) Jelaskan upaya-upaya untuk mengatasi hipertermia dan bantu pasien untuk pelaksanaan upaya tersebut :
(a) Tirah baring dan mengurangi aktifitas fisik.
(b) Banyak minum 2-3 liter/24 jam.
(c) Berikan kompres dingin.
(d) Anjurkan mengenakan pakaian yang tipis dan yang menyerap keringat.
(e) Ciptakan lingkungan yang tenang, sirkulasi udara dan kesejukan ruangan yang cukup.
(f) Ganti pakaian dan alat tenun jika basah.
d) Observasi : suhu, nadi, tensi, pernapasan tiap 3 jam
e) Observasi dan catat masukan dan keluaran cairan
f) Observasi keluhan dan tingkat kesadaran pasien
g) Anjurkan pasien untuk melaporkan bila tubuh terasa panas dan keluhan lainnya.
h) Laksanakan program medik : antibiotika, antipiretika, infus dan pemeriksaan kultur darah.
(2) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari sehubungan dengan kelemahan, immobilisasi.
a. Hasil yang diharapkan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi yang ditandai dengan :
a) Mandi, makan, minum, eliminasi terpenuhi.
b) Pasien berpartisipasi dalam tirah baring.
b. Rencana Tindakan
a) Beri bantuan untuk pemenuhan makan, minum, eliminasi, ganti pakaian dan perhatikan kebersihan mulut, rambut, genetalia dan kuku.
b) Dekatkan semua keperluan pasien dalam jangkauan antara lain bel, meja, dll.
c) Observasi keluhan atas pemenuhan kebutuhan sehari-hari
d) Jelaskan tujuan tirah baring untuk mencegah komplikasi, mempercepat proses kesembuhan.
e) Beri mobilisasi secra bertahap sesudah demam hilang sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien dan tingkatkan kemampuan merawat diri sendiri secara bertahap.
(3) Potensial kekurangan cairan sehubungan dengan pemasukan yang kurang (mual, muntah) dan atau pengeluaran yang berlebihan (diare).
a. Hasil yang diharapkan :
a) Pasien tidak mengalami kekurangan cairan yang ditandai dengan tanda vital stabil dalam batas normal, selaput lendir mulut tidak kering, masukan dan keluaran cairan seimbang.
b) Pasien mengungkapkan pengertian akan sebab-sebab kekurangan cairan yang masuk untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan.
b. Rencana Tindakan
a) Jelaskan tujuan meningkatkan jumlah cairan yang masuk untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan.
b) Anjurkan untuk banyak minum 2-3 liter/24 jam, letakkan minuman dekat pasien untuk minum sedikit-sedikit dan sering
c) Observasi tanda dan gejala dari kekurangan cairan : turgor kulit, membran mukosa mulut, rasa haus, nadi lemah dan cepat serta BB yang menurun ½ kg/ hari
d) Catat masukan dan keluaran cairan dan jaga keseimbangan cairan, laporkan bila urine kurang dari 30 cc/ jam pada dokter.
e) Observasi tanda vital dan keluhan pasien tiap 3-4 jam.
f) Timbang berat badan 2 kali seminggu.
g) Laksanakan program medik bila diperlukan pemberian cairan melalui NGT atau pemberian cairan parenteral atau pemeriksaan elektrolit darah.
h) Libatkan keluarga dalam upaya-upaya pemenuhan kebutuhan cairan pada pasien.
(4) Potensial terjadi trauma fisik sehubungan dengan gangguan mental delirium atau psikosis.
a. Hasil yang diharapkan : pasien tidak mengalami cedera fisik akibat jatuh atau benturan.
b. Rencana Tindakan
a) Jelaskan pada pasien dan keluarga tujuan dari tindakan pengamanan untuk mencegah bahaya jatuh.
b) Jaga keamanan lingkungan pasien dengan :
(a) Tutup atau pasang dampingan tempat tidur.
(b) Pakaikan tali pengaman bila diperlukan observasi.
(c) Kontrol ulang keadaan tali pengaman tiap 2-3 jam terlalu longgar atau kencang.
c) Libatkan keluarga untuk mencegah bahaya jatuh atau benturan pada pasien. Anjurkan keluarga untuk menemani pasien dan beritahu perawat bila memerlukan bantuan.
(a) Observasi tingkat kesadarn dan tanda vital
(b) Dampingi pasien saat gelisah
(c) Perhatikan kebutuhan pasien selama pemasangan pengaman.
d) Kolaborasi dengan dokter bila pasien makin gelisah atau kesadran menurun.
(5) Potensial perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan masukan yang kurang akibat mual, muntah, anoreksi atau pengeluaran yang berlebihan (diare).
a. Hasil yang diharapkan : Pasien tidak mengalami kekurangan nutrisi yang ditandai dengan pasien dapat menghabiskan makanan yang dihidangkan, BB stabil dalam batas normal.
b. Rencana Tindakan
a) Kaji status nutrisi pasien sesuai BB, TB, pola makan yang
lalu, makanan yang disukai dan tidak disukai serta kaji faktor-faktor penyebab pemasukan yang kurang antara lain bunyi usus, adanya kembung, mual, muntah, kurangnya nafsu makan.
b) Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi pasien :
(a) Beri makanan yang tidak merangsang saluran cerna dalam porsi kecil, hangat 5-6 kali/ hari serta menarik
(b) Bantu dan dampingi saat makan, siapkan lingkungan yang menyenangkan.
(c) Anjurkan bernapas panjang saat mual
(d) Kaji keluhan mual dan selera makan
(e) Monitor makanan yang dihabiskan setiap kali makan
(f) Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi pasien antara makanan kesukaan pasien bila tidak bertentangan dengan diet.
c) Timbang BB 2 kali seminggu
d) Kolaborasi dengan dokter bila diperlukan pemberian cairan/ makanan parenteral atau melalui NGT dan pemeriksaan laboratorium protein total/ albumin.
e) Laksanakan program medik : anti emetik
(6) Diare sehubungan dengan proses peradangan pada dinding usus
a. Hasil yang diharapkan
a) Defekasi sesuai pola dengan konsistensi lembek
b) Jumlah cairan masuk dan keluar seimbang serta elektrolit darah dalam batas normal.
c) Tidak terjadi kerusakan kulit lecet
b Rencana Tindakan
a) Kaji dan catat frekuensi, warna, konsistensi feses serta keadaan abdomen, bising usus, kembung, dll.
b) Jelaskan penyebab diare yaitu gangguan fungsi pencernaan akibat peradangan dan karena infeksi kuman
c) Observasi dan catat jumlah cairan yang masuk dan keluar, turgor kulit dan membran mukosa mulut, bila urine kurang dari 30 cc laporkan dokter
d) Usahakan jumlah cairan yang masuk dan keluar seimbang dengan minum sedikit-sedikit tapi sering bila perlu beri oralit sesuai kebutuhan.
e) Beri makanan dan minuman yang tidak merangsang saluran pencernaan, hindari makanan yang pedas, yang asam, susu serta buah-buahan selama diare.
f) Jaga kebersihan kulit daerah perineal untuk menghindari lecet.
g) Timbabng BB pasien 2 kali seminggu.
i) Kolaborasi dengan dokter bila diperlukan untuk pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral serta pemeriksaan serum elektrolit.
(7) Obstipasi sehubungan dengan proses peradangan pada usus halus
a. Hasil yang diharapkan : defekasi sesuai pola dengan konsistensi lembek.
b. Rencana Tindakan
a) Kaji dan catat keadaan abdomen, bising usus, adanya kembung, nyeri, sudah berapa lama tidak bab.
b) Kaji kebiasaan pola defekasi sebelum sakit, tindakan yang biasanya digunakan untuk memperlancar bab.
c) Jelaskan penyebab obstipasi adanya peradangan menyebabkan fungsi dan kegiatan pencernaannya menurun, sisa makanan terhambat pengeluarannya.
d) Berikan stimulasi untuk bab dengan ;
(a) Minum air putih 1- 2 gelas sebelum waktu yang biasanya pasien bab.
(b) Makan buah-buahan antara lain pepaya, sari buah dan ekstra minum.
(c) Mobilisasi miring kanan kiri, duduk sesuai dengan kondisi pasien.
(d) Kolaborasi dengan dokter bila diperlukan pencahar.
2.1.3 Standar Asuhan Keperawatan Hepatitis Virus Akut
1) Pengertian
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Istilah akut adalah bila bila penyakit berlangsung kurang dari 3 bulan dan kronik bila penyakit berlangsung lebih dari 3 bulan. Istilah ini tentunya lebih tepat bila dilihat dari gambar histopatologis (mikroskopis) yang memang dapat dibedakan diantara keduanya.
2) Etiologi
Hepatitis dapat disebakan oleh :
a. Virus, merupakan penyebab terbanyak.
b. Bakteri misalnya salmonella typhi
c. Obat-obatan
d. Racun (hepatoksik)
e. Alkohol
3) Patofisiologi
Berdasarkan perjalanan penyakit maka dikenal hepatitis akut bila perjalanan penyakit kurang dari 3 bulan, dan dikatakan kronis bila perjalanan penyakitnya lebih dari 3 bulan. Sebagian akan sembuh sempurna tetapi sebagian lain akan berkembang menjadi kronis, sirosis hepatis dan kanker hati.
a. Stadium preikterik : berlangsung selama 4 – 7 hari, penderita mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri perut kanan atas serta urine berwarna coklat.
b. Stadium ikterik : berlangsung selama 3 – 6 minggu, ikterus mula-mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang tetapi penderita masih lemah, anoreksia, muntah, tinja berwarna kelabu atau kuning muda, hati membesar dan nyeri tekan.
c. Stadium post ikterik : ikterus mereda, warna urine dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari orang dewasa yaitu pada akhir bulan kedua karena penyebab yang biasanya berbeda.
4) Gejala Klinis dan Diagnostik
a. Gejala klinis
Pada umumnya gejala klinis pada hepatitis akut A, B, C hampir sama yaitu :
- Kulit dan sklera mata kuning
- Lelah, lesu
- Nafsu makan menurun, mual, muntah, sakit perut
- Nyeri dan pegel-pegel pada otot persendian
- Panas, kadang menggigil
- Sakit kepala
- Rasa tidak enak di tenggorokan
- Kadang diare atau sembelit
- Urine berwarna coklat pekat seperti the.
b. Pemeriksaan fisik
Pada palpasi dapat teraba hati membengkak 2-3 jari di bawah arkus aorta dengan konsistensi lunak dan tajam dan sedikit nyeri tekan.
c. Pemeriksaan laboratorium
- SGOT, SGPT, Alkali Fosfatase, bilirubin umumnya meningkat.
- Pada hepatitis A : Igm anti HAV (+) positif
- Pada hepatitis B : HBs Ag (+) positif, Igm anti HBc (+) positif.
- Pada hepatitis C : Anti HVc (+) positif.
5) Penatalaksanaan
- Tirah baring
- Diet TKTP
- Berikan obat-obatan sesuai instruksi dokter
- Jaga kebersihan lingkungan
- Alat-alat yang dipakai pasien (alat makan, tenun) sebaiknya disendirikan
- Alat-alat tenun sebelum dicuci harus direndam dahulu dengan antiseptik
6) Prognosa
- Untuk hepatitis A : biasanya sembuh sempurna
- Untuk hepatitis B :
o 80 % sembuh sempurna (HBs AB (+))
o 10-15 % menjadi karier sehat (HBs AB (+)) tanpa gejala dan keluhan.
o 5-10 % menjadi hepatitis kronis
o Sirosis hati
o Kanker hati primer (hepatoma)
- Untuk hepatitis C :
o 50 % menjadi kronik
o 20 % menjadi sirosis hati
o 80 % menjadi infeksi menetap
7) Pencegahan
- Darah yang akan ditransfusikan harus bebas virus baik A, B, C.
- Menghindari kontak langsung dengan barang yang terkontaminasi dan darah orang atau spesimen yang mengandung virus hepatitis A, B, C.
- Memelihara higiene perorangan dan lingkungan
- Gunakan alat-alat disposible untuk suntik
- Alat-alat yang terkontaminasi dengan virus hepatitis A, B, C harus disterilkan dengan baik
- Untuk semua bayi yang baru lahir harus diberi vaksinasi hepatitis B.
- Bila salah satu anggota keluarga menderita hepatitis sebaiknya seluruh anggota keluarga lain yang serumah diberi vaksinasi.
8) Asuhan Keperawatan
(1) Potensial terjadinya pemenuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan muntah dan diare.
a. Data subyektif
- Nafsu makan menurun, mual kadang-kadang muntah.
- Rasa tidak enak di perut.
b. Data Obyektif
- Tidak bisa makan
- Badan tampak lemah dan lelah
c. Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria turgor kulit baik, nadi normal, produksi urine normal.
d. Rencana Tindakan :
- Observasi jumlah cairan yang masuk dan yang keluar.
- Observasi tanda-tanda vital.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemasangan infus, pemeriksaan laboratorium elektrolit, Hb.
(2) Gangguan rasa nyaman (sakit pada sendi, tidak enak badan) sehubungan dengan adanya viremia yang ditandai dengan pasien tampak lelah.
a. Data Subyektif : badan terasa lemah, muntah kadang diare
b. Data Obyektif : pasien kelihatan mual dan kadang-kadang muntah
c. Tujuan : Rasa nyaman terpenihi dengan kriteria : pasien tampak segar dan lebih kooperatif, keluhan nyeri hilang.
d. Rencana tindakan :
- Sarankan pasien untuk tirah baring
- Observasi tanda-tanda vital dan tingkat rasa nyeri
- Bantu segala kebutuhan pasien
- Turunkan suhu tubuh dengan kompres es
- Jaga alat tenun pasien tetap kering dan rapi
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan analgetik, periksa lab : DL, fungsi hati.
(3) Ketidaktahuan pasien atau keluarga tentang penyakit hepatitis sehubungan dengan kurangnya informasi.
a. Data Subyektif :
- Pasien atau keluarga tidak tahu cara penularan penyakit hepatitis A, B, C.
- Pasien dan keluarga mendapat informasi yang jelas tentang penyakit hepatitis secara umum.
b. Data Obyektif :
- Hasil lab : Igm Anti HAV (+), HBs Ag (+), anti HCV (+).
- Adanya tanda dan gejala menderita hepatitis setelah kontak dengan orang lain atau barang yang telah terkontaminasi dengan virus hepatitis A, B, C menggunakan obat-obat terlarang secara intravena. Menggunakan alat-alat yang terkontaminasi virus hepatitis yang tidak disterilkan dengan baik. Mendapat tranfusi darah yang mengandung virus hepatitis.
c. Tujuan : agar pasien dan keluarga mengerti dan memahami mengenai penyakit hepatitis, bagaimana cara penularan dan pencegahannya.
d. Rencana Tindakan :
- Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
- Jelaskan pada pasien dan keluarga cara penularan penyakit hepatitis.
- Tingkatkan informasi khusus yang berkaitan dengan pentingnya pencegahan hepatitis.
2.2 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmojo, 1997). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Menurut Rogers, (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi prilaku baru terjadi proses yang berurutan yakni :
1. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui lebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interst (merasa tertarik) terhadap stimulus (objek)
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
4. Trial yakni objek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption yakni subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan prilaku baru/adopsi prilaku melalui proses seperti ini yaitu didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif maka prilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila prilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Pengetahuan sendiri mempunyai enam tingkatan yaitu :
1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat kembali dan ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah dengan cara menyebutkan, mendefinisikan dan menyatukan.
2. Memahami (comprehention) yaitu suatu kemampuan untum menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui secara benar tentang obyek yang diketahui dan mengintepretasikan.
3. Aplikasi (aplication) yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan dan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponennya.
5. Sintesis yaitu kemampuan untuk menghubungkan atau menyusun formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi penilaian terhadap obyek (Ari Kunto, S. 1998).
2.3 Sikap
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap obyek tadi (Heri Purwanto, 1999 : 62). Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap dapat terarah pada benda-benda, orang-orang, peristiwa-peristiwa, pandangan-pandangan, lembaga-lembaga, dan norma-norma, serta nilai-nilai. Menurut Charles Abraham (1997 : 26) sikap itu bersifat sosial dalam arti kita menyesuaikan dengan orang lain dan kelihatannya itu menuntut perilaku kita sehingga bertindak sesuai sikap yang kita ekspresikan.
Ciri-ciri sikap adalah :
1. sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakan dengan sifat motif-motif biogenesis seperti lapar, haus dan kebutuhan akan istirahat.
2. sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang lain.
3. sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4. obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. Sikap dapat dibentuk atau berubah melalui empat cara :
1) Adopsi : merupakan kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus-menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2) Eferensiasi : dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang terjadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang sendiri lepas dari jenisnya. Tetapi obyek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3) Integrasi : pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu.
4) Trauma : pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap, namun pembentukan sikap tidak terjadi sedemikian saja. Melainkan melalui suatu proses tertentu, melalui suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus-menerus antara individu dengan individu lain lain disekitarnya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya sikap :
1) Faktor intern
Merupakan faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan sendiri seperti selektivitas. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsangan dari luar melalui persepsi oleh karena itu kita harus memilih rangsangan-rangsangan mana yang akan kita dekati dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita.
2) Faktor ekstern
Merupakan faktor diluar manusia itu sendiri, yaitu sifat obyek yang dijadikan sasaran sikap, kewibawaan orang yang menggunakan suatu sikap, sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap, media komunikasi yang digunakan dalam penyampaian sikap, dan situasi pada saat sikap dibentuk.
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung yaitu tersedianya fasilitas dan adanya faktor pendukung dari pihak lain.
Tingkatan-tingkatan praktek dibagi menjadi :
1. persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil, merupakan praktek tingkat I.
2. respon terpimpin (guided respon) yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar, ini merupakan indikator praktek tingkat II.
3. mekanisme (mechanism) yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar, secara otomatis atau situasi yang merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat III.
4. adaptasi (adaptation) merupakan suatu praktek dengan tindakan yang sudah berkembang dengan baik, sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tertentu.
2.4 Dokumentasi Keperawatan
2.4.1 Komponen Model Dokumentasi Keperawatan
Menurut kamus besar bahasa indonesia dokumentasi adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan informasi di bidang pengetahuan. Menurut Nursalam (2001;77) kegiatan konsep pendokumentasian meliputi keterampilan berkomunikasi, keterampilan mendokumentasikan proses keperawatan dan keterampilan standar.
1. Komunikasi
Kapan saja perawat melihat pencatatan kesehatan, perawat memberi dan menerima pendapat dan pemikiran. Untuk lebih efektif penyaluran ide tersebut, perawat memerlukan keterampilan dalam menulis. Dan kenyataannya, dengan semakin kompleknya pelayanan keperawatan dan peningkatan kualitas keperawatan, perawat tidak hanya dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan, tetapi dituntut untuk dapat mendokumentasikan secara benar. Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang dan yang akan dikerjakan oleh perawat.
2. Dokumentasi Proses Keperawatan
Perawat memerlukan keterampilan dalam mencatat proses keperawatan. Pencatatan proses keperawatan merupakan metode yang tepat untuk pengambilan keputusan yang sistematis, problem solving, dan riset lebih lanjut. Format proses keperawatan merupakan kerangka atau dasar keputusan dan tindakan terasuk juga pencatatan hasil berfikir dan tindakan keperawatan. Dokumentasi adalah bagian intergral proses, bukan sesuatu yang berbeda dari problem solving. Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, tindakan. Perawat kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang diberikan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya. Pengkajian ulang dan evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan dan tindakan medis dapat sebagai petunjuk adanya perubahan dari setiap tahap.
Kekurangan dalam pendokumentasian proses keperawatan meliputi penggunaan terminologi dan pencatatan yang tidak standar yang tidak menunjukkan adanya suatu perbedaan tindakan keperawatan yang komplek.
3. Standar Dokumentasi
Perawat memerlukan suatu keterampilan untuk dapat memenuhi standar yang sesuai. Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan kuantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat dalam suatu situasi tertentu. Dengan adanya standar dokumentasi memberikan informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap kualitas dokumentasi keperawatan.
Perawat memerlukan suatu standar dokumentasi untuk memperkuat pola pencatatan dan sebagai petunjuk atau pedoman praktek pendokumentasian dalam memberikan tindakan keperawatan. Fakta tentang kemampuan perawat dalam pendokumentasian ditunjukkan pada keterampilan menuliskan seuai dengan standar dokumentasi yang konsisten, pola yang efektif, lengkap, dan akurat.
2.4.2 Tujuan Dokumentasi
Sebagai dokumen rahasia yang mencatat semua pelayanan keperawatan klien, catatan tersebut dapat diartikan sebagai suatu catatan bisnis dan hukum yang mempunyai banyak manfaat dan kegunaan. Tujuan utama dari pendokumentasian adalah untuk :
1. Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan, dan mengevaluasi tindakan.
2. Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika. Hal ini juga menyediakan :
1) Bukti kualitas asuhan keperawatan
2) Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggungjawaban kepada klien
3) Informasi terhadap perlindungan klien
4) Bukti aplikasi standar praktek keperawatan
5) Sumber informasi statistik untuk standar dan riset keperawatan
6) Pengurangan beaya informasi
7) Sumber informasi untuk data yang harus dimasukkan
8) Komunikasi konsep resiko tindakan keperawatan
9) Informasi untuk mahasiswa
10) Persepsi hak klien
11) Dokumentasi untuk tenaga profesional dan tanggung jawab etik dan mempertahankan kerahasiaan informasi klien
12) Suatu data keuangan yang sesuai
13) Data perencanaan pelayanan kesehatan dimasa yang akan datang.
2.4.3 Trens Dan Perubahan Yang Berdampak Terhadap Dokumentasi
Tres dan perubahan yang terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap dokumentasi keperawatan dan masalah-masalah kegiatan pencatatan oleh perawat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Masalah yang timbul perlu diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum penyelesaian masalah yang dapat ditemukan dalam dokumentasi. Masalah-masalah dokumentasi dan perubahan yang mempengaruhi pentingnya pendokumentasian keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Praktek keperawatan
Dengan terjadinya perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peran perawat dalam praktek keperawatan profesional juga mengalami perubahan. Refisi atau perubahan tersebut meliputi penemuan kasus penyakit yang baru, pendidikan kesehatan, konseling, intervensi keperawatan dan medis terhadap respon klien aktual atau potensial. Perubahan lain adalah pengobatan oleh dokter atau tim kesehatan lainnya, kerjasama dengan tim kesehatan serta metode pemberian pelayanan kesehatan.perubahan tersebut berdampak terhadap kegiatan pencatatan keperawatan.
2. Lingkup praktek keperawatan
Perubahan dalam lingkup praktek keperawatan berdampak terhadap pendokumentasian. Dengan berkembangnya lingkup praktek keperawatan berdasarakan trens praktek keperawatan di Indonesia, persyaratan akreditasi, peraturan pemerintah, perubahan sistem pendidikan keperawatan, meningkatnya masalah klien yang semakin komplek, serta meningkatnya praktek keperawatan secara mandiri dan kolaborasi, maka persyaratan pencatatan keperawatan harus sesuai.
3. Data statistik keperawatan
Pencatatan yang lengkap dan akurat sangat bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Data statistik sangat bermanfaat dalam penelitian atau pengembangan pelayanan kesehatan serta penentuan jasa pelayanan.
4. Intensitas pelayanan keperawatan dan kondisi penyakit
Pencatatan yang lengkap dan akurat tentang tingkat keparahan penyakit dan tindakan yang diperlukan dapat sebagai dasar pertimbangan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan kasus yang sama dan perkiraan pembeayaan yang diperlukan.
5. Ketrampilan keperawatan
Trens meningkatnya justifikasi perawat dalam akurasi perumusan masalah dan tindakan keperawatan pada pendekatan proses keperawatan, terutama perubahan keadaan klien yang cepat akan sangat bermanfaat dalam pencatatan.
6. Konsumen
Trens dan perubahan penggunaan layanan kesehatan oleh konsumen berpengaruh terhadap pendokumentasian. Waktu rawat inap yang pendek, biaya yang terjangkau dan adanya home care bagi klien yang tidak memerlukan perawatan maksimal merupakan trens perubahan pelayanan di masa depan. Perubahan tersebut memerlukan suatu pembenahan tentang pencatatan yang lengkap dan akurat khususnya waktu klien masuk rumah sakit, tingkat asuhan keperawatan dan keahlian dalam pemberian pelayanan.
7. Biaya
Trens dan perubahan biaya layanan berdampak terhadap pendokumentasian. Pencatatan yang baik akan memberikan gambaran tentang pengeluaran biaya yang harus ditanggung oleh klien.
8. Kualitas asuransi dan audit keperawatan
Pendokumentasian juga dipengaruhi oleh prosedur kendali mutu, terutama tentang audit catatan pelayanan kesehatan.
9. Akreditasi kontrol
Perubahan tentang standar pelayanan kesehatan yang disusun oleh institusi yang berwenang, membawa pengaruh terhadap pendokumentasian.
10. Koding dan klasifikasi
Trens tentang klasifikasi tingkat ketergantungan klien berdampak terhadap pendokumentasian. Saat ini dalam kepeawatan, klien diklasifikasikan berdasarkan DRG (Diagnosis Related Group). Sedang informasi tentang daftar kode memberikan gambaran kebutuhan klien, asuhan yang telah diterima harus ada di catatan keperawatan.
11. Prospektif sistem pembayaran
Trens dan perubahan dalam sistem pembayaran berdampak terhadap dokumentasi. Prospektif pembayaran merujuk pada sistem pembayaran terhadap asuhan keperawatan yang diterima oleh semua klien khususnya waktu di rumah sakit.
12. Resiko tindakan
Ketergantungan terhadap dokumentasi yang komprehensif berarti mengurangi dan mencegah terjadinya faktor resiko manajemen dan pengelolaan. Pencatatan yang penting meliputi catatan tentang kejadian, perintah verbal dan non verbal, informed consent, dan catatan penolakan klien terhadap tindakan.
2.4.4 Manfaat Dan Pentingnya Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan mempunyai makna yang penting bila dilihat dari berbagai aspek :
1. Hukum
Semua catatan informasi tentang klien merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum. Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sebagai barang bukti di pengadilan. Oleh karena itu data-data harus diidentifikasi secara lengkap, jelas dan obyektif dan ditandatangani oleh tenaga kesehatan (perawat), tanggal dan perlunya dihindari adanya penulisan yang dapat menimbulkan interprestasi yang salah.
2. Jaminan mutu (kualitas pelayanan)
Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat, akan memberi kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien. Dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi dan seberapa jauh masalah baru dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui catatan yang akurat. Hal ini akan membantu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
3. Komunikasi
Dokumentasi keadaan klien merupakan alat “perekam” terhadap masalah yang berkaitan dengan klien. Perawat atau tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada dan sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Keuangan
Dokumentasi dapat bernilai keuangan. Semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan telah diberikan dicatat dengan lengkap yang dapat dipergunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam beaya keperawatan bagi klien.
5. Pendidikan
Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi mahasiswa atau profesi keperawatan.
6. Penelitian
Dokumentasi keperawatan mempunyai nilai penelitian. Data yang terdapat di dalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagi bahan atau obyek riset dan pengembangan profesi keperawatan
7. Akreditasi
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Dengan demikian akan dapat diambil kesimpulan tingkat keberhasilan pemberian asuhan keperawatan yang diberikan, guna pembinaan dan pengembangan lebih lanjut. Hal ini selain bermanfaat bagi peningkatan mutu sendiri, juga bagi individu perawat dalam mencapai tingkat kepangkatan yang lebih tinggi.
bab3
KERANGKA KONSEPTUAL
asmanurs3.blogspot.com |
3.2 Hipotesa :
1) Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dan pendokumentasian keperawatan.
2) Tidak terdapat hubungan antara sikap perawat dan pendokumentasian keperawatan.
3.3 Uraian Kerangka Konsep
Proses pendidikan terdiri dari input, proses dan output. Komponen yang termasuk input ialah mahasiswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Output dalam hal ini adalah lulusan perawat dipengaruhi oleh input dan proses belajar mengajar. Sehingga kemampuan lulusan perawat (perilaku) dalam melaksanakan asuhan keperawatan dipengaruhi oleh input dan proses belajar mengajar.
Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan. Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni predisposing , enabling dan reinforcing factor. Sehingga untuk merubah perilaku seseorang harus diarahkan pada ketiga faktor tersebut.
Pendokumentasian keperawatan merupakan salah satu bentuk perilaku perawat untuk mendokumentasikan kegiatan yang akan, sedang dan telah dilakukan kepada klien. Kegiatan konsep pendokumentasian meliputi keterampilan berkomunikasi, keterampilan mendokumentasikan proses keperawatan dan keterampilan standar. Sehingga perawat perlu memberikan prioritas terhadap keterampilan tersebut guna meningkatkan kualitas pencatatan keperawatan.
link download disini
0 Response to "proposal kesehatan "hubungan pengetahuan, sikap perawat dan pendokumentasian perawatan di ruang penyakit dalam""
Post a Comment
* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya