HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, TINDAKAN DAN PENDAPATAN DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA PEDAGANG MAKANAN DI TEPI TELUK KENDARI KELURAHAN TIPULU KOTA KENDARI TAHUN 2011


 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, TINDAKAN DAN PENDAPATAN DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA PEDAGANG MAKANAN DI TEPI TELUK KENDARI KELURAHAN TIPULU KOTA KENDARI TAHUN 2011


Skirpsi



http://asmanurs3.blogspot.com/


Oleh:

MUHAMMMAD ASHURI
F1D2 07112




JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKA
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
OKTOBER 2011

I   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Millenium Development Goals (MDGs) pertama kali dicetuskan pada tahun 2005. MDGs merupakan suatu komitmen global untuk mencapai target bersama pada tahun 2015, dimana salah satu main poin dalam pencapaiannya adalah mengenai kesehatan. Sehat menurut World Helath Organization (WHO) adalah keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan yang dimilikinya (UN Departement of Public Information, 2010).
Kesehatan adalah bukan segalanya, namun tanpa kesehatan segalanya bukanlah apa-apa. Slogan ini benar-benar menunjukkan betapa penting dan besarnya peran kesehatan dalam segala aspek kehidupan. Kesehatan juga memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang berfungsi sebagai titik ukur pencapaian dari seluruh negara.  Pemeliharaan kesehatan masyarakat yang baik akan meningkatkan produktifitas kinerja masyarakat sehingga secara langsung pula dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Depkes RI, 2009).
Program pemeliharaan kesehatan pula menjadi ujung tombak Departemen Kesehatan Republik Indonesi (Depkes RI) dalam upaya promotif dan preventif yang juga tidak mengesampingkan upaya curatif dan rehabilitatif. Depkes RI telah merencanakan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan (Depkes RI, 2009).
Upaya pemeliharaan kesehatan pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, dimana hal ini lebih diarahkan pada sektor promosi terutama dalam perubahan perilaku masyarakat. Dewasa ini faktor prilaku masyarakat menjadi faktor terbesar yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2008).  Ada banyak hal yang dapat terjadi, sebagai akibat prilaku masyarakat yang buruk, seperti diare, tubercolosis, gizi buruk, typhus bahkan sampai keracunan makanan.
Di Indonesia Badan POM (2005) melaporkan bahwa pada tahun 2004 terdapat 152 Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan sebanyak 7295 orang mengalami keracunan makanan, 45 orang diantaranya meninggal dunia (Badan POM RI, 2005). Mengingat kasus minamata disease dan itai-tai disease, kurangnya pengawasan sanitasi lingkungan dan pangan masyarakat, sehingga makanan yang dikonsumsi masyarakat mengandung logam berat seperti merkuri (Hg) dan cadmium (Cd) yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker sampai gangguan genetika. Tidak hanya itu, beberapa kasus didapatkan adanya partikulat dan juga agen bakteriologis yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan (Soemirat, 2010).
Saat ini sangat sering dijumpai pedagang makanan di sepanjang jalan protokol  hal ini dapat berdampak baik pada sisi ekonomi, namun jika ditinjau dari aspek kesehatan masyarakatnya, fenomena ini merupakan suatu permasalahan besar, karena dapat menyebabkan kontaminasi partikel debu, Pb (timbal) dari asap kendaraan bermotor, bahkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan dampak kesehatan. Belum lagi masalah peralatan memasak dari para penjual makanan dan minuman tersebut juga proses penyajian yang tidak sehat sehingga memungkinkan vektor penyakit seperti lalat hinggap dan menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat (Irianto, 2007).
Penjual makanan dan minuman ini pula terjadi di Kota Kendari, salah satu areal yang paling banyak menawarkan makanan dan minuman adalah di tepi teluk Kendari. Adapun jenis jualan yang mereka dagangkan seperti gorengan, martabak, sari laut, bakso/pangsit, nasi goreng, mie pangsit, sate. Tepi Teluk Kendari merupakan tempat yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Kota Kendari untuk rekreasi serta bersantai bagi keluarga maupun para remaja karena letaknya cukup strategis yaitu berada di jalur utama lalulintas yang sangat ramai dilalui oleh masyarakat kota kendari dan dilengkapi dengan fasilitas jajanan. 
Tempat – tempat Umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta, atau perorangan yang digunkan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana pariwisata, transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olah raga, rekreasi, dan sarana sosial lainnya (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari Kelurahan Tipulu diperoleh informasi bahwa para pedagang makanan belum pernah diberikan penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai sanitasi lingkungan dan makanan yang sehat juga Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam mengelola makanan. Dari hasil observasi awal yang dilakukan pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari Kelurahan Tipulu, terlihat bahwa pada pedagang makanan di sekitar wilayah di Tepi Teluk Kendari belum menjaga kebersihan peralatan alat makan dan minum di tempat makannya, tidak menggunakan celemek yang bersih pada saat memasak maupun menyajikan makanan, mencuci piring dan gelas dengan menggunakan air yang berwarna atau keruh.
 Pada keadaan tersebut, memacu bagi para pelaku usaha yang bergerak dalam bidang produksi dan pengelolaan makanan untuk memproduksi makanan yang terjaga dan terjamin kebersihannya sehingga tidak membahayakan kesehatan.  Oleh sebab itu, pengolahan makanan yang dilakukan oleh pedagang makanan harus berdasarkan pada kaidah-kaidah higienis dan sanitasi makanan serta diawasi agar aman dikonsumsi bagi masyarakat (Moehyi, 1992).
Data Dinas Kesehatan Kota Kendari pada tahun 2010, melaporkan bahwa Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan di Kecamatan Poasia dengan jumlah penderita keracunan makanan sebanyak 36 orang (Dinkes Kota Kendari, 2010). Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Pendapatan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehata (PHBS) pada Pedagang Makanan di Tepi Teluk Kendari  Kelurahan Tipulu Kota Kendari”.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Hubungan antara pengetahuan, sikap, Tindakan dan pendapatan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Pedagang Makanan di Tepi Teluk Kendari Kelurahan Tipulu Kota Kendari.

C.    Tujuan Penelitian
1.    Tujuan umum
Mengetahui Hubungan antara pengetahuan, sikap, Tindakan dan pendapatan  dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari  Kelurahan Tipulu Kota Kendari.
2.    Tujuan khusus
a.    Mengetahui Hubungan pengetahuan pedagang makanan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tepi Teluk Kendari  Kelurahan Tipulu Kota Kendari Tahun 2011.
b.    Mengetahui Hubungan sikap pedagang makanan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tepi Teluk Kendari  Kelurahan Tipulu Kota Kendari Tahun 2011.
c.    Mengetahui Hubungan tindakan pedagang makanan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tepi Teluk Kendari  Kelurahan Tipulu Kota Kendari Tahun 2011.
d.    Mengetahui Hubungan pendapatan pedagang makanan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tepi Teluk Kendari Kelurahan Tipulu Kota Kendari Tahun 2011.
D.    Manfaat Penelitian
1.    Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan, disamping itu hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi khususnya Dinas Kesehatan Kota Kendari dalam menunjukan kebijakan khususnya dalam upaya melakukan perbaikan-perbaikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bagi pedagang makanan di Kota Kendari.
2.    Manfaat Teknis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti selanjutnya.
3.     Manfaat bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang berharga yang dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai masalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

II TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Umum Tentang Pedagang Makanan
Menurut  Permenkes No.  304/ Menkes/ Per / IX / 1989, disebutkan bahwa penjamah makanan jajan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian.
Pedagang  makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajan harus memenuhi persyaratan antara lain :
1.    Tidak menderita penyakit mudah menular misalnya batuk, pilek, infulensa, dan diare.
2.    Menutup luka (pada luka terbuka / bisul atau luka lainnya).
3.    Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian.
4.    Memekai celemek dan menutup kepala.
5.    Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
6.    Menjamah makanan harus memakai alat alat / perlengkapan atau dengan alas tangan.
7.    Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan seperti telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya.
8.    Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajan yang dijajakan atau tanpa menutup mulut atau hidung.
Menurut Irianto, K (2007) makanan jajan adalah makanan yang banyak ditemukan dipinggir jalan yang dijajankan dalam berbagai bentuk, warna, rasa serta ukuran sehingga menarik minat dan perhatian orang untuk membelinya.
Menurut Dewi (2004) yang mengutip dari Anwar dkk (1997), pengolahan makanan menyangkut 4 aspek yaitu :
1.    Penjamah Makanan
Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang manjamah makanan mulai dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangankut maupun dalam penyajian makanan. Penjamah juga dapat berperan sebagai penyebar penyakit, hal ini biasa terjadi melalui kontak antara penjamah makanan yang menderita penyakit menular dengan konsumen yang sehat, kontaminasi terhadap terhadap makanan oleh penjamah yang membawa kuman. 
2.    Cara Pengolahan Makanan
Persyaratan pengolahan makanan menurut Permenkes No. 304/ Per/ IX/ 1989 adalah semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukann dengan cara terlindung dari kontak langsung antara penjamah dengan makanan. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan sarung tangan, penjepit makanan, sendok, garpu dan sejenisnnya. Dan setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai celemek, tutup rambut, sepatu dapur, tidak merokok serta tidak makan / mengunyah.
3.    Tempat Pengolahan Makanan
Tempat pengolahan makanan, dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan jadi biasanya disebut dengan dapur, menurut Depkes RI (1994) perlu diperhatikan kebersihan tempat pengolah tersebut serta tersediannya air yang cukup.
4.    Perlengkapan / Peralatan dalam Pengolahan Makanan
Prinsip dasar persyaratan perlengkapan/peralatan dalam pengolahan makanan adalah aman sebagai alat/perlengkapan pengolahan makanan. Aman ditinjau dari bahan yang digunakan dan juga desain perlengkapan tersebut.
Jenis makanan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) yang dikutip oleh Sitorus (2007) dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
1.    Makanan jajan yang berbentuk pangan, misalnya kue – kue kecil, pisang goring, dan sebagainya.
2.    Makanan jajan yang diporsikan (menu utama), seperti pecel, mie bakso, nasi goring, mie rebus dan sebagainya.
3.    Makanan jajan yang berbentuk minuman, seperti ice cream, es campur, jus buah, dan sebagainya.
Penjual dan penjaja makanan jajan dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
1.    Penjaja diam, yaitu makanan yang dijual sepanjang hari pada warung – warungyang lokasinya tetap disuatu tempat.
2.    Penjaja setengah diam, yaitu mereka yang berjualan dengan menetap disuatu tempat pada waktu – waktu tertentu.
3.    Penjaja keliling, yaitu mereka yang berjualan keliling dan tidak mempunyai tempat mangkal tertentu.
B.     Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003).
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan keyakinan suatu obyek yang telah dibuktikan kebenarannya. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Semakin tinggi pendidikan/pengetahaun kesehatan seseorang, makin tinggi kesadaran untuk berperan serta.
Manusia sebagai makhluk rasional sebenarnya sudah dibekali dengan hasrat ingin tahu. Keingintahuan manusia ini sudah dapat disaksikan sejak seseorang masih kanak-kanak dan akan terus berkembang secara dinamis mengikuti fase-fase perkembangan kejiwaan orang tersebut. Hasrat ingin tahu manusia akan terpuaskan bila ia sudah memperoleh pengetahuan mengenai apa yang dipertanyakan. Tetapi sudah menjadi sifat menusia yang mana setelah memperoleh pengetahuan mengenai suatu masalah maka akan disusul oleh kecenderungan ingin lebih tahu lagi begitu seterusnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia tidak akan pernah mencapai kepuasan mutlak untuk menerima realita untuk dihadapinya sebagai  titik terminasi yang mantap (Asrofudin, 2008).
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat yakni :
1.    Tahu (know)
     Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu adalah merupakan tingkat pengetahun yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur  orang bahwa tahu tentang materi yang telah dipelajari antara lain; menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 
2.    Memahami (comprehension)
     Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintrepretasikan materi tersebut secara benar.
3.    Aplikasi (application)
     Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi kondisi yang rill. Aplikasi dapat diartikan pula atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dan sebagainya.
4.    Analisa (analysis)
     Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat digunakan pada penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5.    Sintesis (synthesis)
     Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam  suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6.    Evaluasi (evaluation)
     Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi, penilaian itu didasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
Menurut Notoatmodjo (2003) proses penyerapan pengetahuan sebagai berikut :
1.    Kesadaran (Awerennes)
Kesadaran merupakan tahap di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu tentang stimulus (objek).
2.    Merasa tertarik (Interest)
Merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
3.    Menimbang-nimbang (Evaluation)
Tahap di mana responden menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4.    Trial
Di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diketahui oleh stimulus.
5.    Adaption
Adoption merupakan tahap di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau ingin diukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan keyakinan suatu obyek yang telah dibuktikan kebenarannya. Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk fakta, simbol, prosedur teknik dan teori (Notoatmodjo, 2003).
C.    Tinjauan Umum Tentang Sikap
Robbins (2007)  mengungkapkan bahwa sikap (attitude) merupakan pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki (2005) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan merespon sesuatu secara konsisten untuk mendukung atau tidak mendukung dengan memperhatikan objek tertentu.
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek sebelumnya. Sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu objek, tidak ada sikap tanpa objek (Azwar, 1997).
Menurut Mar’ad (1994), sikap merupakan suatu produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai rangsangan yang diterimanya. Sikap juga merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan, tetapi merupakan predisposisi tindakan.
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon secara positif atau negatif terhadap orang lain. Penilaian emosional atau efektif (senang, benci, dan sebagainya). Disamping kognitif (pengetahuan tentang objek), secara aspek kognitif (kecenderungan bertindak), sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab sering seseorang memperlihatkan tindakan yang tidak mencerminkan sikapnya.
Gibson (2003)  menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi
Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sikap terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:
1.    Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2.    Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkadang di dalamnya ada faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
3.    Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah komponen yang mendahului tindakan. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak.
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2005).     
Menurut Mar’ad (1994), kriteria sikap terdiri dalam 4 tingkatan yaitu:
1.    Penerimaan:
Menerima diartikan jika subyek berminat dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek.
2.    Merespon
Memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3.    Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4.    Bertanggung jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Bila perubahan sikap terjadi, dapatlah diharapkan terjadi perubahan perilaku, atau perubahan sikap merupakan modal utama guna mendukung keberhasilan setiap upaya peningkatan perilaku, termasuk upaya peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Sikap merupakan suatu bentuk kepercayaan, keyakinan, perasaan, dan kecenderungan bertindak yang ditunjukan pada objek tertentu yang sedang dihadapi. Selanjutnya sikap juga bergantung dengan penilaian, yaitu diterima atau ditolaknya objek tertentu. Jika ia menilai baik terhadap suatu objek, ia bersikap menyetujuinya terhadap objek tersebut, sedangkan bila suatu objek itu dinilai jelek menurut dirinya, maka ia bersikap tidak menyetujuinya. Jika individu menerima suatu objek yang positif berarti ia memiliki suatu sikap yang positif dan jika individu tidak menerima suatu hal yang negatif berarti ia bersikap positif. Begitu pula sebaliknya. jika individu bersikap menerima terhadap suatu hal yang negatif maka ia dikatakan memiliki sikap yang negatif (Mar’ad, 1994).
Menurut Walgito (2001) Sikap mengandung tiga kompenen yang membentuk struktur sikap yaitu :
1.    Komponen kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang yang mempresepsi terhadap objek sikap.
2.    Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif.
3.    Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek sikap.
Setyobroto (2004) merangkum batasan sikap dari berbagai ahli psikologi sosial yaitu :
1.    Sikap bukan pembawaan sejak lahir.
2.    Dapat berubah melalui pengalaman.
3.    Merupakan organisasi keyakinan-keyakinan.
4.    Merupakan kesiapan untuk bereaksi.
5.    Relatif bersifat tetap.
6.    Hanya cocok untuk situasi tertentu.
7.    Selalu berhubungan dengan subjek dan objek tertentu.
8.    Merupakan penilaian dari penafsiran terhadap sesuatu.
9.    Bervariasi dalam kualitas dan intensitas.
10.    Meliputi sejumlah kecil atau banyak item.
11.    Mengandung komponen kognitif, afektif dan komatif.
Sikap yang positif akan melahirkan perilaku yang positif. Dengan demikian sikap yang baik akan memberikan kontribusi terhadap pedagang makananan dalam berprilaku hidup bersih dan sehat.
D.    Tinjauan tentang Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya: orang tua, saudara, suami, isteri, dan lain-lain, yang sangat penting untuk mendukung tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan tindakan (practice) yaitu:
1.    Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.
2.    Respon terpimpin (Guide responce). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat kedua. 
3.    Mekanisme (Mechanism). Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai tindakan tingkat ketiga.
4.    Adaptasi (Adaptation). Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).
E.    Tinjauan Umum Tentang Pendapatan
Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai sanitasi, lingkungan dan perumahan. Kemampuan anggaran rumah tangga juga mempengaruhi kecepatan untuk meminta pertolongan apabila anggota keluarganya sakit (Widoyono, 2008).
Menurut Grossman dalam Murti (2005) terdapat perbedaan antara upah minimum dengan pendapatan, jika pendapatan adalah uang yang diterima tanpa bekerja permintaan untuk modal kesehatan mungkin lebih kecil karena pendapatan tidak secara langsung mengurangi status kesehatan. Pendapatan yang diterima tidak secara langsung berhubungan dalam memberi keuntungan atau kerugian atau memberi manfaat kesehatan. Akibatnya, tingkat optimalisasi dalam permintaan kesehatan untuk setiap individu menurun dan penurunan dalam permintaan perawatan kesehatan.
Menurut Faturrahman dan Mollo (1995) bahwa tingkat pendapatan berkaitan dengan kemiskinan yang akan berpengaruh pada status kesehatan masyarakat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah jenis pekerjaan, pendidikan formal kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan lain-lain (Sumiarto, 1993).
F.    Tinjauan Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina stuasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2008).
Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa ada tiga faktor penyebab mengapa seseorang melakukan perilaku hidup bersih dan sehat yaitu faktor pemudah (predisposising factor), faktor pemungkin (enambling factor) dan faktor penguat (reinforcing factor).
1.     Faktor pemudah (predisposising factor), adalah faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap orang terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Diman faktor ini menjadi pemicu atau anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi tindakannya akibat tradisi atau kebiasaan, kepercayaan,tingkat pendidikandan tingkat sosial ekonomi. Misalnya, pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang dimiliki oleh seseorang yang tidak merokok karena melihat kebiasaan dalam anggota keluarganya tidak ada satupun yang merokok.
2.    Faktor pemungkin (enambling factor) adalah pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau tindakan terlaksana. Faktor ini mencakup ketersediaan saran dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, jamban ketersediaan makanan bergizi dan sebagainya. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perikau hidup bersih dan sehat.
3.    Faktor penguat (reinforcing factor) adalah faktor yang menentukan apakaah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Contoh pengasuh anak–anak memberikan keteladanan dengan melakuakan cuci tangan sebelum makan, atau selalu minum air yang sudah dimasak. Maka hal ini akan menjadi penguat untuk perilaku hidup bersih dan sehat. 
Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemauan masyarakat agar hidup sehat, serta meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal (Depkes RI, 2008).
Tempat-tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana pariwisata, transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olah raga, rekreasi dan sarana sosial lainnya. (Depkes RI, 2008)
PHBS di Tempat-tempat Umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelolah tempat-tempat umum agar tahu, mahu dan mampu untuk mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan tempat-tempat umum ber-PHBS. (Depkes RI,2008)
Manfaat PHBS di tempat-tempat diantaranya masyarakat mampu mengupayakan terciptanya tempat-tempat umum yang sehat, masyarakat di tempat-tempat umum terjaga kesehatannya dan tidak tertular / menularkan penyakit dan meningkatkan citra tempat-tempat umum. PHBS di tempat-tempat umum bisa di bagi sesuai dengan tatanan masyarakat yang ada di tempat umum, di antaranya adalah PHBS di pasar, tempat ibadah, rumah makan, dan PHBS di terminal.
Syarat PHBS di rumah makan menurut Depkes RI (2008) yaitu:
1.    Menggunakan air bersih.
2.    Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun.
3.    Menggunakan jamban jika buang air kecil dan air besar.
4.    Membuang sampah pada tempatnya.
5.    Tidak merokok di rumah makan.
6.    Menutup makanan dan minuman yang terhidang
7.    Tidak meludah sembarangan.
8.    Memberantas jentik nyamuk
G.    Kerangka Konseptual
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. PHBS di bagi atas lima tatanan yaitu PHBS rumah tangga, PHBS di sekolah, PHBS tempat –tempat umum, PHBS di tempat kerja dan PHBS di institusi. PHBS di tempat – tempat umum bisa dibagi sesuai dengan tatanan masyarakat yang ada di tempat umum, diantarax adalah PHBS di pasar, PHBS di tempat ibadah, PHBS di rumah makan dan PHBS di terminal (Terminal Bus, stasiun kereta api, bandara udara dan pelabuhan).
Sehubungan dengan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tindakan dan Pendapatan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) maka dapat di asumsikan sebagai berikut :
Faktor pengetahuan memegang peranan dalam memberikan andil terhadap upaya seseorang dalam meningkatkan status kesehatannya seperti melakuakan pencegahan seperti  menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, menggunakan jamban, membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok di rumah makan, menutup makanan dan minuman, tidak meludah sembarangan dan memberantas jentik nyamuk.. Dengan demikian diasumsikan bahwa jika seseorang kurang mengetahui pentingnya berprilaku hidup bersih dan sehat maka seseorang akan berpeluang untuk mendapatkan suatu penyakit.
Sikap responden merupakan salah satu pemicu terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Sikap seseorang dapat berubah karena kondisi tertentu yang timbul seperti adanya aksi dan reaksi seseorang terhadap lingkungannya. Sikap responden dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi objek tertentu. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terjadinya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang sangat memungkinka, seperti fasilitas.
Tindakan responden merupakan salah satu pemicu terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan mampu mempraktekan PHBS di tempat – tempat umum khususnya di rumah makan.
Tingkat pendapatan yang memadai akan memberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar untuk datang ke tempat pelayanan kesehatan, memeriksa diri serta mengambil obat.
http://asmanurs3.blogspot.com/
Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
    Hipotesis Kerja
Berdasarkan kerangka konsep, maka hipotesis kerja penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan, sikap, dan pendapatan dengan perilaku hidup bersih dan sehat pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari Kelurahan Tipulu Tahun 2011.
    Hipotesis Statistik
    H0 : ? = 0  (Tidak ada hubungan pengetahuan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari).
Ha : ? ? 0 (Ada ada hubungan pengetahuan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari).
    H0 : ? = 0 (Tidak ada hubungan sikap dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari).
 Ha : ? ? 0 (Ada hubungan siakap dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari).
    H0 : ? = 0  (Tidak ada hubungan tindakan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari).
Ha : ? ? 0 (Ada hubungan tindakan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari).
    H0 : ? = 0  (Tidak ada hubungan pendapatan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari).
Ha : ? ? 0 (Ada hubungan pendapatan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang makanan di Tepi Teluk Kendari).

III  METODE PENELITIAN

    Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada Tanggal 14 Juni sampai dengan Tanggal 4 Juli 2011 yang bertempat di Tepi Teluk Kendari Kelurahan Tipulu Kota Kendari.
    Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study, karena variabel bebas dan variabel terikat di ambil dalam waktu bersamaan sekaligus pada saat itu (point time approach).
    Populasi dan Sampel
    Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah 50 Pedagang Makanan yang ada di Tepi Teluk Kendari Kelurahan Tipulu Kota Kendari Tahun 2011.
    Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Total Sampling yaitu jumlah keseluruh pedagang makanan  yang berada di Tepi Teluk Kendari Kelurahan Tipulu Kota Kendari Tahun 2011 sebanyak 50 orang pedagang makanan.


    Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembaran kuesioner yang merupakan lembaran berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan variabel penelitian.
    Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah gejala yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang menjadi fokus penelitian. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.
    Variabel bebas
Variable bebas adalah (independent variable) adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian adalah pengetahuan, sikap, tindakan dan pendapatan.
    Variabel terikat
Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
    Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
    Pengetahuan
Pengetahuan adalah apa saja yang diketahui responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya PHBS di rumah makan. Indikator  pengetahuan dalam penelitian ini adalah menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, menggunakan jamban, membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok di rumah makan, menutup makanan dan minuman, tidak meludah sembarangan dan memberantas jentik nyamuk. Pedagang makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pedagang makanan gorengan, martabak, sari laut, bakso/pangsit, nasi goreng, es teller, mie pangsit, pisang epek dan pedagang sate.
Variabel ini mencakup 8 pernyataan dengan menggunakan kuisioner, dengan alternatif jawaban 4. Jawaban sangat benar diberi skor 4, benar diberi skor 3, cukup benar diberi skor 2 dan kurang benar diberi skor 1. Metode pengukuran menggunakan skala Likert dengan menggunakan 8 pernyataan. Jawaban tertinggi berbobot 4 dan terendah berbobot 1. Kemudian dihitung dengan rumus :
I=R/K
Keterangan:
I   = interval
R  = range/ kisaran
K  = jumlah kategori

Skor tertinggi      = Jumlah pernyataan x bobot tertinggi
    = 8 x 4 
    = 32 (100%)
Skor terendah    = Jumlah pernyataan x bobot terendah
    = 8 x 1
    = 8 (25%)
Skor antara/Range    = skor tertinggi – skor terendah
    = 100% - 25%   
    = 75 %
Kriteria objektif sebanyak 2 kategori yaitu cukup dan kurang.
Interval     = Skor antara / kategori
    = 75% / 2
    = 37,5 %
Skor standar    = 100% - 37,5%
    = 62,5 % dari total nilai (32)
    = 20
Sehingga kriteria Objektif :
Cukup          : Jika nilai responden = 20 dari total pernyataan
Kurang       : Jika nilai responden < 20 dari total pernyataan
(Sugiono, 2007)
    Sikap
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek sebelumnya.atau reaksi responden terhadap prilaku hidup bersih dan sehat serta faktor – faktor yang mempengaruhi prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya PHBS di rumah makan. Indikator  sikap dalam penelitian ini adalah menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, menggunakan jamban, membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok di rumah makan, menutup makanan dan minuman, tidak meludah sembarangan dan memberantas jentik nyamuk. Pedagang makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pedagang makanan gorengan, martabak, sari laut, bakso/pangsit, nasi goreng, es teller, mie pangsit, pisang epek dan pedagang sate.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pernyataan keseluruhan yaitu 8 (delapan) pernyataan dan setiap pernyataan di berikan nilai 0 (nol) jika setuju dengan pernyataan yang salah dan nilai 1 (satu) jika setuju dengan pernyatan yang benar, sehingga diperoleh skor nilai :
Skor tertinggi : 8 X 1 = 8 (100%)
Skor terendah : 8 X 0 = 0 (0%)
Kemudian diukur menggunakan rumus :
I=R/K   I=(100%-0%)/2
    = 50 %
         Keterangan:

I   = interval
R  = range/ kisaran (100%-0% = 100%)
K = jumlah kategori
Maka interval kelasnya adalah 50 %
Batas atas        = Skor tertinggi    = 100 %
Batas bawah        = (Batas atas – I)   = 50%
Kriteria Objektif :
Cukup    = Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai = 50 %
Kurang    = Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mencapai atau < 50%
    Tindakan
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tindakan adalah responden mampu untuk mempraktekan  perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta berperan aktif dalam mewujudkan rumah makan yang Ber- PHBS. Dan indikator tindakan dalam penelitian ini adalah menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, menggunakan jamban, membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok di rumah makan, menutup makanan dan minuman, tidak meludah sembarangan dan memberantas jentik nyamuk.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pernyataan keseluruhan yaitu 8 (delapan) pernyataan dan setiap pernyataan di berikan nilai 0 (nol) jika setuju dengan pernyataan yang salah dan nilai 1 (satu) jika setuju dengan pernyatan yang benar, sehingga diperoleh skor nilai :
Skor tertinggi : 8 X 1 = 8 (100%)
Skor terendah : 8 X 0 = 0 (0%)
Kemudian diukur menggunakan rumus :
I=R/K   I=(100%-0%)/2
    = 50 %
         Keterangan:

I   = interval

R  = range/ kisaran (100%-0% = 100%)

K = jumlah kategori
Maka interval kelasnya adalah 50 %
Batas atas        = Skor tertinggi    = 100 %
Batas bawah        = (Batas atas – I)   = 50%
Kriteria Objektif :
Cukup    = Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai = 50 %
Kurang    = Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mencapai atau < 50%
    Pendapatan
Tingkat pendapatan adalah semua penghasilan yang didapat setiap bulan yang diukur dengan uang, baik dari pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan yang dibagi dalam jumlah anggota keluarga dan standarnya adalah Upah Minumum Regional (UMR) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010 (BPS) sebesar sebesar Rp. 970.000/bulan. Dalam penelitian ini tingkat pendapatan dikaji secara ordinal.
Kriteria Objektif pendapatan adalah :
    Cukup        :  UMR =  Rp. 970.000
    Kurang         : UMR <  Rp. 970.000
    Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Makan
PHBS di rumah makan adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelolah rumah makan agar tahu, mahu dan mampu untuk mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan rumah makan Ber-PHBS, indikator dalam penelitian ini adalah menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, menggunakan jamban, membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok di rumah makan, menutup makanan dan minuman, tidak meludah sembarangan dan memberantas jentik nyamuk.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pertanyaan keseluruhan yaitu 8 (delapan) pertanyaan dan setiap pertanyaan di berikan nilai 0 (nol) jika menjawab jawaban yang salah dan nilai 1 (satu) jika menjawab jawaban yang benar, sehingga diperoleh skor nilai :
Skor tertinggi : 8 X 1 = 8 (100%)
Skor terendah : 8 X 0 = 0 (0%)
Kemudian diukur menggunakan rumus :
I=R/K   I=(100%-0%)/2
    = 50 %
 Keterangan:

I   = interval
R  = range/ kisaran (100%-0% = 100%)
K = jumlah kategori
Maka interval kelasnya adalah 50 %
Batas atas        = Skor tertinggi    = 100 %
Batas bawah        = (Batas atas – I)   = 50%
Kriteria Objektif :
Baik      = Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai = 50 %
Buruk      = Apabila nialai jawaban yang diberikan responden benar mencapai atau < 50%
(Sugiono, 2007).

    Teknik  Pengumpulan Data
    DataPrimer
Data primer adalah data yang langsung diambil atau diperoleh dari responden baik dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) maupun wawancara langsung kepada responden.
     Data Sekunder
Data yang diperoleh dari instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Dalam hal ini data yang diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolah Aset Daerah Kota Kendari (DPPAD)
     Pengolahan Data, Analisis Data dan Penyajian Data
    Pengolahan Data¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan kuesioner, diolah dengan menggunakan komputer dalam program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16,0 dan kalkulator kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.
    Analisis Data
    Analisis univariat
Data di analisis secara univariat yaitu data dari masing-masing variabel di sajikan dalam bentuk tabel frekuensi.
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel dependen dan sebuah variabel independen. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara  variabel bebas dengan variabel terikat digunakan analisis statistik dengan uji chi square dengan tingkat signifikan (a=0,05). Dengan menggunakan rumus :
X^2=?¦?(Oij-Eij)?^2/Eij

Keterangan :
        X2   = n ilai chi-kuadrat
N    = jumlah sampel
M   = nilai maksimum baris/kolom
Dimana :   Oij =  nilai hasil observasi
      Eij =  nilai harapan
Dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) adalah:
    H0 diterima jika X2hitung = X2tabel atau p value = (a) = 0,05
    H0 ditolak jika X2hitung > X2tabel atau p value < (a) = 0,05
Jika H0 ditolak kemudian dilanjutkan uji keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien phi (Ø).
Rumus :
RØ=(|ad-bc|)/v((a+b)(b+d)(c+d))
Besarnya nilai phi (Ø) berada diantara 0 sampai dengan 1 dengan ketentuan :
0,76 - 1,00    : hubungan sangat kuat
0,51 - 0,75    : hubungan kuat
0,26 - 0,50        : hubungan sedang
0,01 - 0,25        : hubungan lemah
3.  Penyajian Data
Data yang telah diolah dan dianalisis, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi di,lsertai dengan penjelasan.

0 Response to "HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, TINDAKAN DAN PENDAPATAN DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA PEDAGANG MAKANAN DI TEPI TELUK KENDARI KELURAHAN TIPULU KOTA KENDARI TAHUN 2011"

Post a Comment

* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya