ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH
TINEA IMBRIKATA
TINEA IMBRIKATA
DI SUSUN
OLEH KELOMPOK 4 :
WD. HASTI KUSUMAWATI
WD. HARIANTI
DAHLIA TOMIA
DARJAT MAHAPUTRA
AKADEMI KEPERAWATAN KABUPATEN BUTON
TAHUN AKADEMIK
2011/2012
OLEH KELOMPOK 4 :
WD. HASTI KUSUMAWATI
WD. HARIANTI
DAHLIA TOMIA
DARJAT MAHAPUTRA
AKADEMI KEPERAWATAN KABUPATEN BUTON
TAHUN AKADEMIK
2011/2012
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Tinea imbrikata adalah salah satu bentuk khas infeksi jamur dermatofit yang disebabkan oleh jamur Trichophyton concentricum. Penyakit ini sering menyerang seluruh permukaan tubuh sehingga menyerupai Eritrodemia, Pempigus foliaseus, Iktiosis yang sudah menahun.
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Tinea imbrikata adalah salah satu bentuk khas infeksi jamur dermatofit yang disebabkan oleh jamur Trichophyton concentricum. Penyakit ini sering menyerang seluruh permukaan tubuh sehingga menyerupai Eritrodemia, Pempigus foliaseus, Iktiosis yang sudah menahun.
B. Etiologi
Infeksi dermatofita jenis Trichophyton concentricum
C. Patofisiologi
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama : perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
Perlekatan. Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik.
Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
Perkembangan respons host. Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi.
D. Manifestasi klinis
Gambaran klinik berupa makula yang eritematous dengan skuama yang melingkar. Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam. Pada umumnya pada bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih tenang, tetapi seluruh makula ditutupi oleh skuama yang melingkar.
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Kerokan kulit dengan KOH 10%, dipanasi sebentar tidak sampai mendidih. Dapat ditemukan hifa, miselium, dan spora.
2. Biakan skuama pada media Sabouraud, menghasilkan koloni ragi.
Gambaran klinik yang khas ini, tidak ditemukan pada penyakit lain sehingga memudahkan diagnosis pasti.
F. Penanganan
Pengobatan Pencegahan :
1. Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, dan basah. Jika faktor-faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan lambat.
2. Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
3. Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau bahan sintetis.
4. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air panas.
Terapi lokal :
1. Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah jenggot, telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal saja.
2. Lesi-lesi yang meradang akut yang acta vesikula dan acta eksudat harus dirawat dengan kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus menerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
3. Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol, ekonasol, bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2% dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.
4. Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit menjadi lunak dan mengelupas. Obat-obat keratolotik dapat mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati kalau menggunakannya.
Terapi sistemik
Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin. Griseofulvin adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies penisillium. Obat ini sangat manjur terhadap segala jamur dermatofitosis. Griseofulvin diserap lebih cepat oleh saluran pencernaan apabila diberi bersama-sama dengan makanan yang banyak mengandung lemak, tetapi absorpsi total setelah 24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah griseofulvin diminum bersamaan waktu makan atau diantara waktu makan. Dosis rata-rata orang dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan dilakukan 4 x sehari , 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk anak-anak dianjurkan 5 mg per kg berat badan dan lamanya pemberian adalah 10 hari. Salep ketokonasol dapat diberikan 2 x sehari dalam waktu 14 hari.
G. Prognosis
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktifitas/istrahat : perubahan aktifitas, kelemahan, malaise, toleransi terhadap aktifitas rendah
2. Nyeri : mengeluh ketidaknyamanan, nyeri, gatal
3. Keamanan : takut, ansietas
4. Integritas ego : Adanya faktor stress yang baru dialami
Tanda : Ansietas, peka rangsang, emosi tidak stabil.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
Mimpi buruk.
6. Pola Persepsi Kognitif
Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
Pengetahuan akan penyakitnya.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perasaan tidak percaya diri atau minder.
Perasaan terisolasi.
8. Pola Hubungan dengan Sesama
Frekuensi interaksi berkurang
Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola Sistem Kepercayaan
Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
Agama yang dianut
B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit.
2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
5. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi.
C. Intervensi keperawatan
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
Tujuan : Kerusakan integritas kulit dapat teratasi
Intervensi :
1. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg berlebihan) ketika memasang balutan basah.
Rasional : Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan perluasan kelainan primer.
2. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional : Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya sebagian penyakit kulit.
3. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan suhu terlalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas, radiator).
Rasional : Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap panas.
4. Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional : Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
Tujuan : klien merasa nyerinya berkurang
Intervensi :
1. Temukan penyebab nyeri/gatal
Rasional : Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan.
2. Catat hasil observasi secara rinci.
Rasional : Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis dan pengobatan.
3. Antisipasi reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).
Rasional : Ruam menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak dapat menunjukkan reaksi alergi obat.
4. Pertahankan lingkungan dingin.
Rasional : Kesejukan mengurangi gatal.
5. Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitive
Rasional: Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.
6. Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur
Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
7. Mengatasi kekeringan (serosis).
Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis : redish, gatal, lepuh, eksudat.
8. Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.
Rasional : Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier kulit.
9. Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional : Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan
10. Menggunakan terapi topikal.
Rasional: Membantu meredakan gejala.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan : klien dapat tidur/istirahat dengan tenang
Intervensi :
1. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional : Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
2. Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional : Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
3. Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim setelah mandi.
Rasional: memelihara kelembaban kulit
4. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional : kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan : Gangguan citra tubuh dapat teratasi
Intervensi :
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata, ucapan merendahkan diri sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional : Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional : klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional : Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional : membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional : membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Intervensi :
1. Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti tentang penyakitnya.
Rasional : memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional : Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.
3. Peragakan penerapan terapi seperti, kompres basah, obat topikal.
Rasional : memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4. Nasihati klien agar kulit teap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta losion kulit.
Rasional : stratum korneum memerlukan air agar tetap fleksibel. Pengolesan krim/lotion akan melembabkan kulit dan mencegah kulit tidak kering, kasar, retak dan bersisik.
5. Dorong klien untuk mendapatkan nutrisi yang sehat.
Rasional : penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang, perubahan pada kulit menandakan status nutrisi yang abnormal.
DAFTAR PUSTAKA
Budimulja U. Mikosis. Dalam : Djuanda, A. dkk, editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007.
Daili, E.S.S., Menaldi S.L. dan Wisnu, I.M., 2005, Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia Sebuah Panduan Bergambar, PT Medical Multimedia Indonesia, Jakarta : 27 – 37.
Djuanda, A., 1994, Pengobatan Topikal Dalam Bidang Dermatologi, Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta.
Dorland, 1996, Kamus Kedokteran Dorland, dalam Harjono, R.M., Oswari, J., Ronardy, D.H., Santoso, K., Setio, M., Soenarno, Widianto, G., Wijaya, C. dan Winata, I. (eds), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1937.
Evaria, 2005, MIMS Edisi Bahasa Indonesia, 6th vol, PT InfoMaster, Jakarta : 395 – 398.
Infeksi dermatofita jenis Trichophyton concentricum
C. Patofisiologi
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama : perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
Perlekatan. Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik.
Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
Perkembangan respons host. Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi.
D. Manifestasi klinis
Gambaran klinik berupa makula yang eritematous dengan skuama yang melingkar. Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam. Pada umumnya pada bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih tenang, tetapi seluruh makula ditutupi oleh skuama yang melingkar.
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Kerokan kulit dengan KOH 10%, dipanasi sebentar tidak sampai mendidih. Dapat ditemukan hifa, miselium, dan spora.
2. Biakan skuama pada media Sabouraud, menghasilkan koloni ragi.
Gambaran klinik yang khas ini, tidak ditemukan pada penyakit lain sehingga memudahkan diagnosis pasti.
F. Penanganan
Pengobatan Pencegahan :
1. Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, dan basah. Jika faktor-faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan lambat.
2. Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
3. Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau bahan sintetis.
4. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air panas.
Terapi lokal :
1. Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah jenggot, telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal saja.
2. Lesi-lesi yang meradang akut yang acta vesikula dan acta eksudat harus dirawat dengan kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus menerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
3. Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol, ekonasol, bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2% dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.
4. Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit menjadi lunak dan mengelupas. Obat-obat keratolotik dapat mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati kalau menggunakannya.
Terapi sistemik
Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin. Griseofulvin adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies penisillium. Obat ini sangat manjur terhadap segala jamur dermatofitosis. Griseofulvin diserap lebih cepat oleh saluran pencernaan apabila diberi bersama-sama dengan makanan yang banyak mengandung lemak, tetapi absorpsi total setelah 24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah griseofulvin diminum bersamaan waktu makan atau diantara waktu makan. Dosis rata-rata orang dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan dilakukan 4 x sehari , 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk anak-anak dianjurkan 5 mg per kg berat badan dan lamanya pemberian adalah 10 hari. Salep ketokonasol dapat diberikan 2 x sehari dalam waktu 14 hari.
G. Prognosis
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktifitas/istrahat : perubahan aktifitas, kelemahan, malaise, toleransi terhadap aktifitas rendah
2. Nyeri : mengeluh ketidaknyamanan, nyeri, gatal
3. Keamanan : takut, ansietas
4. Integritas ego : Adanya faktor stress yang baru dialami
Tanda : Ansietas, peka rangsang, emosi tidak stabil.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
Mimpi buruk.
6. Pola Persepsi Kognitif
Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
Pengetahuan akan penyakitnya.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perasaan tidak percaya diri atau minder.
Perasaan terisolasi.
8. Pola Hubungan dengan Sesama
Frekuensi interaksi berkurang
Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola Sistem Kepercayaan
Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
Agama yang dianut
B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit.
2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
5. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi.
C. Intervensi keperawatan
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
Tujuan : Kerusakan integritas kulit dapat teratasi
Intervensi :
1. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg berlebihan) ketika memasang balutan basah.
Rasional : Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan perluasan kelainan primer.
2. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional : Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya sebagian penyakit kulit.
3. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan suhu terlalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas, radiator).
Rasional : Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap panas.
4. Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional : Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
Tujuan : klien merasa nyerinya berkurang
Intervensi :
1. Temukan penyebab nyeri/gatal
Rasional : Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan.
2. Catat hasil observasi secara rinci.
Rasional : Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis dan pengobatan.
3. Antisipasi reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).
Rasional : Ruam menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak dapat menunjukkan reaksi alergi obat.
4. Pertahankan lingkungan dingin.
Rasional : Kesejukan mengurangi gatal.
5. Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitive
Rasional: Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.
6. Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur
Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
7. Mengatasi kekeringan (serosis).
Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis : redish, gatal, lepuh, eksudat.
8. Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.
Rasional : Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier kulit.
9. Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional : Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan
10. Menggunakan terapi topikal.
Rasional: Membantu meredakan gejala.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan : klien dapat tidur/istirahat dengan tenang
Intervensi :
1. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional : Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
2. Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional : Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
3. Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim setelah mandi.
Rasional: memelihara kelembaban kulit
4. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional : kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan : Gangguan citra tubuh dapat teratasi
Intervensi :
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata, ucapan merendahkan diri sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional : Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional : klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional : Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional : membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional : membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Intervensi :
1. Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti tentang penyakitnya.
Rasional : memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional : Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.
3. Peragakan penerapan terapi seperti, kompres basah, obat topikal.
Rasional : memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4. Nasihati klien agar kulit teap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta losion kulit.
Rasional : stratum korneum memerlukan air agar tetap fleksibel. Pengolesan krim/lotion akan melembabkan kulit dan mencegah kulit tidak kering, kasar, retak dan bersisik.
5. Dorong klien untuk mendapatkan nutrisi yang sehat.
Rasional : penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang, perubahan pada kulit menandakan status nutrisi yang abnormal.
DAFTAR PUSTAKA
Budimulja U. Mikosis. Dalam : Djuanda, A. dkk, editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007.
Daili, E.S.S., Menaldi S.L. dan Wisnu, I.M., 2005, Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia Sebuah Panduan Bergambar, PT Medical Multimedia Indonesia, Jakarta : 27 – 37.
Djuanda, A., 1994, Pengobatan Topikal Dalam Bidang Dermatologi, Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta.
Dorland, 1996, Kamus Kedokteran Dorland, dalam Harjono, R.M., Oswari, J., Ronardy, D.H., Santoso, K., Setio, M., Soenarno, Widianto, G., Wijaya, C. dan Winata, I. (eds), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1937.
Evaria, 2005, MIMS Edisi Bahasa Indonesia, 6th vol, PT InfoMaster, Jakarta : 395 – 398.
0 Response to "contoh askep ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH TINEA IMBRIKATA"
Post a Comment
* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya