PROPOSAL PENELITIAN
STUDI PENGETAHUAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF TERHADAP
MOTIVASI MELAKUKAN PEMERIKSAAN SPUTUM DI
RUANG LABORATORIUM RSUD
KOTA BAU-BAU TAHUN 2008
A. Latar Belakang
Dalam sistem kesehatan Nasional dicantumkan tujuan
pembangunan kesehatan yaitu tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi tiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah
satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan Nasional. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka pembanguan kesehatan harus diselenggarakan sebagai bagian
integral dari pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang
sehat, cerdas dan produktif (Depkes
RI, 2005).
Untuk mewujudkan kesadaran dalam upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal, pemerintah dan seluruh lapisan
masyarakat harus berusaha dan bekerja sama dalam pencegahan dan pengobatan
segala macam penyakit terutama penyakit menular (Depkes RI,
2005)
Diantara sekian banyak penyakit menular yang sering
ditemukan keberadaannya dan harus diwaspadai serta perlu mendapat perhatian
khusus adalah penyakit tuberculosis. Dimana penyakit tuberculosis adalah suatu
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mikobakterium tuberculosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan
waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Di Indonesia
penyakit tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Berdasarkan
hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa
penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 (tiga) setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok
usia dan nomor 1 (satu) dari golongan penyakit infeksi. Kini Indonesia menjadi
penyumbang kasus tuberkulosis terbesar ketiga setelah China dan India. Menurut
WHO pada peringatan hari tuberkulosis se-Dunia tahun 2003 bahwa penderita
tuberkulosis di Indonesia mencapai 581.847 orang, tak sebanyak perkiraan
Yayasan Pembangunan Indonesia Sehat yang mencapai 6,7 juta orang (Kompas, 10
Maret 2004).
Pada tahun
1999 WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis di
Indonesia dengan kematian sekitar 140.000 orang. Secara kasar diperkirakan
setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis paru
BTA positif (Depkes RI, 2005).
Di Sulawesi
Tenggara dengan jumlah penduduk 1.930.796 jiwa ditemukan 1559 penderita
tuberkulosis paru BTA positif dan diperkirakan setiap 100.000 penduduk terdapat
210 penderita baru tuberkulosis paru BTA positif (Depkes Sultra, 2006).
Di Kota
Bau-Bau khususnya di ruang laboratorium RSUD Kota Bau-Bau jumlah penderita
tuberkulosis paru yang memeriksakan sputum BTA positif dalam sehari berkisar
3-5 orang.
Beberapa
upaya dalam mengatasi penyakit tuberkulosis paru BTA positif adalah
meningkatkan pengetahuan penderita terhadap penyakit tuberkulosis agar
penderita termotivasi dalam memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan
untuk memeriksakan sputum dan selanjutnya memperoleh perawatan dan pengobatan.
Beberapa
upaya yang telah dilakukan oleh penderita sering kali tidak maksimal dalam
mengatasi masalah yang diderita. Salah satu faktor tersebut adalah kurangnya
pengetahuan dan motivasi penderita tuberkulosis paru dalam melakukan
pemeriksaan laboratorium BTA positif secara berkala.
Dari uraian
di atas peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Studi
Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru BTA Positif terhadap Motivasi Melakukan
Pemeriksaan Sputum di Ruang Laboratorium RSUD Kota Bau-Bau Tahun 2008”.
B. Rumusan Masalah
1. Pernyataan Masalah
Untuk menentukan
seseorang menderita tuberkulosis paru adalah dengan pemeriksaan laboratorium.
Oleh karena itu pengetahuan dan motivasi penderita untuk melakukan pemeriksaan
sputum sangat diharapkan dan bermanfaat dalam penanganan serta pencegahan
komplikasi lanjut atau bahkan kematian.
2. Pertanyaan Masalah
a. Bagaimanakah pengetahuan penderita
terhadap penyakit tuberkulosis paru BTA positif ?
b. Bagaimana motivasi penderita untuk melakukan
pemeriksaan sputum?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran pengetahuan penderita
tuberkulosis paru BTA positif terhadap motivasi melakukan pemeriksaan sputum.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan penderita
terhadap tuberkulosis paru BTA positif.
b. Untuk mengidentifikasi motivasi penderita tuberkulosis
paru BTA positif untuk melakukan pemeriksaan sputum.
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat menjadi salah satu sumber informasi
bagi RSUD Kota Bau-Bau khususnya ruang laboratorium dalam meningkatkan mutu
pelayanan.
2. Sumber informasi bagi masyarakat dalam
mengenal penyakit tuberkulosis paru BTA positif melalui pemeriksaan sputum.
3. Merupakan pengalaman yang berharga untuk
memperluas wawasan dan pengetahuan tentang riset keperawatan
4.
Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya
TINJAUAN PUSTAKA
E.
Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
Pengetahuan
merupakan kumpulan kesan-kesan dan penerangan yang terhimpun dari pengalaman
yang siap untuk digunakan. Adapun
pengalaman itu diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain. Pengetahuan itu
sendiri diperoleh dari beberapa faktor antara lain adalah pendidikan formal,
akan tetapi tidak mutlak pengetahuan juga dapat diperoleh melalui pendidikan
non formal (Ancok, 1989).
Pengetahuan
adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan melalui panca indra : penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
raba dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 1997).
Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Rogers, (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru (berperilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan,
yakni :
- Awarenees (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.
- Interest (merasa tertarik), yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus, disini sikap subyek sudah mulai timbul.
- Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
- Trial, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.
- Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun
demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan
perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku
baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini dimana didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng (long lasting)
sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahun dan kesadaran
maka tidak akan berlangsung lama.
Pengetahuan
yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu :
- Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, menyatakan, mengidentifikasi dan
sebagainya.
- Memahami (comprehention)
Memahami diartikan sebagai kemampuan
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
- Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi riil. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks
atau situasi yang misalnya dengan menggunakan rumus statistik dalam perhitungan
hasil. Penelitian dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan.
- Analisis (analysis)
Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dengan penggunaan
kata kerja membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
- Sintesis (syntesis)
Suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau
kemampuan untuk menyusun formulasi baru misalnya dapat memecahkan, merencanakan,
meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
- Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penalaran terhadap materi atau obyek. Penalaran ini berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
Menurut Best, (1989) dan Anderson, (1990) mengatakan bahwa ilmu
pengetahuan terdiri atas 2 (dua) macam ditinjau dari sifat dan cara
penerapannya
- Pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan mengenai informasi faktual yang pada umumnya bersifat statis normatif dan dapat dijelaskan secara lisan dan verbal. Isi dari pengetahuan ini berupa konsep-konsep dan fakta yang dapat ditularkan kepada orang lain melalui ekspresi lisan atau tulisan. Menurut Evans, (1991) pengetahuan deklaratif berisi konsep dan fakta yang bersifat verbal dan dapat diuraikan dengan kalimat-kalimat statement (pernyataan) maka ia juga disebut stateable concept and fact, yaitu konsep dan fakta yang dapat dinyatakan melalui ekspresi lisan.
- Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan yang mendasari kecakapan atau keterampilan perbuatan jasmani yang cenderung bersifat dinamis.
Menurut Best,
(1989) mengatakan ditinjau dari sudut informasi dan pengetahuan yang disimpan
memori manusia terdiri atas dua macam :
- Semantic Memory (memori semantik) yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau pengertian-pengertian.
- Episode memory (memori episodik) yaitu memori khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa.
Best,
(1989) berpendapat bahwa antara item pengetahuan episodik dan item pengetahuan
semantik terdapat hubungan yang memungkinkan bergabungnya item memori episodik
dan memori semantik.
Pendidikan
adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan
(Muhibbin Syah, 2002).
Tardif,
(1987) seorang ahli psikologi pendidikan mengatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang semakin banyak memiliki ilmu pengetahuan dan wawasannya
semakin luas sehingga proses pengubahan sikap dan tinkah laku akan semakin
baik. Reber, (1988) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan
mempengaruhi pola dalam pengambilan sikap dan tindakan seseorang, semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang kecenderungan untuk mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya akan semakin besar.
Koos, (1954)
mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi
pengetahuannya dan pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui proses alamiah
manusia setelah ia mengalami, mengamati, menyaksikan dan mengerjakan sesuatu
sejak ia lahir sampai dewasa khususnya melalui pendidikan. Sedangkan menurut
teori yang dikemukakan oleh Ancok (1981) bahwa pengetahuan diperoleh bukan saja
melalui pendidikan.
Koentjaraningrat,
(1977) mengemukakan bahwa meningkatnya tingkat pendidikan seseorang menyebabkan
meningkanya kemampuan dalam menyerap pengetahuan. Ngadiarti, (1985) mengatakan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
tingkat pengetahuannya.
Beker dan
Reinke, (1994) mengatakan bahwa tingkat pendidikan sangat relevan dengan
tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sedangkan menurut teori yang
dikemukakan oleh Lawrence Green mengatakan bahwa pengetahuan merupakan salah
satu faktor penentu (predisposing
factors) bagi perilaku seseorang.
F. Tinjauan Umum tentang Motivasi
1. Pengertian
Motivasi itu
mempunyai arti dorongan, berasak dari bahasa latin Movere yang berarti mendorong/menggerakan. Motivasi inilah yang
mendorong seseorang untuk berperilaku beraktivitas dalam pencapaian tujuan
(Widayatun, 1999).
Motivasi merupakan
fungsi dari berbagai macam variabel yang saling mempengaruhi. Ia merupakan
suatu proses psikologis, dalam masa terjadi interaksi antara sikap, kebutuhan,
persepsi, proses belajar dan pemecahan (Indrawijaya, 2002).
Menurut kebanyakan
definisi, motivasi mengandung tiga komponen pokok yaitu :
a. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan
pada individu, memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu
b.
Mengarahkan
atau menyalurkan tinkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi
tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu.
c. Untuk menjaga dan menopang tinkah laku.
Lingkungan sekitar harus menguatkan (reinforce) intensitas dan arah
dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
2. Proses Terjadinya Motivasi
Motivasi diawali
dengan keinginan untuk mempengaruhi perilaku seseorang. Keinginan tersebut
melalui proses persepsi yang diterima seseorang. Proses persepsi ini ditentukan
oleh kepribadian, sikap, pengalaman dan harapan seseorang. Selanjutnya apa yang
diterima tersebut diberi arti oleh yang bersangkutan menurut minat dan
keinginannya (faktor intrinsik). Minat ini mendorongnya untuk mencari informasi
yang akan digunakan oleh yang bersangkutan untuk mengembangkan beberapa
alternatif tindakan. Berdasarkan tindakan ini selanjutnya ia melakukan evaluasi
yaitu dengan membandingkan hasil yang dicapainya dengan tindakannya sendiri.
3. Teori Motivasi
a. Teori hedonisme yaitu motivasi yang
berhubungan dengan senang atau gembira
b. Teori naluri yaitu motivasi atau dorongan
yang ada dalam diri manusia
c. Teori kebudayaan yaitu motivasi yang akan
menimbulkan perilaku berbudaya.
d. Teori motivasi berdasarkan kebutuhan
e. Motivasi itu merupakan motor perilaku
seseorang/individu
f. Semakin tinggi motivasi seseorang maka semakin
cepat dalam memperoleh tujuan dan kepuasan.
4.
Bentuk-Bentuk Motivasi
a. Motivasi instrinsik atau motivasi yang
datang dari dalam diri individu itu sendiri
b. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang
datangnya dari luar individu
c. Motivasi terdesak yaitu motivasi yang
muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat
sekali munculnya pada perilaku aktivitas seseorang.
d. Motivasi yang berhubungan dengan ideologi
politik, ekonomi, sosial budaya (ipoleksosbud) dan Hankam yang sering menonjol
adalah motivasi sosial karena individu itu memang makhluk sosial.
5.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi terhadap
Motivasi
a. Faktor phisik dan proses mental
b. Faktor hereditas, lingkungan dan kematangan
atau usia
c. Faktor instrinsik seseorang
d. Fasilitas (sarana dan prasarana)
e. Situasi dan kondisi
f. Program dan aktifitas
g. Audio Visual Aid (media).
6.
Cara Meningkatkan Motivasi
a. Dengan tekhnik verbal
1. Berbicara untuk meningkatkan semangat
2. Pendekatan pribadi
3. Diskusi, dan sebagainya.
b. Tekhnik tingkah laku (meniru, mencoba,
menerapkan)
c. Tekhnik insentif dengan cara mengambil
kaidah yang ada
d. Supertisi (kepercayaan akan sesuatu secara
logis namun membawa keberuntungan)
e. Citra/immage yaitu dengan immajinasi atau
daya khayal yang tinggi maka individu termotivasi.
G.
Tinjauan Tentang Penyakit Tuberculosis
Paru
- Pengertian
Tuberkulosis paru
adalah penyakit infeksi yang menular disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru tetapi dapat pula
menyerang organ tubuh lainnya.
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru adalah kuman micobacterium
tuberculosis. Kuman ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman micobacterium
tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan
hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman
ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
3. Patogenesis
a. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar
pertama kali dengan kuman tuberkulosis. Droplet yang terhirup sangat kecil
ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan
terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai
saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelaan di paru,
yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman
tuberkulosis ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks
primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan
setelah terjadinya infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk
dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis.
Meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai persisten atau
dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan
menjadi penderita tuberkulosis.
b. Infeksi Sekunder
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah
beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan
tubuh menurun. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru
yang luas dengan terjadinya cavitas atau efusi pleura.
4. Klasifikasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan,
tuberkulosis dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA Positif
Sputum BTA positif dan foto
rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
b. Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Sputum BTA negatif dan foto
rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
5. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis
adalah penyakit infeksi yang umumnya menimbulkan tanda dan gejala yang sangat
bervariasi pada masing-masing penderita mulai dari tanpa gejala hingga gejala
yang sangat akut. Sering tidak ada hubungannya antara lamanya sakit dengan
luasnya penyakit. Secara klinis manifestasi tuberkulosis paru dapat
timbul beberapa fase :
a. Dimulai dengan fase asimtomatis dengan
lesi yang hanya dapat dideteksi secara radiologik.
b. Berkembang menjadi plitisis yang jelas
kemudian mengalami stagnasi atau regresi.
c.
Eksaserbasi memburuk.
d. Dapat berulang kemudian menjadi menahun.
Tanda
dan Gejala :
a. Sistemik : Malaise, anoreksia, berat badan menurun, berkeringat malam.
Akut : Demam
tinggi, seperti flu, menggigil
Milier
: Demam akut, sesak napas,
sianosis
b.
Respiratorik
Batuk-batuk lama dan berdahak
selama 3 (tiga) minggu atau lebih, dahak mukoid/mukopurulen, nyeri dada, batuk
darah dan gejala-gejala lain yaitu bila ada tanda-tanda penyebaran ke
organ-organ lain seperti pleura : nyeri, pleuritik, sesak napas ataupun gejala
meningeal yaitu nyeri kepala, kaku kuduk dan lain-lain.
6. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Kelainan fisik yang mungkin
didapatkan antara lain :
a. Tanda-tanda adanya infiltrat luas atau
konsolidasi, terdapat fremitus mengeras, perkusi redup, suara napas bronchial
dengan atau tanpa ronchi.
b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma
mediastinim atau pleura dada asimetris, pergerakan napas yang tertinggal,
pergeseran dari batas-batas ketok diafragma dan jantung, suara napas melemah
dengan atau tanpa ronki.
c. Tanda-tanda kavitas yang berhubungan
dengan bronchus.
d. Sekret disaluran napas : ronki
basah/kering.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi umumnya
akan memperlihatkan adanya :
a. Anemi terutama bila penyakit telah
berjalan menahun.
b.
Leukositosis ringan dengan predominasi limposit
c. Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama
pada fase akut dan umumnya nilai-nilai tersebut kembali normal pada tahap
penyembuhan.
c. Pemeriksaan Radiologik.
Karakteristik radiologi yang
menunjang diagnosis antara lain :
a. Bayangan lesi radiologik yang terletak di
lapangan atas paru.
b.
Bayangan yang berawan.
c. adanya kavitas, tunggal atau ganda.
d.
adanya kalsifikasi.
e. Kelainan yang bilateral terutama bila
terdapat lapangan paru.
f.
Bayangan milier.
d. Pemeriksaan Bakteriologik
Ditemukan kuman mycobacterium
tuberculosis dalam dahak penderita memastikan diagnosis tuberkulosis paru.
Pemeriksaan biakan lebih sensitif daripada sediaan hapus. Pada pemeriksaan
pertama sebaiknya dilakukan 3 (tiga) kali pemeriksaan dahak yaitu sewaktu pagi,
sewaktu (SPS), uji resistensi harus dilakukan apabila ada dengan resistensi
terhadap pengobatan.
7. Diagnosa Banding
Tuberkulosis paru dapat menyerupai hampir semua penyakit paru
lainnya seperti bronkhitis, bronkhietasis, pneumoni, abses paru atau tumor
paru.
8. Penatalaksanaan
a. Tujuan
1.
Menyembuhkan penderita
2.
Mencegah kematian
3.
Mencegah kekambuhan
4.
Menurunkan tingkat penularan.
b. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis
(OAT)
1)
Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat
bakteristik, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama
pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik
aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg
BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 10 mg/kg BB
2)
Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat
membunuh kuman semi-dormant (persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh
isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB
diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
3)
Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat
membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang
dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
4)
Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid. Dosis
harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya
0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50
gr/hari.
5)
Etambutol (E)
Bersifat sebagai
bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.
c. Prinsip Pengobatan
Obat tuberkulosis diberikan
dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunih.
Apabila paduan obat yang digunakan adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman tuberkulosis akan berkembang menjadi kuman kebal obat
(resisten).
Pengobatan tuberkulosis
diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a.
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT,
terutama rifampisin. Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita
tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan
intensif.
b.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita
mendapat obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
Keterangan
:
: Diteliti
: Tidak diteliti
METODOLOGI PENELITIN
I.
Desain Penelitian
Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif dengan metode
survei.
J.
Kerangka Kerja (Frame Work)
|
Variabel Terikat
Variabel Pengontrol
K.
Populasi, Sampel dan Sampling
- Populasi
Populasi dalam
penelitian ini adalah semua penderita tuberculosis paru BTA positif yang pernah
berkunjung di ruang laboratorium RSUD Kota Bau-Bau untuk melakukan pemeriksaan
sputum.
- Sampel
Sampel pada
penelitian ini adalah penderita tuberkulosis paru BTA positif yang pernah melakukan
pemeriksaan sputum di ruang laboratorium RSUD Kota Bau-Bau. Pada penelitian ini
sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi.
Kriteria inklusi
adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau layak untuk diteliti
adalah :
a. Penderita yang kooperatif dan bersedia
menjadi responden
b. Penderita yang dapat membaca dan menulis
- Sampling
Cara pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Nonprobability sampling dengan
pendekatan purposif sampling dimana penetapan sampel sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti. Estimasi sampel berjumlah 30 penderita.
L.
Identifikasi Variabel
- Variabel Bebas (Variabel Independen)
Adapun yang
termasuk variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pengetahuan penderita.
- Variabel Terikat (Variabel Dependen)
Adapun yang
termasuk variabel terikat dalam penelitian ini adalah Motivasi penderita.
M. Definisi Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Parameter
|
Cara Pengukuran
|
Skala
|
Skore
|
1.
|
Independen :
Pengetahuan penderita
|
Segala sesuatu yang diketahui penderita terhadap penyakit tuberculosis
paru BTA positif
|
Penderita mengetahui tentang :
- Pengertian
- Penyebab
- Tanda dan gejala
- Komplikasi
- Pengobatan
.
|
Kuesioner
|
Ordinal
|
Baik
6-10
Kurang
0-5
|
2.
|
Dependen :
Motivasi penderita
|
Faktor pendorong yang dimiliki penderita untuk melakukan pemeriksaan
sputum.
|
Penderita menunjukkan
sikap/perilaku untuk pemeriksaan sputumnya diruang laboratorium RSUD Kota
Bau-Bau..
|
Kuesioner
|
Ordinal
|
Kuat
4-6
Lemah
0-3
|
N.
Tempat dan Waktu Penelitian
- Tempat
Lokasi dalam penelitian ini adalah di ruang
laboratorium RSUD Kota Bau-Bau.
- Waktu
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dimulai
tanggal sampai dengan Agustus 2008.
O.
Instrumen Penelitian
Macam
kuesioner yang digunakan adalah closed
ended quastion, dimana untuk pertanyaan pengetahuan penderita menggunakan
tipe multiple choise dan untuk
pertanyaan motivasi penderita menggunakan tipe dichotomy question.
P.
Pengumpulan Data
Pengumpulan
data adalah proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan
karakteristik subyek yang diperlukan (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini
data yang dikumpulkan adalah data primer. Sebelum mengisi kuesioner responden
diminta kesediaannya untuk menjadi responden dengan mengisi formulir pernyataan
menjadi responden. Bila subyek setuju menjadi responden maka kuesioner yang
telah disediakan oleh peneliti diberikan kepada responden. Bila responden
mengalami hambatan dalam pengisiannya maka peneliti memberikan arahan atau
gambaran cara menjawab pertanyaan tanpa memberikan jawaban kepada responden.
Q.
Analisa Data
Pada
penelitian ini peneliti memberikan beberapa pertanyaan dengan kuesioner.
Pertanyaan terdiri atas 2 (dua) yaitu pertanyaan tentang pengetahuan penderita
terhadap tuberculosis paru BTA positif dan pertanyaan terhadap motivasi
penderita tuberkulosis paru untuk melakukan pemeriksaan sputum.
Pertanyaan
pengetahuan berjumlah 10 pertanyaan. Setiap pertanyaan disediakan 3 (tiga)
alternatif jawaban. Bila responden memilih jawaban yang paling benar akan
mendapat nilai 1 (satu) dan bila memilih jawaban yang salah akan mendapat nilai
0 (nol). Dengan demikian dari 10 pertanyaan responden akan mendapat nilai
tertinggi 10 dan terendah 0. Pengetahuan ini akan dikategorikan menjadi 2 (dua)
kategori yaitu pengetahuan baik jika mendapat nilai 6-10 dan pengetahuan kurang
jika mendapat nilai 0-5.
Pertanyaan
tentang motivasi berjumlah 5 pertanyaan dan setiap pertanyaan disajikan dalam 2
(dua) alternatif jawaban yaitu ”ya” dan ”tidak”. Dari 5 (lima) pertanyaan
tersebut responden akan mendapat nilai tertinggi 5 dan terendah 0. motivasi
penderita ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu motivasi kuat bila
mendapat nilai 3-5 dan motivasi lemah bila mendapat nilai 0-2.
Setelah
semua kuesioner dari responden terkumpul maka peneliti akan melakukan seleksi,
edit, coding dan ditabulasi untuk kemudian dianalisa secara deskriptif.
R.
Masalah Etika (ethical clearance)
Dalam
melakukan penelitian ini peneliti mendapat persetujuan dari pembimbing riset
dan mendapat rekomendasi dari Akper Kabupaten Buton untuk melakukan penelitian.
Kemudian peneliti memohon kepada Direktur RSUD Kota Bau-Bau untuk mendapatkan
izin. Setelah mendapat persetujuan maka peneliti melakukan penelitian dengan
menekankan masalah etika yang meliputi :
1. Informed Consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek sebelum riset dilaksanakan.
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset dilakukan. Bila subyek bersedia
diteliti maka lembar persetujuan ditanda tangani dan bila subyek menolak untuk
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
2.
Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan subyek peneliti tidak akan mencantumkan nama
subyek pada lembar kuesioner yang diisi oleh subyek tetapi hanya memberi kode.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang
diperoleh dari subyek.
0 Response to "STUDI PENGETAHUAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF TERHADAP MOTIVASI MELAKUKAN PEMERIKSAAN SPUTUM DI RUANG LABORATORIUM RSUD"
Post a Comment
* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya