proposal kesehatan "pengaruh HE terhadap respon kecemasan keluarga klien dengan penyakit stroke yang dirawat di ruang ICU RS TK II Pelamonia"


https://asmanurs3.blogspot.com/
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat ksehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan sehat 2010, yang merupakan cerminan masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia dengan ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan yang sehat serta memiliki kemauan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata diseluruh wilayah Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan pembangunan kesehatan yang berkesinambungan oleh pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah Kab/Kota maupun oleh masyarakat termasuk swasta (Depkes RI, 2005).
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting dengan dua pertiga terjadi di negara-negara berkembang.
Sekitar 80 juta orang menderita akibat stroke, teradapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan. Terdapat sekitar 250 juta anggota keluarga yang berkaitan dengan para penderita stroke yang bertahan hidup.
Stroke adalah penyakit otak yang paling destruktif dengan konsekuensi berat, termasuk beban psikologis, fisik yang besar pada klien, keluarga mereka dan masyarakat (Dr. Valley Feigin, 2004).
Setiap bulan sekitar 12 dari 100.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke, sehingga penyakit ini tercatat sebagai pembunuh nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Di Amerika, tercatat ada 770.000 pasien stroke, baik yang terkena untuk pertama kalinya maupun yang terkena serangan susulan. Dari segi usia, 72 persen pasien stroke berumur di atas 65 tahun. Hal ini dikarenakan peluang seseorang terkena stroke setelah berusia 55 tahun berlipat ganda pada setiap dasawarsa pertambahan umurnya.
Tingkat penyembuhan stroke masih rendah, sebanyak 15 – 30 persen pasien akan menderita kelumpuhan atau cacat yang permanen, kehilangan suara atau daya ingat, dan berbagai akibat lainnya. Sekitar 25 %  dari pasien stroke meninggal dalam tahun pertama setelah terserang stroke, dan 14 – 15 % mengalami stroke kedua dalam tahun yang sama setelah mengalami stroke pertama (Anomity, 2004).
Stroke hungga kini masih merupakan penyebab kematian utama baik di Indonesia maupun di mancanegara dan menimbulkan kecacatan terbanyak pada kelompok usia di atas 50 tahun melainkan juga usia produktif yang menjadi tulang punggung keluarga, bahkan dalam sejumlah kasus penderita penyakit itu masih berusia dibawah 30 tahun. Stroke merupakan serangan pada otak yang terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan terlebih dahulu, penyakit ini antara lain disebabkan oleh sumbatan plaktrombotik dn perdarahan yaitu pecahnya arteri atau pembuluh darah otak secara tiba-tiba (dr. Iskandar Jumadi, 2006).
Sistem persarafan pada manusia bukan hanya bertanggung jawab terhadap pengaturan sistem-sistem tubuh yang lain dan kapasitas adaptif, tetapi juga berkenan dengan aspek-aspek kesadaran diri berperasaan dan bertindak (Pahria, Tuti, et. Al, 1996).
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari proses patologi pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan (Price, Sylvia Anderson. 1994).
Sejalan dengan makin bertambah pentingnya program kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan pemulihan derajat kesehatan masyarakat, serta untuk mencegah dan mengobati penyakit yang ada di masyarakat maka arti kedudukan dan peranan pendidikan kesehatan pun akan bertambah penting.
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan didalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu paedagogic praktis, konsep dasar pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan ke arah lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Pendidikan kesehatan menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan kesehatan, dan pengetahuan kesehatan akan berpengaruh pada perilaku.
Pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk tindakan mendiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang di dalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik (Ekasari, Fatma, Mia. 2007).
Untuk mendapatkan gambaran pola pikir, sikap dan keterampilan yang spesifik tersebut diperlukan proses interaksi perawat-pasien dalam menggali perasaan, kepercayaan dan filosofi pasien secara individual. Dengan demikian, perawat mendapatkan gambaran masalah-masalah pasien dan hal-hal yang perlu diberikan dalam pendidikan kesehatan. Kemudian bersama pasien, perawat melakukan kerja sama demi memecahkan masalah melalui proses negoisasi tentang pendidikan kesehtaan yang diinginkan pasien. Hubungan proses pembelajaran yang terjadi bersifat dinamis dan interaktif.
Berikut ini merupakan rintangan utama yang menghambat kemampuan peserta didik untuk mendapatkan dan memproses informasi;
1.    Stres akibat penyakit akut dan kronis, ansietas, menurunnya pancaindra, dan tingkat pendidikan yang rendah pada pasien merupakan beberapa alasan yang menurunkan motivasi peserta didik dan menghambat proses pembelajaran.
2.    Penyangkalan terhadap kebutuhan pembelajaran dan kurangnya keinginan untuk memegang tanggung jawab (untuk mengendalikan) merupakan rintangan psikologis untuk mencapai perubahan perilaku.
3.    Kurangnya dukungan dan dorongan positif yang terus-menerus dari perawat dan pihak berkepentingan akan menghalangi potensi pembelajaran peserta didik.
Ansietas merupakan sebuah faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk bertindak di tingkat kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bergantung pada tingkatannya, ansietas bukan atau bisa menjadi gangguan bagi pembelajaran keterampilan baru. Ketakutan adalah kontributor utama pada ansietas sehingga akan berdampak negatif pada kesiapan belajar di segala bidang pembelajaran. Dengan mengetahui peristiwa-peristiwa yang membuat stres atau perubahan besar di dalam kehidupan yang dialami peserta didik, pendidik akan mendapat petunjuk tentang kesiapan emosi orang itu untuk belajar.
Ansietas merupakan perasaan cemas yang disebabkan oleh antisipasi adanya bahaya yang bisa bersifat internal atau eksternal (Dr. Alfin W, 2002).
Data penyakit stroke dari rekam medik RS TK II Pelamonia Makassar tidak didapatkan secara terperinci karena data penyakit stroke digabungkan dengan penyakit hipertensi. Namun informasi yang didapat dari kepala ruang perawatan ICU RS TK II Pelamonia diperoleh data bahwa klien penyakit stroke yang dirawat di ruangan itu, rata-rata 15 orang perbulan.
Kondisi keluarga klien dengan penyakit stroke yang dirawat di ruang ICU RS TK II Pelamonia cenderung mengabaikan aturan yang ada di ruangan tersebut karena merasa aturan yang ada di ruangan itu terlalu ketat sehingga sering terjadi perbedaan pendapat antara petugas atau perawat di ruangan dengan keluarga klien, hal ini terjadi karena adanya kecemasan serta kekhawatiran keluarga klien. Sehingga mereka berkeinginan merawat atau berperan langsung untuk merawat keluarganya.
Hal tersebut di atas perlu dicarikan solusi agar kecemasan keluarga berkurang sehingga keluarga klien mematuhi aturan yang ada di ruang ICU serta menyerahkan perawatan keluarga kepada dokter dan perawat atau tim medik yang ada di ruang ICU RS. TK II Pelamonia.
Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh HE terhadap respon kecemasan keluarga klien dengan penyakit stroke yang dirawat di ruang ICU RS TK II Pelamonia.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh HE terhadap respon kecemasan keluarga klien penyakit stroke di RS TK II Pelamonia Makassar?”
C.    Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran secara umum tentang pengaruh HE terhadap tingkat kecemasan keluarga klien dengan penyakit stroke di RS TK II Pelamonia Makassar.
2.    Tujuan Khusus
a.    Mengidentifikasi pemberian HE (pendidikan kesehatan) pada keluarga klien dengan penyakit stroke
b.    Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada keluarga klien dengan penyakit stroke
c.    Mengidentifikasi pengaruh HE terhadap tingkat kecemasan pada keluarga klien dengan penyakit stroke
D.    Manfaat Penelitian
1.    Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan tentang pentingnya pemberian HE dan informasi kepada pasien ataupun keluarga mengenai penyakit yang diderita.
2.    Manfaat Institusi
Sebagai masukan bagi pihak rumah sakit utamanya tenaga keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pemberian askep dan memperhatikan hak-hak pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan.
3.    Manfaat Praktis
Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan Tentang Pendidikan Kesehatan (HE)
1.    Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya  dan melakukan apa yang biasa dilakukan secara perorangan maupun kelompok dan meminta pertolongan bila perlu (Suliha,Uha dkk dan Ester, Monica (ed). 2002).
Proses pendidikan adalah rangkaian tindakan yang sistematik, berurutan, dan terencana terdiri dari dua operasi utama yang interdependen, pengajaran dan pembelajaran, yang membentuk siklus tanpa terputus (Bastable, Susan B, 2002).
Istilah pendidikan kesehatan telah dirumuskan oleh para ahli pendidikan kesehatan dalam berbagai pengertian, tergantung pada sudut pandang masing-masing. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut.
Wood (1926) dalam definisi yang dikemukakannya (Hanlon, hlm 578) yang dikutip Tafal, (1984) mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan sebagai sekumpulan pengalaman yang mendukung kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan individu, masyarakat dan ras.
Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dinamis dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang meliputi komponen pengetahuan, sikap ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok maupun masyarakat, serta merupakan komponen dari program kesehatan (Herawani, 2001).
Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya interensi yang ditujukan kepada faktor perilaku, namun pada kenyataannya tiga faktor lainnya perlu intervensi pendidikan kesehatan juga, karena perilaku juga berperan pada faktor-faktor tersebut (Samijatun, 2005).
2.    Tujuan Pendidikan Kesehatan
Secara umum, tujuan dari pendidikan kesehatan ialah merubah perilaku individu/masyarakat di bidang kesehatan (WHO, 1954) yang dikutip oleh Notoatmojo . Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut menjadi:
a.    Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat
b.    Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat
c.    Mendorong pengembangan dan penggunaa secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada
Secara operasional, tujuan pendidikan kesehatan diperinci oleh Wong (1974) yang dikutip Tafal (1984) sebagai berikut :
a.    Agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan, dan masyarakatnya.
b.    Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi labih parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat yang disebabkan oleh penyakit
c.    Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan perubahan-perubahan sistem dan cara memanfaatkannya dengan efisien dan efektif
d.    Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan yang formal.
Dari kedua uraian tentang tujuan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai, mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai.
3.    Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan kesehatan, tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan, dan tingkat pelayanan pendidikan kesehatan.


a.    Sasaran pendidikan kesehatan
Dari dimensi sasaran, ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1)    Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu
2)    Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
3)    Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat
b.    Tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat sehingga dengan sendirinya sasaran juga berbeda. Misalnya:
1)    Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam upaya kesehatan sekolah (UKS)
2)    Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun Khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien
3)    Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan
c.    Tingkat pelayanan pendidikan kesehatan
Dalam dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel dan Clark, yaitu:
1)    Promosi kesehatan (Health Promotion)
2)    Perlindungan khusus (Specific Protection)
3)    Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
4)    Pembatasan cacat (Disability Limitation)
5)    Rehabilitasi (Rehabilitation)
4.    Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan, yakni perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor metode, materi atau pesannya, petugas atau pendidik yang melakukan, dan alat bantu atau alat peraga yang dipakai, harus disesuaikan dengan sasaran. Dibawah ini ada beberapa metode pendidikan yang digunkan untuk mencapai tujuan pendidikan kesehatan.
a.    Metode Pendidikan Individual (Perorangan)
Metode  pendidikan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta dapat membantunya maka perlu menggunakan metode ini.
Bentuk pendekatannya, antara lain bimbingan dan HE (guidance and counseling) dan wawancara (interview).
b.    Metode Pendidikan Kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kelompok harus diingat besarnya kelompok sasaran, serta tingkat pendidikan formal sasaran. Misalnya, kelompok besar yang jumlah peserta sasarannya lebih dari 15 orang, mungkin akan lebih efektif bila menggunakan metode ceramah atau seminar. Sedangkan untuk kelompok kecil yang jumlah sasarannya kurang dari 15 orang, akan lebih cocok menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, memainkan peran, dan stimulasi.
c.    Metode Pendidikan Massa
Metode ini sangat cocok untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sasaran pendidikan bersifat umum yang berarti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status sosial-ekonomi, dan sebagainya. Maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut.
Pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode ini tidak dapat diharapkan sampai terjadi perubahan perilaku, mungkin hanya sampai pada tahap menggugah kesadaran (awareness) terhadap suatu inovasi. Dalam pelaksanaannya digunakan media massa, seperti media elektronik (TV, radio), media cetak (surat kabar, majalah). Beberapa bentuk metode yang cocok untuk pendekatan massa adalah: ceramah umum, pidato, stimulasi, artikel majalah, film cerita, dan papan reklame.
d.    Metode Pendidikan Kesehatan
Alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran, yang lebih sering disebut sebagai alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran.
Manfaat alat bantu dalam pendidikan kesehatan. Secara rinci manfaat alat peraga antara lain:
1)    Menimbulkan minat sasaran pendidikan
2)    Mencapai sasaran yang lebih bayak
3)    Membantu dalam mengatasi hambatan bahasa
4)    Merangsang sasaran pendidikan kesehatan untuk meneruskan pesan yang diterima pada orang lain
5)    Mempermudah penyampaian bahan pendidikan atau informasi oleh para pendidik
6)    Mempermudah sasaran pendidikan dalam menerima informasi
7)    Mendorong keinginan orang untuk mengetahui
8)    Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh
5.    Macam-Macam Alat Bantu Pendidikan
a.    Alat bantu lihat (visual-aids) yang berguna untuk membantu menstimulasi indra mata (penglihatan) pada waktu terjadi proses pendidikan.
1)    Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip
2)    Alat yang tidak diproyeksikan:
a)    Dua dimensi: gambar peta, bagan
b)    Tiga dimensi: bola dunia, boneka
b.    Alat bantu dengar (audio-aids), yaitu alat yang dapat membantu untuk menstimulasi indra pendengaran pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan.
•    Piringan hitam, radio, pita suara
c.    Alat bantu pandang-dengar. Alat bantu pandang-dengar adalah alat peraga pendidikan kesehatan yang lebih dikenal dengan nama audio-visual aids (AVA), yang dapat membantu menstimulasi indra penglihatan dan pendengaran pada waktu proses pembelajaran.
•    Televisi, VCD, dan kaset video
d.    Alat bantu berdasarkan pembuatan dan penggunaannya
e.    Alat peraga yang rumit: film, film strip slide yang memerlukan listik dan proyektor
f.    Alat peraga sederhana. Ciri alat peraga sederhana adalah mudah dibuat, mudah memperoleh bahan-bahannya, ditulis atau digambar dengan sederhana, memenuhi kebutuhan pengajaran, mudah dimengerti oleh masyarakat, serta tidak menimbulkan salah persepsi. Contoh: leaflet, model buku gambar, benda-bendanya (sayuran, buah-buahan), papan tulis, flip chart, poster, panthom, spanduk.
B.    Tinjauan Tentang Kecemasan
Kecemasan sangat berkaitan erat dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan berbeda dengan ketakutan dimana kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram yang dapat terjadi dalam berbagai kondisi dan keadaan.
1.    Pengertian Kecemasan
a.    Ansietas merupakan respons belajar yang dibawa sejak lahir untuk menghindari nyeri. Ansietas merupakan akibat dihadapkannya seseorang pada dua keinginan atau tujuan yang bersaing (Doengoes, Marilynn E. 2006).
b.    Ansietas adalah keprihatinan, kesulitan, ketidakpastian atau ketakutan yang terjadi akibat ancaman yang nyata atau dirasakan; ansietas adalah respons subjektif terhadap stress (Isaacs, Ann. 2004).
c.    Kecemasan (Ansietas) merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif, yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Jendral Pelayanan Medik, 2000).
d.    Kecemasan adalah reaksi yang normal terhadap stress dan ancaman yang merupakan reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya baik yang nyata maupun yang hanya dibayangkan.
e.    Kecemasan adalah kekuatan yang berlebihan, tidak jelas, sifat dan hubungannya dengan perasaan yang  tidak menentu dan ketidakberdayaan (Stuart and Sudeen, 1999).
2.    Faktor Predisposisi
a.    Teori Psikoanalitik
Ansietas merupakan reaksi emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu Id dan super ego. Id melambangkan dengan insting dan impuls primitif, superego mencerminkan hati nurani seseorang yang dikendalikan oleh norma-orma budaya seseorang. Sedang ego atau aku digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.
b.    Teori Interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan atau penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa perkembangan seperti kehilangan, perpisahan menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas yang hebat.
c.    Teori Perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d.    Kajian Biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung rseptor spesifik untuk Benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.


3.    Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi pada gangguan ansietas berasal dari sumber eksternal dan internal seperti dibawah ini:
a.    Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologi atau menurunnya kemampuan untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari.
b.    Ancaman terhadap sistem diri membahayakan identitas, harga diri dan integrasi fungsi sosial.
c.    Perilaku: ansietas dapat diekspresikan langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam mempertahankan diri dari ansietas.
4.    Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan dan tanda-tandanya menurut jendral Pelayanan Medik (2000):
a.    Kecemasan ringan
Kecemasan (ansietas) ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
Tanda-tandanya: Pada tingkat ini lapangan persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan meghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b.    Kecemasan sedang
Tanda-tandanya: Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
c.    Kecemasan berat
Tanda-tandanya: Pada kecemasan (ansietas) berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal lain. Individu tidak mampu berpikir realistis dan membutuhkan bayak pengarahan, untuk dapat memusatkan pada area lain.
d.    Panik
Tanda-tandanya: Pada tingkat ini lapangan persepsi sangat sempit sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan. Pada keadaan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kehilangan penilaian yang rasional.
5.    Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kecemasan
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani tindakan medis atau perawatan menurut Jendral Pelayanan Medik (2000) adalah:
a.    Umur
Semakin bertambahnya umur, seseorang akan semakin matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih percaya diri dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Makin tua umur seseorang makin berkonsentrasi dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi (Long, 1996).

b.    Jenis Kelamin
Menurut Fredman bahwa cemas banyak terdapat dilingkungan hidup dengan ketegangan jiwa dan lebih banyak pada jenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Hal ini juga disebabkan karena perempuan dipresentasikan sebagai makhluk yang lemah lembut, keibuan dan emosional (Muthalim, 2001).
c.    Pendidikan
Menurut Notoatmojo yang dikutip oleh Nursalam (2001), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
d.    Pengalaman sebelumnya
Kecemasan atau kekhawatiran nyata yang lebih ringan dapat terjadi karena pengalaman sebelumnya. Menurut Stuart and Sundeen (1995), semakin seringnya seseorang mengalami stressor maka pengalamannya dalam menghadapi stressor tersebut akan meningkat sehingga cemas yang dialami semakin menurun.
e.    Penjelasan atau informasi yang diberikan
Menurut Shipper and Leonard, bahwa pemberian informasi terhadap perubahan psikologi pasien yang akan diberikan tindakan keperawatan dapat membantu menurunkan kecemasan dan sikap penerimaan klien terhadap tindakan yang diberikan. Dimana semakin baik penjelasan yang diberikan, maka semakin rendah tingkat kecemasannya.
6.    Pola Perilaku yang Muncul Saat Menghadapi Kecemasan
Johnson (1986) mengatakan bahwa individu berusaha menghadapi kecemasan dengan melakukan pola perilaku dibawah ini:
a.    Menarik diri yaitu perilaku atau kemunduran psikososial akibat kecemasan yang merupakan pengalaman yang menjengkelkan
b.    Acting Out (berlebihan) yaitu menghentikan kecemasan dengan melakukan perilaku agresif
c.    Psikosomatisasi yaitu ekspresi kecemasan melalui visceral atau secara fisik
d.    Menghindar yaitu manajemen kecemasan melalui perilaku mengelak
e.    Memecahkan masalah yaitu menggunakan kecemasan untuk mempelajari perilaku adaptif
7.    Faktor Predisposisi
a.    Teori Psikoanalitik
Ansietas merupakan reaksi emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu Id dan super ego. Id melambangkan dengan insting dan impuls primitif, superego mencerminkan hati nurani seseorang yang dikendalikan oleh norma-orma budaya seseorang. Sedang ego atau aku digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.
b.    Teori Interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan atau penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa perkembangan seperti kehilangan, perpisahan menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas yang hebat.
c.    Teori Perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d.    Kajian Biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung rseptor spesifik untuk Benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.
8.    Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi pada gangguan ansietas berasal dari sumber eksternal dan internal seperti dibawah ini:
a.    Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologi atau menurunnya kemampuan untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari.
b.    Ancaman terhadap sistem diri membahayakan identitas, harga diri dan integrasi fungsi sosial.
c.    Perilaku: ansietas dapat diekspresikan langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam mempertahankan diri dari ansietas.
9.    Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan dan tanda-tandanya menurut jendral Pelayanan Medik (2000):
a.    Kecemasan ringan
Kecemasan (ansietas) ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
Tanda-tandanya: Pada tingkat ini lapangan persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan meghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b.    Kecemasan sedang
Tanda-tandanya: Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
c.    Kecemasan berat
Tanda-tandanya: Pada kecemasan (ansietas) berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal lain. Individu tidak mampu berpikir realistis dan membutuhkan bayak pengarahan, untuk dapat memusatkan pada area lain.
d.    Panik
Tanda-tandanya: Pada tingkat ini lapangan persepsi sangat sempit sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan. Pada keadaan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kehilangan penilaian yang rasional.
10.    Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kecemasan
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani tindakan medis atau perawatan menurut Jendral Pelayanan Medik (2000) adalah:
a.    Umur
Semakin bertambahnya umur, seseorang akan semakin matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih percaya diri dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Makin tua umur seseorang makin berkonsentrasi dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi (Long, 1996).
b.    Jenis Kelamin
Menurut Fredman bahwa cemas banyak terdapat dilingkungan hidup dengan ketegangan jiwa dan lebih banyak pada jenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Hal ini juga disebabkan karena perempuan dipresentasikan sebagai makhluk yang lemah lembut, keibuan dan emosional (Muthalim, 2001).
c.    Pendidikan
Menurut Notoatmojo yang dikutip oleh Nursalam (2001), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
d.    Pengalaman sebelumnya
Kecemasan atau kekhawatiran nyata yang lebih ringan dapat terjadi karena pengalaman sebelumnya. Menurut Stuart and Sundeen (1995), semakin seringnya seseorang mengalami stressor maka pengalamannya dalam menghadapi stressor tersebut akan meningkat sehingga cemas yang dialami semakin menurun.
e.    Penjelasan atau informasi yang diberikan
Menurut Shipper and Leonard, bahwa pemberian informasi terhadap perubahan psikologi pasien yang akan diberikan tindakan keperawatan dapat membantu menurunkan kecemasan dan sikap penerimaan klien terhadap tindakan yang diberikan. Dimana semakin baik penjelasan yang diberikan, maka semakin rendah tingkat kecemasannya.
11.    Pola Perilaku yang Muncul Saat Menghadapi Kecemasan
Johnson (1986) mengatakan bahwa individu berusaha menghadapi kecemasan dengan melakukan pola perilaku dibawah ini:
a.    Menarik diri yaitu perilaku atau kemunduran psikososial akibat kecemasan yang merupakan pengalaman yang menjengkelkan
b.    Acting Out (berlebihan) yaitu menghentikan kecemasan dengan melakukan perilaku agresif
c.    Psikosomatisasi yaitu ekspresi kecemasan melalui visceral atau secara fisik
d.    Menghindar yaitu manajemen kecemasan melalui perilaku mengelak
e.    Memecahkan masalah yaitu menggunakan kecemasan untuk mempelajari perilaku adaptif
C.    Tinjauan Tentang Penyakit Stroke
1.    Konsep Dasar
Cerebral vascular accident (CVA) juga disebut Stroke adalah suatu keadaan dimana terjadinya defisit neurologis yang terjadi akibat penurunan aliran darah pada area tertentu pada jaringan otak.
Defisit neurologis disebabkan oleh adanya iskemia yang diakibatkan nekrotis sel pada jaringan otak pada berbagai area otak.
2.    Insiden
Di AS, stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Penyakit ini dapat dicegah atau diminimalkan dengan upaya : tekanan darah tetap terkonrol, tingkatkan kesadaran akan diet yang diperlukan dan hindari merokok.
Beberapa hal yang perlu diketahui bahwa di AS kebanyakan yang menderita penyakit ini adalah kulit hitam, sering ditemukan pada pria daripada wanita dan pada umumnya meningkat setelah usia 75 tahun.
3.    Etiologi
Terjadinya stroke disebabkan oleh adanya trombus dan emboli yang menyebabkan terjadi penyempitan atau oklusi sempurna salah satu pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak, juga bila terjadi perdarahan (hemorrhagic). Stroke akibat tekanan pada dinding pembuluh darah dan spasme arteri, jarang dijumpai.
a.    Trombosis :
 Adalah pembentukan bekuan darah dalam pembuluh darah yang dapat menyebabkan menyempitnya lumen pembuluh darah bahkan terjadi sumbatan. Trombisis adalah penyebab utama terjadinya infark serebral. Dua pertiga dari stroke  disebabkan oleh trombosis akibat  hipertensi dan diabetes mellitus yang keduanya dapat mengakibatkan terjadinya atherosclerosis.
Faktor lain yang dapat berisiko terjadinya trombosis adalah kontrasepsi oral, gangguan koagulasi, polycithemia, arteritis, hipoksia kronik, dan dehidrasi. Thrombosis terjadi sebagai akibat pembentukan atheroma sehingga lumen pembuluh darah menyempit. Trombus menyebabkan terjadinya  hipoperfusi, infark dan iskemia.
Pada awalnya terjadi paresis (menurunnya/berkurangnya kekuatan dan gerakan ekstremitas), aphasia (gangguan fungsi berbahasa), paralisis, gangguan kesadaran, gangguan penglihatan.
b.    Embolisme :
Terjadinya penyumbatan/oklusi arteri serebral oleh embolus, yang mengakibatkan terjadinya nekrosis dan edema pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami sumbatan.
Embolisme adalah penyebab kedua  stroke. Pada umumnya berasal dari  lapisan bagian dalam jantung (endotel) dimana terbentuk plak yang kemudian terlepas dan mengalir dalam sirkulasi darah. Apabila emboli ini berjalan/mengalir pada pembuluh darah yang lebih kecil maka ditempat itu emboli ini akan menyumbat atau pada percabangan pembuluh darah.
Emboli yang berhubungan dengan penyakit/gangguan jantung, yaitu atrial fibrilasi, infark jantung, infeksi endokarditis, penyakit jantung reumatik, dan atrial septal defect. Penyebab lain yang tidak sering yaitu emboli udara, emboli lemak akibat fraktur femor, cairan amnion setelah ibu melahirkan, dan adanya tumor.
Serangan bersifat tiba-tiba. Pasien dalam keadaan sadar penuh, walaupun pasien juga merasakan nyeri kepala. Prognosis bergantung lokasi pembuluh darah yang mengalami sumbatan.
c.    Perdarahan intraserebral :
Perdarahan dalam otak disebabkan oleh rupturnya pembuluh darah. Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan oleh adanya hipertensi. Penyebab lain adalah tumor otak, trauma, pengobatan thrombolitik, dan ruptur aneurisma.
Hipertensi dan atherosclerosis menyebabkan terjadinya perobahan degeneratif pada dinding ateri, menyebabkan ruptur dan terjadi perdarahan. Massa darah akan menekan jaringan otak. Tekanan ini menyebabkan jaringan otak terdesak dan menurunnya aliran darah ke otak akibat adanya iskemia dan infark.
Daerah yang sering mengalami perdarahan intraserebral yaitu putamen dan kapsula internal (50%), thalamus, hemisper otak, dan pons. Klien akan mengalami nyeri kepala hebat, nausea dan muntah, kehilangan kemampuan untuk berjalan, dysphagia, gangguan gerakan bola mata. Perdarahan pada pos sangat berbahaya sebab bagian ini adalah fungsi kehidupan dasar. Perdarahan pada pons dapat mengakibatkan hemiplegia, coma, hipertermia, dan selanjutnya meninggal.
Prognosis perdarahan intraserebral sangat jelek : 70 % pasien meninggal akibat adanya perdarahan intraserebral.
d.    Perdarahan subarachnoid :
Disebabkan oleh adanya aneurisma, kelainan pembuluh darah, trauma, dan hipertensi.  Aneurisma sering terjadi pada pasien  atherosclerosis, trauma, hipertensi, atau kelainan pembuluh darah yang bersifat kongenital Biasanya juga perdarahan dapat disebabkan oleh pengobatan antikoagulan, pengobatan trhrombolitik, dan symphatomimetic
Perdarahan yang terjadi menekan ruang arachnoid dan menyebabkan nyeri kepala, pusing, penurunan kesadaran, nausea, muntah, demam, nyeri pada bagian leher dan punggung, paralisis, coma, dan kemudian meninggal.


4.    Faktor Resiko
Faktor risiko  yang berhubungan dengan stroke dapat dibagi dalam faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko ini akan meningkat/lebih berisiko  pada seseorang yang mempunyai lebih dari satu faktor risiko.
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi termasuk :
Gender : Insiden stroke lebih besar pada pria daripada wanita
Usia : Insiden stroke meningkat hingga usia 75 tahun. Kejadian rata-rata pada usia 55 – 75 tahun.
Ras : Suku bangsa Afrika-Amerika berisiko lebih tinggi mengalami stroke akibat hipertensi
Herediter : Seseorang dengan riwayat keluarga stroke akan berisiko mengalami stroke.
Faktor yang dapat dimodifikasi, termasuk : Kebiasaan hidup termasuk  mengkonsumsi alkohol yang berlebihan, perokok, kegemukan, makanan dengan tinggi lemak, penggunaan obat-obatan tertentu.
Kondisi patologis yang dapat mengkonstribusi terjadinya stroke, termasuk : penyakit jantung, diabetes mellitus, hipertensi, migrain/sakit kepala, polycithemia, dan sickle cell anemia. Rata-rata 9 % dari pria dan 18 % wanita yang menderita penyakit jantung infark akan menderita stroke dalam 6 tahun. Hipertensi yang terkontrol dengan pengobatan yang teratur dapat mencegah terjadinya stroke. Wanita yang perokok lima kali lebih berisiko menderita stroke dibanding yang tidak perokok.
5.    Pencegahan
Pencegahan utama untuk menghindari risiko adalah pendidikan kesehatan masyarakat. Mempertahankan berat badan dan kolesterol dalam batas normal, dan menghindari merokok atau tidak menggunakan oral kontrasepsi. Pengobatan/mengontrol diabetes, hipertensi dan penyakit jantung.
Memberikan informasi kepada klien sehubungan dengan penyakit yang diderita dengan stroke. Apabila sudah terserang stroke, dalam situasi ini tujuan adalah mencegah terjadinya komplikasi sehubungan dengan stroke dan immobilitas akan meningkatkan risiko injury sehubungan dengan paralisis dan aspirasi pada jalan nafas. Pencegahan lebih lanjut yaitu memonitoring faktor risiko yang dapat diidentifikasi.
6.    Patofisiologi
Pemahaman akan kondisi pathophysiology pada penyakit stroke penting :
a.    Bagian otak yang menerima suplai darah.
b.    Area mana saja dari otak yang suplai oleh pembuluh darah utama.
c.    Fisologi sirkulasi serebral.
Infark serebral adalah kehilangan suplai darah pada bagian tertentu tersumbat. Gangguan suplai darah ke otak dapat perlahan-lahan atau cepat (Trombus, emboli, hemorrhagik, spasme pembuluh darah), gangguan ini dapat bersifat lokal atau gangguan umum misalnya hipoxia paru atau gangguan jantung.
Trombus dapat terjadi sebagai akibat terebentuknya plaque atherosclerosis atau kebukan darah pada area stenosis dimana aliran darah akan menjadi lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah atau terlepas dari dinding pembuluh darah dan dibawah oleh aliran darah (emboli).
Trombosis menyebabkan :
a.    Iskemia jaringan otak (yang berhubungan dengan pembuluh darah yang mengalami gangguan).
b.    Edema dan kongesti pada area sekitar. Edema dapat terjadi setelah  beberapa jam atau setelah beberapa hari. Edema dapat menyebabkan disfungsi serebral, dan setelah edema hilang maka secara perlahan-lahan akan berfungsi kembali. Stroke akibat trombosis biasanya tidak fatal, tetapi infark menetap.
Oklusi pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan nekrtois dan edema yang akibatnya sama dengan trombus. Tetapi bila emblus mengandung bakteri maka akan terjadi proses infeksi dan terbentuk abses atau encephalitis. Apabila infeksi berada dalam pembuluh darah yang menutup pembuluh darah maka akan terjadi dilarasi aneurisma pada pembuluh darah. Bila terjadi aneurisma maka sangat berisiko terjadinya perdarahan serebral akibat terjadinya ruptur aneurisma. Insiden emboli serebral meningkat setelah usia 40 tahun.
Perdarahan dalam otak disebabkan oleh ruptur dari arteriosclerosis dan hipertensi pembuluh darah. Sering terjadi setelah usia 50 tahun. Perdarahan inraserebral dapat menjadi fatal, misalnya terjadi herniasi otak menyebabkan kematian 50 % klien dalam 3 hari pertama setelah perdarahan intraserebral. Jika sirkulasi serebral terputus, anoksia serebral akan terjadi dimana terdapat kekurangan oksigen pada otak. Anoksia serebral dapat reversible bila kekurangan oksigen hanya terjadi dalam 4 – 6 menit. Lebih dari itu akan terjadi irreversible.
Transient Ischemic Attacks Transient Ischemic Attacks (TIA) adalah disfungsi neurologis yang terjadi secara singkat/sementara dan  akan mengalami episode reversibel. TIA dapat dianologkan dengan angina pektoris pada penyakit jantung koroner. TIA juga disebut Intermittent Cerebrovascular Insufficiency atau Mini Stroke.
Etiologi  TIA :
Selama TIA, berhentinya secara sementara aliran darah pada area tertentu pada serebral atau batang otak. Banyak faktor yang menyebabkan ischemia.  Penyakit yang menyebabkan oklusi pada pembuluh darah serebral pada ekstrakranial merupakan penyebab yang paling sering. Biasanya akibat adanya emboli yang berasal katup jantung .
Manifestasi Klinik TIA :
Bergantung area mana yang terkena. Gejala-gejala  :
a.    Gangguan pada penglihatan atau pendengaran.
b.    Gangguan motorik dan sensorik.
c.    Nyeri kepala
d.     Gangguan mental yang bersifat perlahan.
e.    Kejang-kejang.
Umumnya TIA yang berlangsung dalam beberapa menit (sering 2 sampai 15 menit) sampai beberapa jam. Kadang-kadang hanya dalam beberapa detik, atau kadang-kadang sampai 24 jam. Kadang-kadang TIA sering berulang, tetapi beberapa klien hanya mengalami satu atau dua kali serangan.
TIA terjadi sebelum terjadinya infark serebral dengan jarak waktu sekitar 2 tahun, atau hanya terjadi beberapa jam atau hari sebelum terjadi infark serebral.
Walaupun manifestasi klinik sering tidak dapat diidenrifikasi secara jelas terutama pada tahap awal, tetapi tanda-tanda yang dapat muncul bila pembuluh darah mengalami stenosis pembuluh darah utama adalah adanya paralisis yang berat pada beberapa jam atau hari, termasuk hemiplegia, kehilangan/gangguan bicara, paresthesia pada bagian tubuh tertentu. Kondisi yang terjadi di atas yang bersifat sementara disebut Transient Ischemic Attacks (TIA), atau manifestasi klinik yang terjadi secara gradual disebut  Stroke in Evolution.
Faktor-faktor yang dapat diidentifikasi yang merupakan petunjuk terjadinya perdarahan serebral :
a.    Nyeri kepala bagian osipital (bagian belakang kepala).
b.    Vertigo (pusing) atau sinkop.
c.    Gangguan motorik dan sensorik (kesemutan, paresthesia, paralisis).
d.    Epistaxis.
e.    Perdarahan retina.
Hal yang lain yang dapat diidentifikasi yang terkait dengan stroke yaitu : Nyeri kepala, muntah, kejang, coma, kaku leher, demam, hipertensi, EKG abnormal (ST segment memanjang), sclerosis perifer dan pembuluh darah retina, konfusio, disorinetasi, hambatan memori, dan perubahan status mental lainnya.
Manifestasi klinik bergantung pada lokasi terjadinya perdarahan, gangguan persarafan, kelemahan atau paralisis, kehilangan refleks sensorik, gangguan bicara, dan perobahan refleks.
Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.    Gangguan fungsi neuromotorik :
Penurunan fungsi motorik sangat sering dijumpai pada pasien stroke. Masalah yang berhubungan dengan fungsi neruromotorik yaitu mobilitas, fungsi pernafasan, fungsi menelan dan bicara, refleks muntah dan kemampuan rawat diri.
Terjadinya hal tersebut sebagai akibat adanya kerusakan saraf motorik pada  jalur pramidal (serabut saraf dari otak dan melalui sumsum tulang belakang menuju ke sel motorik). Karakteristik penurunan motorik termasuk kehilangan kemampuan gerakan voluntary (akinesia), hambatan integrasi gerakan, gangguan tonus otot, dan gangguan refleks.
Oleh karena jalur paramidal bersilang pada tingkat medulla, sehingga bioa lesi terjadi pada salah satu sisi pada otak akan mempengaruhi fungsi motorik pada sisi berlawanan (contralateral). Lengan dan tungkai akan mengalami kelemahan. Apabila gangguan pada  middle cerebral artery, maka kelemahan pada ekstremitas atas lebih  keras daripada ekstremitas bawah.
b.    Gangguan komunikasi :
Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan berbahasa. Gangguan berbahasa termasuk kemampuan mengekspresikan dan pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-kata. Pasien dapat mengalami aphasia (kehilangan secara total kemampuan pemahaman dan penggunaan berbahasa). Dysphasia diartikan adanya disfungsi sehubungan dengan  kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa. Dysphasia dapat diklasifikasikan berupa Nonfluent (berkurangnya aktifitas berbicara dengan bicara yang lambat) atau fluent (bisa berbicara, tetapi hanya mengadung sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang hebat akan menyebabkan  terjadinya global aphasia, dimana  semua fungsi komunikasi dan penerimaan menjadi hilang.
Stroke pada area Wernicke pada otak akan menunjukkan gejala aphasia receptive dimana tidak terdengar suara atau sukar dimengerti. Kerusakan area wernicke akan menyebabkan hambatan pemahaman baik dalam berbicara maupun bahasa tulisan. Stroke yang berhubungan dengan area Broca pada otak akan menyebabkan expressive phasia (kesulitan dalam berbicara dan menulis). Banyak juga stroke menyebabkan dyssarthria yaitu gangguan/hambatan pada otot bicara. Pasien mengalami hambatan dalam mengucapan, artikulasi, dan bunyi suara. Kadang-kadang ada pasien mengalami keduanya yaitu aphasia dan dysarthria.

c.    Emosi/perasaan :
Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak dapat mengontrol perasaannya.  Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya perubahan dalam citra tubuh dan kehilangan fungsi motorik. Pasien akan mengalami depresi dan frustrasi sehubungan dengan  masalah mobilitas dan  dan komunikasi. Misalnya pada saat waktu makan pasien menangis karena mengalami kesulitan memasukkan makanan kedalam mulutnya, kehilangan kemampuan mengunyah dan menelan.
d.    Gangguan fungsi intelektual :
Daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan dapat mengalami gangguan sebagai akibat stroke. Stroke pada otak kiri  menyebabkan masalah gangguan ingatan sehubungan dengan berbahasa. Pasien dengan stroke pada otak kanan sangat sulit dalam daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan., milsanya pada saat pasien berdiri dari kursi roda tanpa mengunci kursi rodanya sehingga dapat berbahaya bagi dirinya.
7.    Komplikasi :
Komplikasi bergantung pada lokasi dimana lesi atau jaringan infark. Jika dibatang otak maka akan mengalami fluktuasi tekanan darah, gangguan pola nafas dan disritmia jantung.
Dapat pula terjadi aspirasi pernafasan, immobilitas dan injury, hal ini sebagai akibat hambatan fisik.

Coma : Suplai darah pada batang otak atau retikular mengalami oklusi. Oklusi vaskular pada arteri karotis interna atau salah satu cabang utama akan menyebabkan penurunan tingkat kesadaran. Dapat juga disebabkan karena edema serebral.
Stroke akibat trobus dan emboli jarang menyebabkan kematian. Bila terjadi sudden death biasanya berhubungan dengan gagal jantung. Bila terjadi perdarahan intraserebral dan masuk kedalam ventrikel akan memberikan gejala peningkatan tekanan intrakranial (ICP), yang kondisi ini fatal dan akan terjadi kematian dalam 3 – 12 jam tetapi lebih sering diantara 1 – 14 hari setelah original episode. Stroke fatal bila ditemukan : peningkatan suhu tubuh, peningkatan HR, peningkatan RR yang terjadi selama coma beberapa jam atau beberapa hari sebelum kematian. Hal ini disebabkan oleh karena kerusakan pada vaso motor dan pusat pengatur suhu tubuh.
Ada dua penyebab utama kematian pada stroke :
a.    Infeksi pernafasan sebagai akibat gangguan kesadaran dan gangguan makan /menelan.
b.    Kegagalan batang otak : herniasi, perdarahan batang otak. Keduanya dapat menimbulkan kematian akibat depressi  pusat vital pada medulla oblongata.
8.    Pengkajian Diagnostik :
a.    Pemeriksaan  cairan otak : warna, tekanan, adanya darah, pomponen cairan otak.
b.    Foto tengkorak.
c.    Cerebral angography : Area perdarahan.
d.    Brain Scan : Mendeteksi area otak yang mengalmi gangguan.
e.    Echoencephalography : Mengidentifikasi lesi serebral.
f.    CT Scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) ; mengidentifikasi area hematoma dan infark.
9.    Pengobatan :
Tujuan :
a.    Mempertahankan hidup.
b.    Meminimalisasi akibat deformitas.
c.    Menurunkan tekanan intra kranial.
d.    Mencegah berulangnya penyakit.
Klien tirah baring dengan kepala ditinggikan 30 derajat untuk menurunkan tekanan intrakranial?memfasilitasi aliran darah balik(vena). Lakukan pemeriksaan intensif tekanan darah dan tingkat kesadaran (Glasgow Coma Scale).
Bila pasien coma mungkin dipertimbangkan pemasangan mechanical ventilation.
Eksternal ventriculostomy drainage? untuk menurunkan tekanan cairan otak yang terakumulasi.
Steroid dan osmotik diuresis, digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial.
Pengobatan anti hipertensi dan diuresis untuk klien yang mengalami hipertensi.
Pengobatan antikoagulan untuk mencegah terjadinya pembentukan trombus (kontrol clotting time guna mencegah perdarahan).
Pengobatan analgetik ringan pada klien nyeri kepala dan kaku leher. Hindari penggunaan obat narkotik yang keras.
Jika kejang, diberikan obat anti kejang misalnya dilantin atau phenobarbital.
Bila suhu badan meningkat, berikan obat antipyretic.
Diet : Bila klien tidak dapat makan dan minum sendiri, pertimbangkan pasang NGT. Bila sudah dapat makan dan minum sendiri, berikan makan/minum peroreal.
Pembedahan :  Mengevakuasi atau mengeluarkan hematoma pada klien hemorragic stroke/perdarahan.

D.    Kerangka Konsep dan Hipotesis
1.    Kerangka Konsep
Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran tentang pengaruh HE terhadap tingkat kecemasan dan berdasarkan konsep-konsep teoritis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dikembangkan kerangka konsep sebagai berikut :
http://asmanurs3.blogspot.com/

2.    Hipotesis Penelitian
a.    Hipotesis Nol (H0)
-    Tidak ada pengaruh antara HE terhadap tingkat kecemasan
b.    Hipotesis Alternatif (HA)
-    Ada pengaruh antara HE terhadap tingkat kecemasan

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.    Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan penelitian Randomized Pretest-Posttest Control Group Design. Penelitian ini mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan dua kelompok subjek. Kelompok subjek pertama diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi, Peneliti mengobservasi tingkat kecemasan keluaga pasien dengan penyakit stroke, setelah diberikan HE, dan kemudian diobservasi setelah pemberian HE tentang kecemasannya. Sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan pendidikan kesehatan (HE) tentang penyakit stroke.
B.    Populasi, sampel, dan Sampling
1.    Populasi dalam penelitian ini adalah populasi infinit (tidak dapat ditentukan besarnya) mencakup klien yang masuk di Ruang ICU mulai bulan Januari sampai Februari 2009.
2.    Sampel dalam penelitian ini adalah rata-rata keluarga pasien stroke yang menjalani perawatan di ICU dikali dengan jumlah minggu penelitian.
Kriteria Inklusi :
-    Keluarga klien stroke berumur 21 tahun ke atas
-    Keluarga klien bersedia untuk diteliti
-    Keluarga klien yang masuk di ruang perawatan ICU
-    Keluarga klien dengan tingkat pendidikan minimal tamat SD.
Kriteria Eksklusi :
-    Keluarga klien tidak bersedia untuk diteliti.
-    Keluarga klien yang tidak tamat SD atau tidak pernah sekolah.
3.    Teknik Sampling
Tekhnik sampling menggunakan simple sampling. Sampel ditetapkan dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah ditetapkan dan tidak melemahkan hasil penelitian.
C.    Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
1.    Variabel Independent (Pendidikan Kesehatan)
Definisi Operasional :
Pendidikan kesehatan adalah penambahan pemgetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri, dan aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru.
2.    Variabel Dependent (Tingkat Kecemasan)
Defenisi Operasional :
Reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya baik yang nyata maupun hanya dibayangkan yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya.

Kecemasan dibagi dalam 3 tingkatan :
a.    Kecemasan ringan
Kecemasan (ansietas) ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lapangan persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
Kriteria Objektif :
Keluarga penderita dikatakan mengalami kecemasan ringan bila pada lembar observasi yang diberikan, penderita menunjukkan titik kecemasannya berada pada nilai 0 – 3,3 cm (panjang garis kecemasan 10 cm dimana pada ujung kiri bertuliskan tidak cemas dan pada ujung kanan bertuliskan kecemasan berat).
b.    Kecemasan sedang
Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
Kriteria Objektif :
Keluarga penderita dikatakan mengalami kecemasan sedang bila pada lembar observasi yang diberikan, keluarga penderita menunjukkan titik kecemasannya berada pada nilai 3,4 – 6,7 cm (panjang garis kecemasan 10 cm dimana pada ujung kiri bertuliskan tidak cemas dan pada ujung kanan bertuliskan kecemasan berat).


c.    Kecemasan berat
Pada kecemasan (ansietas) berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal lain. Individu tidak mampu berpikir realistis dan membutuhkan bayak pengarahan, untuk dapat memusatkan pada area lain.
Kriteria Objektif :
Keluarga penderita dikatakan mengalami kecemasan berat bila pada lembar observasi yang diberikan, keluarga penderita menunjukkan titik kecemasannya berada pada nilai 6,8 – 10 cm (panjang garis kecemasan 10 cm dimana pada ujung kiri bertuliskan tidak cemas dan pada ujung kanan bertuliskan kecemasan berat).
D.    Cara Pengumpulan Data
1.    Data Primer
Data primer diperoleh dengan observasi langsung dan menggunakan lembar observasi tingkat kecemasan pada keluarga penderita tentang penyakit stroke dan kemudian diberikan perlakuan dengan memberikan HE tentang penyakit strokenya kemudian dinilai kembali tingkat kecemasannya dengan menggunakan lembar observasi yang sama. Bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti, perawat memberikan penjelasan kepada responden.
2.    Data Sekunder
       Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari internet serta hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
E.    Pengolahan Data dan Analisa Data
Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis menggunakan perangkat komputer. Data akan diuji dengan Wilcoxon Run Test untuk mengetahui pengaruh intervensi terhadap kelompok perlakuan dan akan disajikan dalam bentuk tabel dan persentase disertai penjelasan tabel.

3 Responses to "proposal kesehatan "pengaruh HE terhadap respon kecemasan keluarga klien dengan penyakit stroke yang dirawat di ruang ICU RS TK II Pelamonia""

* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya