Pengendalian Persediaan Beras Maringki pada UD. Bumi Tani Baubau




 
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Salah satu prioritas pembangunan Negara Indonesia adalah dibidang ekonomi, tanpa mengecualikan bidang-bidang lain. Pemerintah berusaha menggerakan semua sektor (sektor riil dan finansial) dalam menggerakkan roda perekonomian bangsa, yaitu dengan membuat kebijakan-kebijakan. Hal ini dilakukan demi menjaga iklim bisnis dalam negeri, agar dunia usaha terus mengalami pertumbuhan dan kemajuan. Melalui dunia usaha inilah masyarakat saling memberikan kontribusi dalam memenuhi kebutuhan, sedangkan bagi pemiliknya akan memperoleh keuntungan yang dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya.
1
 
Dalam menciptakan keuntungan tidaklah mudah, banyak hal yang menjadi kendala, baik faktor internal maupun eksternal. Bagi perusahaan dagang, kendala internal yang dapat mempengaruhinya, diantaranya adalah masalah ketersediaan barang dagangan, kekurangan modal kerja untuk operasional, tenaga kerja kurang terampil dan sebagainya. Sedangkan dilihat dari faktor eksternal, antara lain adalah ketatnya persaingan usaha, pedapatan masyarakat yang masih rendah, dan lainnya.
Walaupun demikian, dengan menerapkan manajeman operasional yang handal semua kendala tersebut dapat diminimalisir bahkan dapat teratasi. Misalnya masalah ketersediaan barang dagang, maka pihak perusahaan harus menerapkan konsep manajeman persediaan (inventory management). Manajeman persediaan merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam mengatur dan mengelola setiap kebutuhan barang yang tersedia, agar selalu cukup dalam memenuhi kondisi pasar yang stabil maupun berfluktuasi.
Dengan demikian pengendalian persediaan harus diperhatikan dengan serius, karena berhubungan langsung dengan biaya (cost). Bilamana perusahaan tidak memiliki persediaan barang yang mencukupi  dapat menimbulkan kerugian akibat dari gagalnya transaksi penjualan. Demikian pula jika perusahaan memiliki jumlah persediaan yang relatif besar, dapat menyebabkan biaya penyimpanan berlebihan yang dapat mengurangi keuntungan atau laba perusahaan. Selain itu, persediaan barang yang berlebihan sangat rentan terhadap kerusakan karena terlalu lama tersimpan.
Sehubungan dengan hal tersebut, UD. Bumi Tani Baubau yang bergerak dibidang perdagangan memiliki prodak unggulan berupa Beras Maringki (Beras Maringki Super 25 Kg, Beras Maringki Kepala 25 Kg dan Beras Maringki Super 50 Kg). Beras tersebut disuplay dari Sulawesi Selatan, sehingga perusahaan harus bijak dalam menerapkan manajeman persediaan (inventory management).  Hal ini dilakukan demi menjaga ketersediaan barang daganganya agar selalu tersedia cukup dalam kondisi pasar yang stabil maupun berfluktuasi.
Dalam memenuhi lonjakan kebutuhan pasar, UD. Bumi Tani meningkatkan persediaan beras pada bulan-bulan tertentu. Misalnya, saat hari raya lebaran pada bulan Agustus tahun 2011, jumlah persediaan beras maringki meningkat menjadi 3.175 karung, sedangkan pada bulan sebelumnya sebanyak 2.020 karung. Artinya meningkat 57% atau 1.155 karung. Selain meningkatkan persediaan beras maringki pada saat lebaran, terjadi peningkatan juga pada saat musim panen. Hal ini dilakukan guna mencegah terjadinya kesulitan pasokan pasca panen.
Namun demikian, ternyata persediaan beras maringki di UD. Bumi Tani belum direncanakan dengan baik sehingga persediaan yang ada belum optimal. Hal ini terlihat dari stok persediaan yang berlebihan, khususnya pada saat musim panen. Padahal, akan berdampak langsung terhadap biaya penyimpanan, biaya pemeliharaan dan resiko kerugian atas kerusakan beras yang terlalu lama tersimpan di gudang. Selain itu, persediaan berlebihan merupakan pemborosan penggunaan ruang gudang dan ruangan kerja, sehingga tidak efisien.
Oleh karena itu, diperlukan pengkajian untuk mengetahui persediaan optimal yang harus direncanakan UD. Bumi Tani agar tercipta suatu pengendalian untuk menghindari semua hal yang merugikan. Maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengendalian Persediaan Beras Maringki pada UD. Bumi Tani Baubau. 



B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Seberapa besar pengaruh persediaan beras maringki pada UD. Bumi Tani Baubau ?

C.   Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.     Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis jumlah persediaan beras maringki pada UD. Bumi Tani Baubau, agar biayanya minimal.
2.     Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, terutama bagi :
a.      Sebagai salah satu masukan bagi pimpinan perusahaan dalam mengembangkan usahanya, terutama masalah jumlah persediaan barang dagang yang dipesan agar biayanya minimal.
b.      Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk referensi bagi peneliti atau calon peneliti yang berorientasi sama.
c.      Bermanfaat bagi diri penulis, yaitu merupakan suatu pengalaman dalam menerapkan teori-teori ilmiah yang telah dipelajari sebelumnya saat kuliah dan dipraktekkan secara langsung disuatu perusahaan.




 
                                                                BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Manajeman Persediaan
Setiap perusahaan manufaktur maupun perusahaan dagang, persediaan merupakan komponen yang sangat vital. Karena, tanpa adanya persediaan barang maka perusahaan tersebut tidak bisa menjalankan aktivitas operasinya. Misalnya, perusahaan manufaktur tidak bisa memproduksi barang jika tidak ada persediaan bahan baku dan perusahaan dagang tidak bisa melakukan transaksi jual beli jika tidak memiliki barang persediaan untuk dijual, sehingga dapat menyebabkan kerugian. Olehkarena itu setiap perusahaan harus menerapkan manajeman persediaan (inventory managemant) dalam mengelola persediaan barang yang dimiliki perusahaan tersebut.
Fien Zulfikarijah (2005:1) menjelaskan, manajeman persediaan berada diantara fungsi manajeman operasi yang terpenting, sebab persediaan membutuhkan modal yang sangat banyak dan mempengaruhi permintaan barang konsumen. Selain itu, manajeman persediaan berdampak terhadap semua fungsi bisnis, yakni fungsi operasi secara umum, fungsi pemasaran, dan fungsi keuangan.
5
 
5
 
Persediaan memberikan layanan kepada pelanggan, yang memiliki peran vital dalam fungsi pemasaran. Untuk fungsi keuangan berhubungan dengan pengalokasian dana untuk kebutuhan persediaan. Sedangkan dalam fungsi operasi, perusahaan membutuhkan persediaan untuk menjamin kelangsungan usaha yang efisien dan fleksibel.
Dalam mencapai tujuan perusahaan, sering terjadi konflik diantara fungsi-fungsi tersebut. Misalnya, fungsi keuangan umumnya mengarah pada menjaga persediaan berada pada tingkat yang rendah guna mempertahankan modal dan untuk fungsi pemasaran lebih menekankan persediaan pada tingkat yang tinggi untuk mempertinggi penjualan. Sedangkan fungsi operasi menekankan persediaan pada level yang tinggi untuk stok jangka panjang.
Disinilah manajeman persediaan harus menyeimbangkan berbagai konflik tersebut dan mengelola persediaan pada level yang terbaik. Tujuan akhir dari sistem manajeman persediaan adalah mengoptimalkan persediaan. Persediaan dikatakan optimal pada saat keuntungan yang dicapai oleh persediaan tersebut maksimal dengan biaya minimal.
    
B.   Persediaan
Setiap perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan manufaktur dan perdagangan, sangat memerlukan persedian barang untuk guna memenuhi kebutuhan permintaan konsumen. Selain itu, dengan adanya barang persediaan yang cukup tersedia diharapkan dapat memperlancar operasional perusahaan dalam memenuhi transaksi penjualan kepada customer.
Sri Joko (2004:343) mengatakan, persedian adalah sumber daya menganggur (idle resource) yang menunggu proses lebih lanjut. Proses lebih lanjut disini dapat berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pada kegiatan rumah tangga.
Menurut Eddy Herjanto (2007:237), persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan atau digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk dijual kembali.
Sedangkan Fredi Rangkuti (2007:1) mengemukakan bahwa, persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang yang masih dalam proses produksi ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaanya dalam suatu proses produksi.
Selanjutnya T. Hani Handoko (2000:33) menjelaskan bahwa persediaan merupakan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasi terhadap pemenuhan permintaa.

C.   Fungsi dan Jenis Persediaan
Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan, karena secara terus-menerus diperoleh, disimpan atau diolah, kemusian dijual kembali. Maka, persediaan bagi perusahaan manufaktur maupun perusahaan dagang mempunyai peranan dan yang vital bagi opersional perusahaan.
Menurut Eddy Herjanto (2007:238), fungsi penting persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan adalah, sebagai berikut :
1.      Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman barang yang dibutuhkan perusahaan.
2.      Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
3.      Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4.      untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak ada dipasaran.
5.      mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan diskon kuantitas.
6.      memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang diperlukan.
Sedangkan Sri Joko (2004:344) menjelaskan bahwa persediaan mempunyai beberapa fungsi yang memungkinkan perusahaan dapat beroperasi dengan lancar dan dapat melayani konsumen dengan baik, yaitu:
1.      Fungsi decouple
Fungsi decouple yaitu fungsi yang memisahkan berbagai tahap operasi. Dengan fungsi ini memungkinkan perusahaan dapat beroperasi secara bebas baik internal maupun eksternal.
2.      Fungsi economic lot sizing
Melalui persediaan perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya dalam jumlah yang dapat menekan biaya per unitnya. Persediaan lot sizing ini dilakukan dengan mempertimbangkan penghematan-penghematan berupa potongan-potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit yang lebih murah, karena perusahaan melakukan pembelian dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena adanya persediaan (biaya sewa, investasi, dan sebagainya) 
3.      Fungsi antisipasi
Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasarkan pengalaman atau data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman. Selain itu, perusahaan sering menghadapi ketidak pastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang selama periode tertentu, sehingga memerlukan persediaan ekstra yang disebut dengan persediaan pengaman. Persediaan antisipasi ini perlu dilakuakan untuk menjaga kelancaran operasional perusahaan.
Sedangkan Eddy Herjanto (2007:238), mengelompokkan persediaan kedalam empat jenis, yaitu :
1.      Fluctuation Stock, merupakan persediaan yang dimaksudkan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya, dan untuk mengatasi bila terjadi kesalahan/penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang.
2.      Anticipation Stock, merupakan persediaan untuk menghadapi permintaan yang dapat diramalkan, misalnya pada musim permintaan tinggi, tetapi perusahaan pada saat itu tidak dapat memenuhi permintaan tersebut. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh barang sehingga tidak mengakibatkan terhentinya kelangsungan usaha.
3.      Lot-size Inventory, merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar dari pada kebutuhan pada saat itu. Persediaan dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari harga barang  (berupa diskon) karena karena membeli dalam jumlah yang besar, atau untuk mendapatkan penghematan dari biaya penganggkutan per unit yang lebih rendah.
4.      Pipeline Inventory, merupakan persediaan yang dalam proses pengiriman dari tempat asal ketempat dimana barang itu akan digunakan. Misalnya, barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan, yang dapat memakan waktu beberapa hari atau minggu.

D.   Biaya – Biaya Persediaan
Keputusan yang menyangkut persediaan dalam suatu perusahaan memiliki konsekuensi terhadap biaya yang dikeluarkan. Baik keputusan dalam menambah atau mengurangi jumlah persediaan, selalu berbading lurus terhadap biaya yang ditanggung oleh perusahaan. Oleh karena, itu demi memudahkan pihak manajeman perlu dilakukan penggolongan-penggolongan atas biaya-biaya tersebut.
Menurut Eddy Herjanto (2007:242), unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1.      Biaya pemesana (ordering costs, procurement costs) adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan barang/bahan, sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedianya barang di gudang. Biaya ini meliputi biaya penempatan order, biaya pemilihan vendor/pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan barang. Biaya pemesanan dinyatakan dalam bentuk rupiah (satuan mata uang) per pesanan, tidak tergantung dari jumlah yang dipesan, tetapi tergantung dari berapa kali pesanan dilakukan.
2.      Biaya penyimpanan (carrying cost, holding costs) adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase dari unit harga/nilai barang, dalam bentuk rupiah per unit barang, dalam periode waktu tertentu. Yang termasuk dalam biaya ini antara lain, biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya asuransi, ataupun biaya kerusakan, penyusutan atau kehilangan barang selama dalam penyimpanan.
3.      Biaya kekurangan persediaan (shortage costs, stouckout costs) adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu diperlukan. Pada dasarnya biaya ini bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Dalam perusahaan manufaktur, biaya ini merupakan biaya kesempatan yang timbul misalnya karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak adanya bahan yang diproses, yang antara lain meliputi biaya kehilangan waktu produksi bagi mesin dan karyawan.biaya kekurangan persediaan sulit untuk diukur dan sering hanya diperkirakan besarnya secara subyektif.
Sedangkan Zulian Yamin (2007:231-232) menjelaskan terdapat lima katagori biaya yang dikaitkan dengan keputusan persediaan, yaitu:
1.    Biaya Pemesanan (Order Cost)
Biaya pemesanan (Order Cost) adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan bahan atau bahan dari luar. Biaya pemesanan dapat berupa : biaya penulisan pemesanan, biaya proses pemesanan, biaya materai/perangko, biaya faktur, biaya pengetesan, biaya penbgawasan, dan biaya transportasi.
2.    Biaya Penyimpanan (Carrying Cost atau Holding Cost)
Komponen utama dari biaya simpanan (Carrying Cost atau Holding Cost) terdiri atas :
a.      Biaya modal, meliputi : opportunity cost atau biaya modal yang diinvestasikan dalam persediaan gedung dan peralatan yang diperlukan untuk mengadakan dan memelihara persediaan.
b.      Biaya simpan, meliputi : biaya sewa gudang, perawatan dan perbakan, listrik, gaji personil keamanan, pajak atas persediaan, pajak dan asuransi peralatan, biaya penyusutan dan perbaikan peralatan.
c.      Biaya resiko, meliputi : biaya keuangan, asuransi persediaan, biaya penyusutan secara fisik, dan resiko kehilangan.
3.    Biaya Kekurangan Persediaan (Stockout Cost)
Biaya kekurangan persediaan terjadi (stockout) terjadi apabila persediaan tidak tersedia digudang ketika dibutuhkan untuk produksi atau pelanggan/konsumen memintanya. Biaya stockout meliputi : biaya penjualan atau permintaan yang hilang, biaya yang dikaitkandengan proses pemesanan kembali seperti, biaya ekspedisi khusus, penanganan khusus, biaya penjadwalan kembali, biaya penundaan, dan biaya bahan pengganti. 
4.    Biaya yang Dikaitkan dengan Kapasitas
Biaya ini terjadi karena perubahan dalam kapasitas produksi. Perubahan kapasitas produksi diperlukan karena perusahaan untuk memenuhhi fluktuasi dalam permintaan.
5.    Biaya Bahan atau Barang Itu Sendiri
Biaya bahan atau barang adalah harga yang harus dibayar atau item yang harus dibeli. Biaya ini akan dipengaruhi oleh besarnya diskon yang diberikan oleh supplier.
Menurut Sofjan Assauri (2008:239), unsur-unsur yang terdapat dalam persediaan dapat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
1.    Biaya Pemesanan (ordering cost)
2.    Biaya yang terjadi dari adanya persediaan (inventory carryng cost)
3.    Biaya kekurangan persediaan (out ofstock cost)
4.    Biaya yang berhubungan dengan kapasitas (capacity associated cost)

E.   Economic Order Quantity (EOQ)
Kuantitas pesanan ekonomis (economic order quantity), EOQ merupakan salah satu model klasik yang diperkenalkan oleh FW Haris pada tahun 1914 dan paling banyak dipergunakan dalam teknik pengendalian persediaan. EOQ banyak dipergunakan sampai saat ini karena mudah dalam penggunaanya, meskipun dalam penerapannya harus memperhatikan asumsi yang dipakai.
Menurut Eddy Herjanto (2007:245), asumsi-asumsi yang harus diperhatikan dalam menerapkan EOQ adalah :
1.    Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam
2.    Kebutuhan/permintaan barang diketahui
3.    Barang pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui
4.    Barang yang dipesan diterima dalam satu kelompok (batch)
5.    Harga barang tetap dan tidak tergantung jumlah yang dibeli
6.    Waktu tenggang (lead time) diketahu dan konstan.
Menurut Eddy Herjanto (2007:248) dengan pendekatan matematika atau dikenal dengan istilah formula, dalam menentukan besar EOQ dipergunakan rumus sebagai berikut :


 
Q =

Dimana :
Q    =   EOQ, yaitu jumlah pemesanan yang memberikan biaya total terendah
D    =   Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per tahun (unit/tahun)
S    =   Biaya pemesanan per pesanan (Rp)
H    =   Biaya penyimpanan per unit, per tahun (Rp)
Lebih lanjut dikemukakan bahwa biaya minimal yang dikeluarkan berdasarkan hasil perhitungan EOQ diatas, dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :






 
TC =       x S +       x H

Dimana :
TC =   Total cost (total biaya) per pesanan (Rp)
H    =               Besarnya biaya penyimpanan per unit / m³ pertahun
Q    =               Besarnya EOQ
S    =               Besarnya biaya pemesanan, per pesanan
D    =               Jumlah penggunaan persediaan per periode waktu

F.    Sefety Stock dan Reorder Point
Jumlah pembelian bahan yang sudah ditetapkan dalam EOQ agar tidak mengganggu kelancaran operasional perusahaan akibat dari jeda waktu pemesanan kembali atas persediaan tersebut, maka selanjutnya menentukan titik pemesanan kembali (reorder point/ROP) dan jumlah persediaan pengaman (safety stock).
Menurut Fredy Rangki (2007:93), apabila EOQ untuk menjawab pertanyaan, berapa banyak pemesanan yang optimal, maka ROP menjawab pertanyaan, kapan memulai mengadakan pemesanan kembali.
Sedangkan Lukman Syamsuddin (2009:311) menjelaskan, apabila perusahaan sudah menghitung kuantitas pemesanan yang paling optimal atau EOQ, maka selanjutnya menentukan saat pemesanan dari masing-masing item persediaan atau yang lebih dikenal dengan istilah reorder poin (ROP).
1.     Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Persediaan pengaman disebut juga dengan istilah persediaan penyangga (buffer stock) atau persediaan besi (iron stock). Bagi perusahaan dagang, persediaan pengaman dimaksudkan untuk menjamin pelayanan kepada pelanggan terhadap ketidak pastian dalam pengadaan barang. Sehubungan dengan adanya waktu tenggang, perlu adanya persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan selama menunggu barang datang yang disebut sebagai safety stock (Eddy Herjanto, 2007:258).
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007:159) Safety Stock merupakan persediaan pengaman atau persediaan tambahan yang dilakukan perusahaan agar tidak terjadi kekurangan. Safety Stock sangat digunakan guna mengantisipasi permintaan yang tak terduga.
Sedangkan Freddy Ranguti (2007:94) mengatakan, safety stock tujuannya untuk  menentukan berapa besar stock yang dibutuhkan selama masa tenggang, guna memenuhi besarnya permintaan. Safety stock sama dengan persediaan pengaman.
Eddy Herjanto (2007:258) menjelaskan bahwa persediaan pengaman dapat ditentukan langsung dalam jumlah unit tertentu. Hal ini tergantung dari pengalaman perusahaan dalam menghadapi keterlambatan barang yang dipesan atau sering berubah tidaknya perencanaan produksi.
Cara lain dalam menentukan besarnya persediaan pengaman ialah dengan pendekatan tingkat pelayanan (service level). Tingkat pelayanan dapat didefinisikan sebagai probabilitas permintaan tidak akan melebihi persediaan  (pasokan) selama waktu tenggang (lead time). Waktu tenggang merupakan perbedaan waktu antara saat memesan sampai saat barang datang. Melalui rumus distribusi normal, besarnya persediaan pengaman dapat dihitung sebagai berikut :


 
Z =

SS = Z. σ
Dimana :
X       =   tingkat persediaan
µ       =   rata-rata permintaan
σ       =   standar deviasi permintaan selama waktu tenggang
SL     =   tingkat pelayanan (service level)
SS    =   persediaan pengaman
2.     Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Fredy Rangkuty (2007:93) menjelaskan bahwa reorder point (ROP) atau biasa disebut dengan titik jumlah pemesanan kembali merupakan permintaan yang diinginkan atau dibutuhkan selama masa tenggang.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007:159) reorder point merupakan waktu perusahaan akan memesan kembali atau batas waktu pemesanan kembali dengan melihat jumlah minimal persediaan yang ada.
Sedangkan Eddy Herjanto (2007:258) mengatakan, jumlah persediaan yang menandai saat harus dilakukan pemesanan ulang sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu (dimana persediaan diatas persediaan pengaman sama dengan nol) disebut sebagai titik pemesanan ulang (reorder point, ROP). Titik ini menandakan bahwa pembelian harus segera dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan.
Jika ROP ditetapkan terlalu rendah, persediaan akan habis sebelum persediaan pengganti diterima sehingga permintaan pelanggan tak dapat dipenuhi. Namun jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu tinggi, maka persediaan yang baru sudah datangsementara persediaan digudang masih banyak. Keadaan seperti ini mengakibatkan pemborosan biaya dan investasi yang berlebih.
Titik pemesanan ulang biasanya ditetapkan dengan cara menambahkan penggunaan selama waktu tenggang dengan persediaan pengaman, atau dalam bentuk rumus sebagai berikut :
ROP = d x L + SS
Dimana :
ROP = titik pemesan ulang (reorder point)
d        = tingkat kebutuhan per unit waktu
L        = waktu tenggang
 G.   Studi Empiris
Beberapa peneliti terdahulu yang menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian ini, antara lain ditulis oleh Yulius Gesong Sampelao, Masnih dan Ilhamsah Aries Saputra. Hasil dari pengkajian atas peneliti  tersebut menjadi studi empiris bagi penulis karena memiliki kesamaan penggunaan metode analisis dalam memecahkan masalah penelitian yang dikaji penulis.
Yulius Gesong Sampelao menganalisis pengendalian persediaan pada UD. Bintang Furniture Sangasanga, dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), safty stock, dan reorder point.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kebijakan pemesanan atas pembelian furniture (lemari pakaian) pada UD. Bintang Furniture Sangasanga belum memperoleh biaya yang minimum. Karena pembelian yang memperoleh biaya minimum untuk furniture tahun 2010 sebesar 60 unit dengan menggunakan rumus EOQ terjadi pada frekuensi pemesanan 9 kali pesan dengan jumlah pemesanan 7 unit, karena dengan frekuensi tersebut maka dapat menekan biaya persediaan. Dengan adanya persediaan minimum (safty stock) furniture (lemari pakaian) yang disediakan UD. Bintang Furniture Sangasanga sebesar 20 unit, maka titik reorder point yang merupakan batas diadakannya pemesanan kembali selama tenggang (lead time) adalah 2 unit.
Sedangkan Masnih pernah melakukan penelitian di Toko Ma’ruf Baubau dengan melakukan pengkajian untuk meminimumkan biaya persediaan atas barang dagangan toko tersebut. Dalam analisanya, menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) untuk memperoleh kesimpulan.
Hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa Economic Order Quantity (EOQ) dapat mengurangi biaya persediaan Toko Ma’ruf Furniture, yaitu untuk persediaan persediaan lemari hasil EOQ sebanyak 501 unit dengan biaya persediaan sebesar Rp 1.014.888,- yang berarti mengurangi biaya sebesar Rp 825.362. Sedangkan persediaan meja, hasil EOQ-nya sebanyak 377 unit dengan biaya persediaan sebesar Rp 764.151,- yang berarti mengurangi biaya sebesar Rp 621.449,-. Hasil EOQ Persediaan ranjang sebanyak 103 unit dengan biaya persediaan Rp 310.437,- yang berarti mengurangi biaya sebesar Rp 169.927. Terakhir, persediaan spring bed dengan hasil EOQ sebanyak 159 unit dengan biaya persediaan sebesar Rp 322.377,- yang berarti mengurangi biaya persediaan sebesar Rp 262.173.
Sedangkan Ilhamsah Aries Saputra meneliti pengendalian persediaan bahan baku pada CV. Garuda Sam Baubau. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui banyaknya bahan baku yang tersedia agar biayanya minimal. metode analisisnya menggunakan Economic Order Quantity (EOQ) dan variabel yang diukur adalah jumlah bahan baku seperti : kayu jati, kayu wola, dan kayu cendana, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, jumlah hasil produksi, dan harga jual per jenis.
Hasil penelitiannya, menyimpulkan bahwa biaya berdasarkan EOQ jauh lebih rendah dibandingkan biaya menurut perusahaan. pada tingkat persediaan kayu jati sebanyak 38 m³ selisih biaya totalnya sebesar Rp 5.140.949,- , kayu wola sebanyak 158 m³ selisih biaya totalnya sebesar Rp 21.627.730,- , Kayu cendana sebanyak 61 m³ selisih biaya totalnya sebesar Rp 8.260.629,-  dan secara total, jumlah kayu sebanyak 257 m³ selisih biayanya sebesar Rp 35.029.910,- .


0 Response to "Pengendalian Persediaan Beras Maringki pada UD. Bumi Tani Baubau"

Post a Comment

* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya