Studi Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian Makanan Tambahan pada Anak Usia Balita di Lingkungan Palagimata Kelurahan Lipu Wilayah Kerja Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Bau-Bau Tahun 2008



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Makanan tambahan adalah makanan atau minuman dengan kandungan cukup gizi yang diberikan kepada bayi/anak untuk mencukupi kebutuhan gizinya. Pemberian makanan tambahan pada anak usia Balita adalah merupakan salah satu program pemerintah untuk mencegah terjadinya gizi buruk atau gizi kurang sekaligus mempertahankan status gizi baik pada bayi maupun anak usia 12-24 bulan. Sebagaimana kita ketahui bahwa ASI atau susu formula merupakan makanan pokok bayi namun bayi tidak cukup hanya mendapatkan susu seiring dengan bertambahnya usianya juga karena kebutuhan akan nutrisi makin meningkat maka bayi harus diberikan makanan tambahan atau istilahnya makanan pendamping (Depkes RI, 2003).
Pola pemberian makanan tambahan akan mempengaruhi status gizi Balita. Pemberian ASI dan pemberian makanan tambahan pada Balita sesuai dengan usianya sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya terutama pertumbuhan sel-sel otak yang memungkinkan anak menjadi cerdas atau sebagai zat gizi untuk mengimbangi/menutupi kebutuhan zat gizi bagi anak yang semakin meningkat. Keadaan ini sering menimbulkan pergeseran status gizi kearah yang kurang dan umumnya terjadi pada usia Balita.
Berdasarkan hasil sensus Nasional tahun 1992 dan analisis lanjut survey Nasional Vitamin A tahun 1978 dan 1992 diketahui bahwa anak-anak Indonesia lahir dengan gizi baik dan bertahan hingga usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan keadaan gizi mulai menurun, hal ini terjadi karena semakin bertambahnya umur bayi maka semakin meningkat pula kebutuhan gizinya. Dipihak lain produksi ASI semakin menurun dan pemberian makanan tambahan belum sesuai dengan kecukupan gizi bayi. Bila keadaan ini berlanjut hingga waktu yang lama maka lambat laun bayi akan mengalami gizi buruk (Pudjiadi, 2000).
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Masalah gizi buruk masih dialami oleh anak-anak diberbagai tempat di Indonesia dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 terdapat sekitar 4,42 juta anak mengalami gizi buruk, tahun 2006 terdapat 4,2 juta anak dan tahun 2007 sebanyak 4,1 juta anak mengalami gizi buruk. Di Sulawesi  Tenggara pada tahun 2005 terdapat 783 Balita mengalami gizi buruk dan pada tahun 2007 menurun menjadi 565 anak. Khususnya di Kota Bau-Bau pada tahun 2005 prevalensi gizi kurang sebesar 2,48%, tahun 2006 turun menjadi 2,11%. Permasalahan kasus gizi buruk dan gizi kurang tersebut di atas diantaranya disebabkan oleh krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 yang berdampak meningkatnya jumlah penduduk miskin di Indonesia akibatnya terjadi penurunan daya beli terhadap pangan dan pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2003).
Di Kota Bau-Bau pada tahun 2007 terdapat 12.825 Balita sedangkan di Kecamatan Betoambari berjumlah 3.862 anak Balita.  Khusus  Di Kelurahan Lipu  pada  tahun 2007  terdapat 555  Balita  yang  diberikan  makanan  tambahan dan sebanyak 34 Balita  makanan  tambahannya  ditanggung oleh pemerintah. Khususnya di Lingkungan Palagimata terdapat 125 Balita yang diberikan makanan tambahan (data gizi puskesmas Katobengke).
Saat ini masih banyak ibu-ibu yang memberikan makanan tambahan kepada bayinya setelah usia satu tahun ke atas. Salah satu alasan yang diperoleh adalah para ibu percaya bahwa bayi masih menerima ASI dan tidak perlu memberikan makanan tambahan. Meskipun makanan tambahan diberikan lebih awal pada bayi biasanya pemberiannya masih dalam jumlah dan mutu yang belum memuaskan.
Dari uraian di atas peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Studi Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian Makanan Tambahan pada Anak Usia Balita di Lingkungan Palagimata Kelurahan Lipu Wilayah Kerja Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Bau-Bau Tahun 2008”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pernyataan Masalah
Pemberian makanan tambahan merupakan salah satu tugas setiap ibu terhadap anaknya untuk menjaga kesehatan dan kecerdasan anak dimasa mendatang. Saat ini masih banyak ibu-ibu yang belum memberikan dan belum mengetahui arti,  manfaat, jumlah serta mutu dari makanan tambahan. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain kemiskinan, ketidaktahuan, tingkat pendidikan dan sosial budaya.
2.      Pertanyaan Masalah
a.       Bagaimanakah pengetahuan ibu terhadap makanan tambahan?
b.      Sejauhmana pengetahuan ibu dalam memberikan makanan tambahan pada anak usia Balita?

C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang pengetahuan ibu terhadap pemberian makanan tambahan pada anak usia Balita di Lingkungan Palagimata Kelurahan Lipu Wilayah Kerja Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Bau-Bau Tahun 2008”.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu terhadap makanan tambahan.
b.      Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu dalam memberikan makanan tambahan pada anak usia Balita.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan keilmuan khususnya dibidang penelitian.
2.      Dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Katobengke dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan untuk mencapai keberhasilan program kesehatan ibu dan anak.
3.      Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi bagi penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kumpulan kesan-kesan dan penerangan yang terhimpun dari pengalaman yang siap untuk digunakan. Adapun pengalaman itu diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain. Pengetahuan itu sendiri diperoleh dari beberapa faktor antara lain adalah pendidikan formal, akan tetapi tidak mutlak pengetahuan juga dapat diperoleh melalui pendidikan non formal (Ancok, 1989).
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan melalui panca indra : penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa raba dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1997).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Rogers, (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni :
  1. Awarenees (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.
  2. Interest (merasa tertarik), yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus, disini sikap subyek sudah mulai timbul.
  3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
  4. Trial, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.
  5. Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu :
  1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, menyatakan, mengidentifikasi dan sebagainya.
  1. Memahami (comprehention)
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
  1. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi riil. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang misalnya dengan menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil. Penelitian dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
  1. Analisis (analysis)
Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dengan penggunaan kata kerja membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
  1. Sintesis (syntesis)
Suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru misalnya dapat memecahkan, merencanakan, meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
  1. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penalaran terhadap materi atau obyek. Penalaran ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
      Menurut Best, (1989) dan Anderson, (1990) mengatakan bahwa ilmu pengetahuan terdiri atas 2 (dua) macam ditinjau dari sifat dan cara penerapannya
  1. Pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan mengenai informasi faktual yang pada umumnya bersifat statis normatif dan dapat dijelaskan secara lisan dan verbal. Isi dari pengetahuan ini berupa konsep-konsep dan fakta yang dapat ditularkan kepada orang lain melalui ekspresi lisan atau tulisan. Menurut Evans, (1991) pengetahuan deklaratif berisi konsep dan fakta yang bersifat verbal dan dapat diuraikan dengan kalimat-kalimat statement (pernyataan) maka ia juga disebut stateable concept and fact, yaitu konsep dan fakta yang dapat dinyatakan melalui ekspresi lisan.
  2. Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan yang mendasari kecakapan atau keterampilan perbuatan jasmani yang cenderung bersifat dinamis.
Menurut Best, (1989) mengatakan ditinjau dari sudut informasi dan pengetahuan yang disimpan memori manusia terdiri atas dua macam :
  1. Semantic Memory (memori semantik) yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau pengertian-pengertian.
  2. Episode memory (memori episodik) yaitu memori khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa.
Best, (1989) berpendapat bahwa antara item pengetahuan episodik dan item pengetahuan semantik terdapat hubungan yang memungkinkan bergabungnya item memori episodik dan memori semantik.
Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibbin Syah, 2002).
Tardif, (1987) seorang ahli psikologi penidikan mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak memiliki ilmu pengetahuan dan wawasannya semakin luas sehingga proses pengubahan sikap dan tinkah laku akan semakin baik. Reber, (1988) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola dalam pengambilan sikap dan tindakan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang kecenderungan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya akan semakin besar.
Koos, (1954) mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pengetahuannya dan pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui proses alamiah manusia setelah ia mengalami, mengamati, menyaksikan dan mengerjakan sesuatu sejak ia lahir sampai dewasa khususnya melalui pendidikan. Sedangkan menurut teori yang dikemukakan oleh Ancok (1981) bahwa pengetahuan diperoleh bukan saja melalui pendidikan.
Koentjaraningrat, (1977) mengemukakan bahwa meningkatnya tingkat pendidikan seseorang menyebabkan meningkatnya kemampuan dalam menyerap pengetahuan. Ngadiarti, (1985) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya.
Beker dan Reinke, (1994) mengatakan bahwa tingkat pendidikan sangat relevan dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sedangkan menurut teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green mengatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor penentu (predisposing factors) bagi perilaku seseorang.


B.     Tinjauan Umum Tentang Ibu
Ibu adalah jendela pertama yang menguak dunia keilmuan dan pengertian batin seorang anak manusia (Imsa-Sister Website).
Ibu adalah seseorang yang telah memiliki potensi dan kesempatan melukis dan mewarnai kehidupan anaknya. Ibu akan membimbing anak-anaknya memahami realitas kehidupan didunia, didalam keluarga dan dunia yang global.
Seorang ibu hendaknya mampu memberikan bimbingan bagi perkembangan emosi, fisik, mental dan spritual anak. Seorang ibu yang menyayangi anak-anaknya tidak akan tenang bila tidak bisa mendampingi dan mengetahui perkembangan anak-anaknya secara intensif.
Ketika anak masih bayi seorang ibu hampir menghabiskan 24 jam waktunya untuk merawat dan melayani bayi, ia menyusui, menjaga dari segala gangguan, mengganti popok, mendekapkan bila menangis dan masih banyak lagi tugas yang harus dilakukannya. Kesibukan ibu tidak akan berhenti semata-mata karena anak telah beranjak remaja dan besar, bertambah besar anak maka bertambah besar pula problem yang harus dihadapi sang ibu.
Peran ibu :
1.      Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya.
2.      Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga.
3.      Sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya.
4.      Pelindung dan sebagai salah satu kelompok dalam peranan sosialnya.
5.      Sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
6.      Ibu juga berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.

C.    Tinjauan Umum Tentang Anak Balita
Menurut Udin Nazaruddin dan Turmin (1998), membagi fase pertumbuhan anak adalah sebagai berikut :
1.      Masa Neonatus (sejak lahir sampai usia 4 minggu)
Pada masa ini anak tidak lagi merupakan parasit, tetapi telah menjadi individu yang terpisah dan berdiri sendiri. Masa ini ditandai dengan penyesuaian terhadap lingkungan yang baru diluar rahim ibunya.
2.      Masa Bayi (usia 2-4 minggu sampai 1 tahun)
Disebut periode vital artinya bahwa periode ini mempunyai makna mempertahankan hidupnya untuk dapat melaksanakan perkembangan selanjutnya, bayi dapat diperalati dengan beberapa kemampuan yaitu insting, kemauan untuk belajar.
3.      Masa Pra Sekolah (usia 2-5 tahun)
Waktu peralihan antara masa bayi dan masa anak sekolah
a.       Perkembangan fisik
Pertumbuhan dalam tempo yang lambat. Berat badan bertambah sekitar 1,5 kg/tahun sampai 2,5 kg/tahun. Tinggi hanya bertambah sekitar 7,5 cm/tahun.
b.      Perkembangan psikis
Sebelum anak masuk sekolah ia dipersiapkan ditaman kanak-kanak (children garden) yaitu masa yang diciptakan oleh pranbel pencipta taman kanak-kanak dalam usia ini.
c.       Periode penggunaan lingkungan
Setelah dapat membalikan tubuhnya selama 2 tahun pertama dari kehidupannya ia telah siap untuk menjelajahi lingkungannya, ia tidak puas sebagai penonton saja, ia ingin mengetahui lingkungannya, tata kerjanya, bagaimana perasaannya dan bagaimana ia dapat menjadi bagian daripada lingkungannya.

D.    Tinjauan Umum Tentang Makanan Tambahan
1.      Pengertian
      Makanan tambahan atau makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman dengan kandungan cukup gizi yang diberikan kepada bayi/anak untuk mencukupi kebutuhan gizinya (Depkes RI, 2002).
Makanan tambahan atau makanan pendamping ASI adalah makanan bergizi yang diberikan disamping Air Susu Ibu kepada bayi 6-11 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
      Sebagaimana kita ketahui, ASI atau susu formula merupakan makanan pokok bayi namun bayi tidak cukup hanya mendapatkan susu seiring dengan pertambahan usianya karena kebutuhannya akan nutrisi juga makin meningkat, bayi juga harus diberikan makanan tambahan atau istilahnya makanan pendamping.

2.      Tujuan Pemberian Makanan Tambahan
Pada saat seorang bayi/anak tumbuh dan menjadi lebih aktif, akan dicapai usia tertentu ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Dengan demikian makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI. Pada usia 6 bulan keatas ada kesenjangan antara kebutuhan energi total dengan energi yang diperoleh dari ASI. Kesenjangan ini menjadi lebih besar pada saat anak bertambah usianya, ini berarti :
a.       Makanan tambahan diperlukan untuk mengisi kesenjangan energi
b.      Jumlah makanan yang dibutuhkan meningkat sewaktu anak bertambah usianya.
c.       Jika kesenjangan tidak diisi, anak akan berhenti pertumbuhannya atau tumbuh dengan lambat.
      Makanan tambahan atau makanan pendamping ASI (MP-ASI) harus memperhatikan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan kelompok umur dan tekstur makanan sesuai perkembangan usia Balita. Berdasarkan hasil penelitian tentang tumbuh kembang Balita di Indonesia Azwar (1999) menjelaskan bahwa pemberian makanan tambahan bagi Balita penting karena selain mencukupi kekurangan gizi sejak janin dalam kandungan, ketidaktaatan sang ibu bayi memberikan ASI eksklusif serta mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang Balita.
Kandungan gizi makanan pendamping ASI atau makanan tambahan harus mencukupi terutama energi dan zat gizi mikro seperti besi (fe) dan zeng (Zn). Makanan tambahan yang dibuat sendiri oleh keluarga Indonesia terutama didesa-desa banyak yang tidak mencukupi kandungan gizinya dan perlu diingat bahwa pemberian makanan tambahan sifatnya hanya untuk memberi tambahan zat-zat gizi seperti karbohidrat, kalori, protein, lemak, vitamin dan mineral misalnya buah-buahan mengandung vitamin dan mineral, bubur susu mengandung asam lemak, protein dan kalori.
3.      Umur Pemberian Makanan Tambahan
Makanan tambahan harus mulai diberikan ketika bayi tidak lagi mendapat cukup energi dan nutrien dari ASI saja. Untuk kebanyakan bayi, makanan tambahan mulai diberikan usia 6 bulan. Pada usia ini otot dan saraf didalam mulut bayi cukup berkembang. Sebelum usia 4 bulan, bayi akan mendorong makanan keluar dari mulutnya karena mereka tidak dapat mengendalikan gerakan lidahnya secara penuh. Pada usia 4-6 bulan lebih mudah untuk memberikan bubur tepung, nasi atau pisang lumat karena pada usia ini anak dapat mengendalikan lidahnya dengan baik, anak mulai melakukan ”gerak” mengunyah keatas dan kebawah, anak mulai tumbuh gigi, suka memasukan sesuatu kedalam mulutnya dan juga anak berminat terhadap rasa yang baru.
Pada usia ini juga sistem pencernaan sudah cukup matang untuk mencerna berbagai makanan.
Memulai pemberian makanan tambahan terlalu dini atau terlalu lambat keduanya tidak diinginkan. Tanda bahwa seorang anak sudah siap untuk menerima makanan tambahan adalah bahwa anak tersebut sekurang-kurangnyanya berusia 4 bulan dan sering mendapat ASI tetapi tampak lapar segera sesudahnya atau tidak mengalami penambahan berat badan yang adekuat.
Seorang bayi/anak harus diberi ASI saja sekurang-kurangnya 4 bulan dan jika memungkinkan sampai 6 bulan. ASI memberi semua kebutuhan energi dan nutrien yang diperlukan untuk tumbuh sehat. ASI yang mengandung bahan anti infeksi yang melindungi bayi/anak dari diare dan penyakit lain.
Memberi makanan tambahan terlalu cepat berbahaya karena :
a.       Seorang bayi/anak belum memberikan makanan tambahan saat ini, dan makanan tersebut dapat menggantikan ASI. Jika makanan diberikan anak akan minum ASI lebih sedikit dan ibupun memproduksinya lebih sedikit, sehingga akan lebih sedikit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
b.      Anak mendapat faktor perlindungan dari ASI lebih sedikit, sehingga resiko infeksi meningkat.
c.       Resiko diare juga meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI
d.      Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, buburnya berkuah dan berupa sup karena mudah dimakan oleh bayi. Makanan ini memang membuat lambung penuh, tetapi memberi nutrien lebih sedikit daripada ASI, sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi.
Sedangkan memberi makanan tambahan terlalu lambat juga berbahaya karena :
a.       Anak tidak mendapat makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan energi dan nutrien.
b.      Pertumbuhan anak akan lambat.
c.       Pada anak resiko malnutrisi dan defisiensi mikronutrien meningkat.
Pengenalan dan pemberian makanan tambahan harus dilakukan secara bertahap, baik bentuk maupun jumlahnya yang disesuaikan dengan kemampuan pencernaan bayi/anak.
4.      Jenis-Jenis Makanan Tambahan
Makanan tambahan yang baik adalah :
a.       Kaya energi, protein, kalsium, mineral dan mikronutrien (terutama zat-zat besi, vitamin A, vitamin C dan folat)
b.      Bersih dan aman
1)      Tidak ada patogen misalnya tidak ada bakteri penyebab penyakit atau organisme berbahaya lainnya.
2)      Tidak ada bahan kimia berbahaya dan toksin
3)      Tidak ada potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat anak tersedak.
4)      Tidak terlalu panas.
c.       Dapat diterima dengan baik yaitu disukai, dibutuhkan dan terjangkau memenuhi nilai sosial ekonomi, budaya dan agama serta mudah disiapkan.
Anjuran makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat :
a.       Umur 0-4 bulan
Bayi umur 0-4 bulan tidak ada makanan lain yang paling cocok dan terbaik selain ASI. Oleh karena itu diberikan segera setelah bayi lahir. Ahli kedokteran moderen menganjurkan agar tidak membuang ASI pertama (colostrum) sebab colostrum mengandung gizi dan zat kekebalan terhadap penyakit yang sangat diperlukan bayi. Jadi bayi umur 0-4 bulan cukup diberi ASI saja. ASI diberikan kapan saja setiap kali anak menangis.
b.      Umur 4-6 bulan
Pada saat bayi berumur 4 bulan, ia sudah memiliki refleks mengunyah. Oleh karena itu, selain ASI masih tetap diberikan. Anak mulai diperkenalkan dan diberi makanan lumat. Mulailah dengan 2 kali sepiring kecil sehari, kemudian secara bertahap menjadi 4 sampai 5 kali sepiring dalam sehari.
Kalau ada susu, berikanlah dalam cangkir atau sendok, jangan sekali-sekali memberikan dengan botol susu. Makanan pendamping ASI yang diberikan adalah makanan lumat seperti bubur tepung, nasi atau pisang lumat, bubur beras yang encer atau lontong yang dilumatkan ditambah dengan kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/wortel/bayam.
c.       Umur 6-12 bulan
Pada saat bayi berumur 6-12 bulan ASI tetap diberikan sesuai dengan keinginan anak. Anak mulai diberikan makanan lembek misalnya nasi lembek, bubur beras, ketupat atau makanan lain yang lembek kemudian ditambah dengan kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/wortel/bayan.
Makanan tersebut diberikan tiga kali sehari. Setiap kali makanan diberikan sebagai berikut :
Umur 6 bulan        :  6 sendok makan
Umur 7 bulan        :  7 sendok makan
Umur 8 bulan        :  8 sendok makan
Umur 9 bulan        :  9 sendok makan
Umur 10 bulan      :  10 sendok makan
Umur 11 bulan      :  11 sendok makan
Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit nagasari dan sebagainya diantara waktu makan.
d.      Umur 12-24 bulan
Pada saat berumur satu tahun ASI terus diberikan, paling tidak sampai anak berumur 2 tahun. Pada saat umur satu tahun, sebaiknya anak mulai diperkenalkan dan diberi makanan orang dewasa.
Susunan makanan bagi anak setiap hari seperti lazimnya pada makanan orang dewasa, yang terdiri dari :
1)      Makanan pokok
2)      Lauk pauk
3)      Sayur dan atau buah
Berikan makanan tersebut tiga kali sehari. Berikan juga makanan selingan dua kali sehari seperti : bubur kacang hijau, pisang, biskuit nagasari dan sebagainya.
e.       Umur  2 tahun atau lebih
Berikan makanan yang biasa dimakan oleh keluarga tiga kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah.
Berikan juga makanan yang bergizi sebagai selingan dua kali sehari seperti : bubur kacang hijau, pisang, biskuit nagasari dan sebagainya. Pemberian makanan selingan dilakukan diantara waktu makan makanan pokok.
Pemberian makanan tambahan pada bayi terdiri atas 2 jenis yakni makanan tambahan tradisional dan makanan tambahan non tradisional. Makanan tambahan tradisional adalah makanan yang dibuat oleh ibu sendiri dengan bahan-bahan makanan lokal seperti tepung beras dan susu sapi. Sedangkan makanan tambahan non tradisional adalam makanan tambahan yang dipasarkan atau diperdagangkan dan dikemas dalam bentuk kaleng.
5.      Cara Pengukuran Gizi Bayi
Indeks yang dianggap paling tepat untuk mengetahui kecukupan gizi bayi pada usia satu tahun pertama adalah pertumbuhan yang normal (Pudjiadi, 2000). Laju pertumbuhan badan lebih sensitif daripada cara asam amino lainnya seperti jumlah kebutuhan kalori dan asam amino yang diperlukan bagi bayi.
Disamping itu bayi yang tumbuh dengan normal atau yang baik gizinya, bersikap waspada, cepat bereaksi dan banyak menaruh perhatian terhadap sekelilingnya, kulit badannya halus, mata bersinar-sinar dan dia menggerakan badannya menurut pertumbuhan otot dan koordinasi yang sepadan dengan umurnya, bayi tersebut mempunyai nafsu makan, tidur nyenyak dan menangis sedikit saja.
Standar lain yang perlu dipergunakan adalah kurva berat terhadap tinggi, yang dapat dihitung atau diturunkan dari kurva standar berat badan terhadap umur dan tinggi. Kurva ini akan lebih praktis penggunaannya dalam penentuan pertumbuhan yang normal seorang bayi karena rasio berat pertinggi sangat penting artinya dalam memberi jawaban apakah berat bagi anak yang diukur tersebut disebabkan terlalu banyak penimbunan lemak didalam badan bayi/anak yang diukur
6.      Cara Deteksi Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit-penyakit tertentu.
Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks BB/U baku standar WHO-NCHS. KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu mengukur berat badan (BB) dan unsur yang dibandingkan dengan indeks BB/U baku standar WHO-NCHS sebagaimana tercantum dalam KMS.
Kurang Energi Protein (KEP) berdasarkan kriteria KMS yang baru dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
a.       KEP sedang
KEP sedang bila berat badannya 70% buku rujukan BB/U WHO-NCHS.
b.      KEP ringan
Anak disebut KEP ringan bila berat badannya kurang 70% sampai 80% buku rujukan BB/U WHO-NCHS.
Tabel : kategori KEP menurut Buku Standar WHO-NCHS
Kategori
Kriteria WHO-NCHS
Kriteria Menurut KMS
KEP ringan
70%-80%
Pada warna kuning (antara pita hitam warna hijau dan garis merah
KEP sedang
60%-70%
BGM



7.      Pengelolaan Makanan Tambahan
Pengelolaan makanan tambahan dilakukan oleh Direktorat Gizi Masyarakat Depkes dengan menggunakan dana DIP perbaikan gizi tahun 2004. Pengolahan makanan tambahan yang dimaksud dalam pedoman meliputi mekanisme distribusi, cara pengangkutan, cara penyimpanan, cara penjelasan kepada petugas diberbagai tingkatan, cara penyiapan dan pemberian makanan tambahan kepada sasaran.

0 Response to "Studi Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian Makanan Tambahan pada Anak Usia Balita di Lingkungan Palagimata Kelurahan Lipu Wilayah Kerja Puskesmas Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Bau-Bau Tahun 2008"

Post a Comment

* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya