BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Datangnya era global dan otonomi menuntut suatu perubahan dan perkembangan dalam berbagai bidang termasuk dalam bidang keperawatan, yang mana hingga saat ini masih dalam proses profesionalisasi. Trens dan perubahan yang terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap sistem dokumentasi keperawatan dan masalah-masalah kegiatan pencatatan oleh perawat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. (Nursalam, 2001). Dokumentasi keperawatan sendiri mempuyai makna yang penting dilihat dari berbagai aspek, antara lain : hukum, jaminan mutu, komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian dan akreditasi (Nursalam, 2001).
Melalui evaluasi dokumentasi keperawatan pada beberapa RSU ditemukan bahwa kemampuan perawat mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan rata-rata kurang dari 60% yang memenuhi kriteria, dari hasil evaluasi terhadap dokumentasi proses keperawatan jiwa pada dua RS Jiwa ditemukan kurang dari 40% yang memenuhi kriteria (Keliat B.A, dkk, 1998). Hal ini juga tidak menutup kemungkinan pada RSUD lainnya termasuk RSUD Dr. H. Soemarno Sosroatmojo Kuala Kapuas.
Hasil pengamatan awal yang dilakukan penulis di RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo Kuala Kapuas, ternyata diperoleh data bahwa sistem pelaksanaan pendokumentasin asuhan keperawatan yang selama ini dilakukan dicatat dalam sebuah buku besar dan penulisannyapun beraneka ragam dan banyak yang tidak dilakukan sesuai dengan standar pendokumentasian. Dari kenyataan tersebut muncul suatu pernyataan “ apakah yang menyebabkan tidak terdokumentasinya asuhan keperawatan tersebut dengan baik ?”.
Menurut Patricia (1991) rendahnya pendokumentasian asuhan keperawatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : tingkat pendidikan, pengetahuan, motivasi, format asuhan keperawatan dan pengalaman kerja dari perawat itu sendiri . Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana hubungan tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Pernyataan masalah
Kemampuan perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan masih rendah. Disebabkan karena belum adanya standar dokumentasi keperawatan yang baku. Untuk itu perawat perlu menyusun suatu model dokumentasi yang baru, lebih efisien dan lebih bermakna dalam pencatatan dan penyimpanannya yang meliputi ketrampilan komunikasi, ketrampilan dokumentasi dan ketrampilan standar dokumentasi.
Kegiatan perawat sendiri dalam melakukan dokumentasi asuhan keperawatan dipengauhi oleh beberapa faktor antara lain : tingkat pendidikan, pengetahuan, motivasi, format asuhan keperawatan serta kemampuan perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan dan pengalaman kerja dari perawat itu sendiri.
1.2.2 Pertanyaan masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan perawat dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan ?
2. Bagaimanakah gambaran sikap perawat dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan ?
3. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mempelajari hubungan tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan di RSUD. Dr. H. Soemarno Sastroatmojo Kuala Kapuas.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan perawat tentang dokumentasi keperawatn di RSUD Dr. H. Soemarno Sastroatmojo Kuala Kapuas
2) Mengindentifikasi sikap perawat dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan di RSUD Dr. H. Soemarno Sastroatmojo Kuala Kapuas.
3) Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan dengan pelaksanaan dokumentasi.
4) Menganalisa sikap dengan pelaksanaan dokumentasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini adalah :
1) Sebagai bahan masukan bagi RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo Kuala Kapuas tentang pentingnya pendokumentasian keperawatan guna menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.
2) Bahan masukan untuk menyususn standar pendokumentasian keperawatan di RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo Kuala Kapuas.
3) Sebagai masukan untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam meningkatkan pemahaman tentang proses keperawatan khususnya sistem pendokumentasian.
1.5 Relevansi
Trend dan perubahan yang terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap dokumentasi keperawatan dan masalah-masalah kegiatan pencatatan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Untuk mengatasinya perlu pemikiran-pemikiran tentang standar pendokumentasian keperawatan yang cocok bagi keperawatan saat ini yang efektif, efisien dan lebih bermakna. Sebelum menyusun standar tersebut perlu kiranya dipertimbangkan aspek social dan budaya dari keperawatan Indonesia, dehingga memudahkan dan menyeragamkan dalam proses pencatatan dan pendokumentasian yang akhirnya berdampak pada eksistensi dari keperawatan itu sendiri. Selain itu pendokumentasian asuhan keperawatan yang benar akan mampu memberikan masukan pada perkembangan ilmu keperawatan dan sebagai riset/nbahan penelitian.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penjelasan yang akan diuraikan dalam tinjauan pustaka ini meliputi :
Pengertian pengetahuan, sikap, dokumentasi keperawatan.
2.1. Pengetahuan.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melaului panca indera manusia, yakni indera penglihatan, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh dari mata dan telinga ( Notoatmojo, 1993 ; 127 – 128 )
Pengetahuan juga dapat di artikan sebagi ketrampilan untuk mengatakan kembali dari ingatannya hal-hal atau informasi tentang apa saja yang telah dialaminya dan saling menghubungkan hal-hal, gejala-gejala atau kejadian-kejadian tertentu, sehingga terbentuk ketrampilan. Untuk mengatakan kembali dan menerapkannya pada situasi lain dan sesuai dengan keperluan suatu pola, metode, aturan, keadaan atau kegiatan ( Adi Sewodjo, dkk, 1980 ; 87 ). Sedangkan menurut Soemadi ( 1996 ; 31 ), pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk meningkatkan fakta, simbol, prosedur, teknik, dan teori.
Menurut Notoatmojo ( 1993 ; 128-129 ) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang mencakup doman kognitif mempunyai enam tingkat yaitu :
1. Tahu ( know )
Tahu diartikan sebagi mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali ( recall ) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu, “ tahu “ ini dalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami ( Komprehension )
Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang di ketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan terhadap obyek yang dipelajari.
3. Aplikasi ( Application )
Aplikasi diartikan sebagi suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata / sebenarnya. Aplikasi disini dapat di artikan sebagi aplikasi atau penggunaan hukum-hukum dan prinsip.
4. Analisa ( Analysis )
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis ( Syntesis )
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, atau menyususn formula baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi ( Evaluation )
Evaluasi itu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau pembenaran terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
Menurut Rogers ( 1974 ) dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni ;
1. Awarenness ( kesadaran ), dimana orang tersebut menyadari dalam arti menegtahui lebih dahulu terhadap stimulus ( obyek ).
2. Interest ( merasa tertarik ) terhadap stimulus atau obyek tersebut, disini sikap subyek sudah mulai timbul.
3. Evaluation ( menimbang-nimbang ) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah jauh lebih baik lagi.
4. Total, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai denagn pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.2 Sikap
2.2.1. Definisi sikap
Menurut Soemadi (1996; 38), sikap merupakan respon seseorang yang berhubungan dengan nilai, interes (perhatian), apresiasi (penghargaan), persepsi (perasaan). Berkowitz yang dikutip Azwar S. (2002), mengatakan sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak ( favorable ) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak ( unfavorable ) pada objek tersebut.
Sikap didefinisikan sebagai suatu pola prilaku, tedensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (LaPierre dikutip Azwar S, 2002 ; 5). Sedangkan menurut Secord & Backman yang dikutip Azwar S ( 2002 ), mendifinisikan sikap sebagi keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi). Pemikiran(kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.
Menurut Notoatmodjo (1997 ; 130 ) sikap merupakan reaksi respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sedangkan menurut salah seorang ahli psikologi, sosial new comb, dr. Kuto Notoatmodjo menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak , dan bukan merupakan pelaksanaan mitos tertentu. Sikap belum menyampaikan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan “ predisposisi “ tindakan atau perilaku peran. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka, merupakan reaksi objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.
Dalam bagian lain Allport dikutip Notoatmodjo ( 1997;31) menyatakan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : (1) kepercayaan ( keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek (2) kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek dan (3) kecenderungan untuk bertindak ( trend to behave ). Ketiga komponen ini secara bersma-sama membentuk sikap yang utuh ( total attitude ). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Menurut Purwanto ( 1999) Pembentukan siakp tidak terjadi demikian saja, melainkan melalui suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara individu dengan individu lain di sekitarnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah : (1) Faktor internal yaitu : faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan seperti selektifitas dan (2) Faktor eksternal yang merupakan faktor di luar manusia, yaitu :
1) Sifat objek yang di jadikan sasaran sikap
2) Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap
3) Sikap orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut
4) Media komunikasi yang digunakan dalam penyampaian sikap
5) Situasi pada saat sikap terbentuk
Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal itu masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki orang pengetahuan mengenai suatu objek tidak sama dengan sikap terhadap objek itu. Pengetahuan saja belum menjadi penggerak seperti halnya pada sikap. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap apabila pengetahuan itu disertai kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek itu.
Sikap dapat dibentuk atau berubah melalui 4 macam cara antara lain :
1) Adopsi
Kejadian dan peristiwa yang terjadi berulang dan terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam individu dan memepengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2) Deferensiasi
Dengan perkembangan intelegensi, bertambahnya pengalaman sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang di pandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapat objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3) Integritas
Pembentukan sikap dasar terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu.
4) Trauma
Pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.
2.2.2 Struktur sikap
Menurut Azwar S ( 2002:23), struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat di harapkan dari obyek tertentu.
Komponen afektif menyangkut masalah emosional, subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan pribadi sering kali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.
Komponen konatif / prilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang di hadapi. Kaitan ini di dasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.
2.2.3 Pengukuran sikap
Azwar S ( 2002;90), menguraikan beberapa diantara banyak metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan :
1) Observasi Perilaku
Kalau seseorang menampakkan perilaku yang konsisten ( berulang ), dapat ditafsirkan sikapnya dari bentuk perilaku yang tampak. Dengan kata lain untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu.
2) Penanyaan langsung
Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung guna pengungkapan sikap, pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu meengenai dirinya sendiri, dan kedua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. Oleh karena itu dalam metode ini, jawaban yang diberikan oleh mereka yang ditanyai dijadikan indikator sikap mereka.
3) Pengungkapan langsung
Suatu pengungkapan langsung ( direct assemant ) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan sistem tanggal maupun sistem ganda. Responden diminta menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju.
4) Skala sikap
Metode pengungkapan sikap dalam bentuk skala report yang hingga kini dianggap sebagai paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan – pertanyaan yang harus dijawab oleh individu. Dari respons subjek pada setiap pertanyaan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang.
5) Pengukuran terselubung
Metode terselubung (covert measures) sebenarnya berorientasi kembali ke metode observasi perilaku yang telah dikemukakan diatas, akan tetapi sebagai objek pengamatan bukan lagi perilaku yang disadari atau sengaja dilakukan oleh seseorang melakukan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi lebih di luar kehendak orang yang bersangkutan
2.2.4 Tingkatan Sikap
Azwar S ( 2002 ; 87 ), menguraikan beberapa tingkatan sikap diantaranya :
1) Menerima ( receving )
Menerima, diartikan bahwa orang ( subyek ) mau dan memperhatikan stimulus yang di berikan ( objek ). Misalnya sikap orang terhadap dapat dilihat dari kesadaran dan perbuatan terhadap ceramah-ceramah.
2) Merespon ( Responding )
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang di berikan adalah suatu indikasi dari sikap , karena dengan mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3) Menghargai ( Valuing )
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. Adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain ( tetangganya, saudaranya dan sebagainya ) untuk pergi pergi menimbangkan anaknya ke Posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4) Bertanggung jawab ( responsible )
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah menunjukkan siakp yang paling tinggi, misalnya : seorang ibu mau menjadi apseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. Sikap mungkin terarah pada benda, orang, tetapi juga peristiwa pandangan, lembaga, norma dan nilai.
2.2.5 Ciri Sikap
1) Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan syarat motif-motif biogenitis sepertii lapar, haus, kebutuhan akan istirahat
2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan dan syarat tertentu.
3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan terhadap suatu objek. Sikap terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenan dengan suatu objek yang dapat dirumuskan secara jelas.
4) Objek sikap ,dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
2.3 Dokumentasi Keperawatan
2.3.1 Pengertian dokumentasi keperawatan
Adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat. ( Potter and Perry, 1985 ). Pendapat lain menjelaskan dokumentasi keperawatan adalah pengumpulan, penyimpanan dan desiminasi informasi guna mempertahankan sejumlah kejadian (Fishback, 1991 ). Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dokumentasi keperawatan adalah kegiatan pencatatan, pelaporan dan pemeliharaan yang berkaitan dengan pengelolaan klien guna mempertahankan sejumlah fakta, dari suatu kejadian dalam suatu waktu.
2.3.2 Tujuan dokumentasi keperawatan.
Menurut Nursalam (2001), mengatakan bahwa tujuan dari dokumentasi Asuhan Keperawatan sebagi berikut :
2.3.2.1 Mengkonfirmasikan data pada semua anggota tim kesehatan
1) Untuk menghindari salah informasi atau pengertian.
2) Untuk menghindari pengulangan tindakan.
3) Untuk mempersempit jarak antar anggota lain.
4) Untuk menghindari klien merasa tidak aman karena ditanya hal yang sama berulang-ulang.
2.3.2.2 Memberikan bukti untuk tujuan evaluasi asuhan keperawatan.
2.3.2.3 Sebagai tanggung jawab dang tanggung gugat
2.3.2.4 Sebagai metode pengembangan ilmu keperawatan.
2.3.3 Fungsi dokumentasi keperawatan
2.3.3.1 Sebagai alat komunikasi
1) Meningkatkan koordinasi dan kesinambungan pelayanan
2) Saling melengkapi pelayanan.
3) Menghindari, mengurangi kealpaan dan tumpang tindih.
4) Dapat mengetahui apa yang telah dilakukan oleh anggota tim lain.
2.3.3.2 Sebagai jaminan mutu.
Pengorganisasian data klien yang lengkap akan memberi kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien, disamping itu melalui sistem pencatatan yang akurat dapat dimonitor permasalahan klien yang teratasi serta melacak masalah baru yang terjadi.
2.3.3.3 Aspek financial.
Dokumentasi dapat bernilai keuangan karena isinya dapat dijalankan sebagai bahan dalam menetapkan biaya terhadap jasa pelayanan.
2.3.3.4 Aspek pendidikan
Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan karena isinya menyangkut informasi kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat digunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran bagi profesi keperawatan.
2.3.3.5 Aspek akreditasi.
Melalui dokumentasi keperawatan akan tercermin sebagai banyak permasalahan klien yang berhasil diatasi. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan tentang tingkat keberhasilan pemberian asuhan keperawatan, guna pembinaan dan pengembangan lebih lanjut.
2.3.3.6 Aspek penelitian
Karena isinya menyangkut data informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau obyek penelitian dan pengembangan profesi keperawatan.
2.3.3.7 Aspek legal
Semua catatan informasi tentang klien merupakan dokumentasi resmi dan berkekuatan hukum, karena bila terjadi sesuatu permasalahan yang menyangkut hubungan kepentingan profesi sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka sewaktu-waktu bila dibutuhkan catatan keperawatan dapat dijadikan barang bukti di pengadilan, oleh karena itu fakta – fakta harus diidentifikasi secara lengkap, jelas, obyektif, ditandatangani dan diberi tanggal serta perlu di hindari penulisan yang dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda.
2.3.4 Cakupan dokumentasi keperawatan
Kegiatan pendokumentasian mencakup pencatatan, penyimpanan atau pemeliharaan dan pelaporan. Pencatatan adalah dokumen atau profil dalam bentuk tulisan yang menjadikan bukti otentik terhadap kondisi klien yang termonitor. Pencatatan bermanfaat bagi klien, rumah sakit, tim kesehatan, serta perkembangan ilmu keperawatan, oleh karena itu dokumentasi yang sah berisi tentang status kesehatan klien, status keperawatan serta informasi dari kesehatan lain.
2.3.5 Prinsip – prinsip pendokumentasian keperawatan.
Menurut Potter and Perry ( 1989 ), petunjuk cara pendokumentasian yang benar yaitu :
1) Jangan menghapus menggunakan tip-ex atau mencatat tulisan yang salah ketika mencatat cara yang benar menggunakan garis pada tulisan yang salah, kata salah lalu di paraf kemudian tulis catatan yang benar.
2) Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien maupun tenaga kesehatan lain. Karena bisa menunjukkan perilaku yang tidak profesional atau asuhan keperawatan yang tidak bermutu.
3) Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena kesalahan menulis diikuti kesalahan tindakan.
4) Catatan harus akurat teliti dan reliable, pastikan apa yang ditulis adalah fakta, jangan berspekulatif atau menulis perkiraan saja.
5) Jangan biarkan bagian kosong pada akhir catatan perawat, karena dapat menambahkan informasi yang tidak benar pada bagian yang kosong tadi, untuk itu buat garis horisontal sepanjang area yang kosong dan bubuhkan tanda tangan dibawahnya.
6) Semua catatan harus bisa dibaca dan ditulis dengan tinta dan menggunakan bahasa yang jelas.
7) Jika perawat mengatakan sesuatu instruksi, catat bahwa perawat sedang mengklarifikasikan, karena jika perawat melakukan tindakan di luar batas kewenangannya dapat di tuntut.
8) Tulis hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas informasi yang ditulisnya.
9) Hindari penggunaan tulisan yang bersifat umum (kurang spesifik) , karena informasi yang spesifik tentang kondisi klien atas kasus bisa secara tidak sengaja terhapus jika informasi bersifat terlalu umum. Oleh karena itu tulisan harus lengkap, singkat, padat dan obyektif.
10) Pastikan urutan kejadian dicatat dengan benar dan ditandatangani setiap selesai menulis dokumentasi. Dengan demikian dokumentasi keperawatan harus obyektif, konfrehensif, akurat dan menggambarkan keadaan klien serta apa yang terjadi pada dirinya.
2.3.6 Standar Dokumentasi
Komponen dan kriteria standar dokumentasi keperawatan yang dirumuskan Departemen Kesehatan tahun 1995 sebagai berikut :
2.3.6.1 Standar pengkajian data keperawatan.
Komponen pengkajian keperawatan meliputi ;
1) Pengumpulan data dengan kriteria : Kelengkapan data,sistematis, menggunakan format, akurat, dan valid.
2) Pengelompokkan data dengan kriteria : data biologis, data psikilogis, data sosial dan data spritual.
3) Perumusan masalah dengan tingkat kriteria kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan.
2.3.6.2 Standar diagnosa keperawatan.
Kriteria :
1) Status kesehatan dibandingkan dengan norma untuk menentukan kesenjangan
2) Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan klien.
3) Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang perawat.
4) Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari masalah, penyebab dan gejala tanda atau terdiri dari masalah dan penyebab.
5) Diagnosa keperawatan aktual untuk perumusan status kesehatan klien yang sudah nyata terjadi.
6) Diagnosa keperawatan potensial untuk perumusan status kesehatan klien yang kemungkinan besar akan terjadi apabila tidak dilakukan upaya pencegahan.
2.3.6.3 Standar perencanaan keperawatan
Komponen keperawatan meliputi :
1) Prioritas masalah dengan kriteria : masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas yang pertama, masalah kesehatan prioritas yang kedua. Yang mempengaruhi perilaku prioritas ketiga.
2) Tujuan asuhan keperawatan dengan kriteria :
Tujuan dirumuskan secara singkat dan jelas, di susun berdasarkan diagnosa keperawatan, spesifik pada diagnosa keperawatan, dapat diukur, realistik menggunakan komponen yang terdiri dari subyek perilaku klien, kondisi klien, dan kriteria tujuan.
3) Rencana tindakan
Kriteria :
Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan merupakan alternatif tindakan secara tepat, melibatkan dan melakukan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknik yang telah ditentukan.
2.3.6.4 Standar evaluasi
Kriteria :
1) Pengkajia ulang diarahkan pada tercapainya tujuan atau tidak.
2) Prioritas dan tujuan baru di tetapkan serta pendekatan keperawatan lebih lanjut dilakukan dengan tepat dan akurat.
3) Tindakan keperawatan yang baru di tetapkan dengan cepat dan tepat.
2.3.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi dokumentasi.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi dokumentasi
2.3.7.1 Faktor sosial
Meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan sehingga tuntutan akan mutu pelayanan keperawatan meningkat.
2.3.7.2 Praktek profesional
1) Pengetahuan dokumentasi keperawatan mengambarkan asuhan individu dalam memcahkan masalah keperawatan.
2) Ketrampilan kemampuan dokumentasi yang lengkap dan benar sesuai standar, menggambarkan profesionalisasi perawat.
3) Pengalaman kerja dapat mencerminkan kemampuan perawat dalam memecahkan masalah dan keterampilan melakukan tindakan kurangnya tenaga perawat, tidak adanya standar dukumentasi menyebabkan waktu untuk memberikan asuhan lebih lama.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1.Kerangka Konseptua
Perawat adalah seseorang yang telah lulus minimal sekolah perawat atau akademi keperawatan. Tugas perawat adalah memberikan pelayanan sesuai dengan profesionalisme keperawatan. Segala pelayanan yang diberikan oleh perawat harus didokumentasikan, guna dokumentasi adalah untuk pencatatan dan pelaporan informasi tentang status kesehatan klien, serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat.
Sistem dokumentasi dapat berjalan dengan baik didukung oleh pendidikan, masa kerja dan umur. Dalam setiap tugas perawat melakukan pendekatan proses keperawatan mulai pengkajian sampai evaluasi seluruhnya harus didokumentasikan.
3.2 Hipotesa
Adapun hipotesa penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan dokumentasi keperawatan.
link download disini
Home » proposal kesehatan
» proposal kesehatan "hubungan tingkat pengetahuan perawat dan sikap perawat dengan pelaksanaan dokumentasi keperawatan di RSU bau bau "
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "proposal kesehatan "hubungan tingkat pengetahuan perawat dan sikap perawat dengan pelaksanaan dokumentasi keperawatan di RSU bau bau ""
Post a Comment
* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya