BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asuhan keperawatan bertujuan memandirikan dan mensejahterakan klien, diberikan sesuai dengan karakteristik ruang lingkup keperawatan, dikelola secara professional dalam konteks kebutuhan asuhan keperawatan. (Hamid, A. Y, 1998).
Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan klien dan tenaga kesehatan lainnya, untuk mengenal kebutuhan klien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan perlu adanya komunikasi terapeutik. Dalam memberikan asuhan keperawatan komunikasi terapeutik memegang peranan penting untuk membantu klien dalam menyelesaikan masalah. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian yang baik kepada klien dan membantu klien skizofrenia dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi.
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala (W. F. Maramis, 1998). Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Instalasi Rawat Inap Jiwa pada tahun 2001 dilaporkan bahwa skizofrenia merupakan kasus yang paling banyak dijumpai yaitu 273 klien. Dengan rincian skizofrenia hebefrenik 201 klien, skizofrenia paranoid 41 klien, skizofrenia katatonik 21 klien dan skizofrenia tak terinci 10 klien.
Dengan banyaknya klien skizofrenia yang didapatkan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Instalasi Rawat Inap Jiwa maka perawat diharapkan mempunyai kemampuan komunikasi terapeutik untuk membawa klien ke arah kehidupan yang lebih baik dan berguna bagi klien untuk kembali ke masyarakat.
Dalam komunikasi terapeutik diperlukan adanya hubungan kerjasama yang baik antara perawat dan klien yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Stuart and Sundeen, 1987). Dalam pelaksanaannya proses hubungan antara perawat dan klien dapat dibagi dalam empat fase yaitu fase prainteraksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja dan fase terminasi (Keliat, B.A. 1992).
Sebenarnya di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya perawat telah melakukan komunikasi terapeutik pada saat pengkajian. Permasalahan yang dihadapi perawat Instalasi Rawat Inap Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya dalam hal komunikasi terapeutik adalah kurangnya pengetahuan, sikap dan perilaku dalam hubungan dengan klien skizofrenia.
Dari kajian tersebut di atas diketahui bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan perawat dan klien yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku. Tetapi apakah faktor-faktor tersebut bisa dikatakan sangat dominan sehingga dirasa perlu melakukan identifikasi langsung di lapangan untuk membuktikan kebenarannya.
Atas dasar fenomena di atas maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan pernyataan dan pertanyaan masalah penelitian sebagai berikut :
1.2.1 Pernyataan Masalah.
Dalam komunikasi terapeutik terdapat beberapa faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, sikap dan keyakinan atau nilai. Dari beberapa faktor tersebut di atas peneliti membatasi masalah yang diteliti pada pengetahuan, sikap dan perilaku.
1.2.2 Pertanyaan Masalah .
1) Adakah hubungan pengetahuan perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia.
2) Adakah hubungan sikap perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia.
1.3 Tujuan Penelitian.
1.3.1 Tujuan umum.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari bagaimana pengetahuan dan sikap perawat Instalasi Rawat Inap Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya terhadap komunikasi terapeutik pada klien dengan skizofrenia.
1.3.2 Tujuan khusus.
1. Mengetahui hubungan pengetahuan perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien dengan skizofrenia.
2. Mengetahui hubungan sikap perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien dengan skizofrenia.
1.4 Manfaat Penelitian.
1.4.1 Dapat digunakan sebagai pertimbangan tenaga professional dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan dalam upaya membantu klien skizofrenia.
1.4.2 Memberikan masukan kepada sejawat perawat dalam memberikan asuhan keperawatan perlu pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik dalam komunikasi terapeutik sehingga perawat dapat membantu klien skizofrenia dalam menghadapi permasalahan.
1.4.3 Dapat memberikan gambaran bagi peneliti berikutnya.
1.5 Relevansi
Perawat termasuk kelompok jumlah yang paling banyak atau paling besar dari jumlah tenaga kesehatan yang ada dan tidak dipungkiri bahwa perawat adalah yang paling sering kontak atau berhubungan dengan klien. Oleh karena itu perawat seharusnya mempunyai pengetahuan dan sikap serta perilaku tentang komunikasi terapeutik yang lebih baik untuk menangani klien skizofreia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab ini akan disajikan tentang tinjauan teori yang meliputi (1) konsep perilaku, (2) konsep komunikasi terapeutik, (3) konsep skizofreia, (4) kerangka konsep, (5) hipotesa.
2.1 Konsep Perilaku.
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri, oleh karena itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas. Perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Notoatmojo, 1993).
Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan, maka Katz berasumsi bahwa :
1. Perilaku mempunyai instrumental artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat berperilaku positif terhadap obyek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila obyek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka seseorang akan berperilaku negatif.
2. Perilaku berfungsi sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar.
3. Perilaku berfungsi sebagai penerima obyek dan pemberi arti. Dalam perannya dengan tindakan seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan menurut kebutuhan.
4. Perilaku berfungsi sebagai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab sesuatu situasi. Oleh sebab itu di dalam kehidupan manusia perilaku itu tampak terus menerus dan relatif berubah (Notoatmojo, 1993).
Perilaku dibagi dalam tiga domain menurut Benyamin Bloom yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (praktek).
2.1.1 Pengetahuan.
Menurut Depdikbud (1997), pengetahuan adalah hasil tahu dan hal ini terjadi setelah manusia mengadakan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap dan perilaku seseorang. Penerimaan sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (Notoatmojo, 1993). Pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu :
1. Tahu, diartikan sebagai mengingat kembali dan ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah dengan cara menyebutkan, mendefinisikan dan menyatukan.
2. Memahami, yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan.
3. Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponennya.
5. Sintesis, yaitu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap obyek.
2.1.2 Sikap.
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Notoatmojo, 1993).
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
1. Menerima, yaitu bahwa orang atau obyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
2. Merespon yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai, yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggungjawab yaitu bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
2.1.3 Praktek.
Praktek atau tindakan merupakan wujud nyata dari sikap. Untuk terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau fasilitas. Praktek dapat dibagi menjadi 4 tingkatan (Notoatmojo, 1993) yaitu :
1. Persepsi.
Mengenal dan memiliki berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin.
Dapat melakukan sesuai dengan muatan yang benar.
3. Mekanisme.
Apabila seseorang sudah dapat melakukan sesuatu dengan benar, otomatis sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi.
Adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
2.2 Konsep Komunikasi Terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan (Purwanto, H. 1994).
Menurut Stuart dan Sundeen juga Lindberg (dikutip dari Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.
2. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
3. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, H. 1994) adalah :
1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut (Hamid, 1998) :
1. Kesadaran diri.
2. Klarifikasi nilai.
3. Eksplorasi perasaan.
4. Kemampuan untuk menjadi model peran.
5. Motivasi altruistik.
6. Rasa tanggung jawab dan etik.
2.2.1 Komponen Komunikasi Terapeutik
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut (Hamid, 1998) :
1. Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.
2. Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
3. Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
4. Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
5. Konteks : tatanan di mana komunikasi terjadi.
Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.
2.2.2 Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.
Stuart dan Sundeen (dikutip oleh Keliat, 1992) membagi dalam 4 fase pada proses hubungan perawat-klien yaitu fase pra interaksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja, dan terminasi. Setiap fase ditandai dengan serangkaian tugas yang perlu diselesaikan.
1. Fase pra interaksi.
Pra interaksi mulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasikan perasaan, fantasi dan ketakutannya. Sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan. Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menentukan kontak pertama.
2. Fase perkenalan atau orientasi.
Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat klien. Dalam memulai hubungan, tugas utama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Elemen-elemen kontrak perlu diuraikan dengan jelas pada klien sehingga kerja sama perawat-klien dapat optimal.
Tugas perawat dalam hal ini adalah mengeksplorasi pikirana, perasaan, perbuatan klien, dan mengidentifikasi masalah, serta merumuskan tujuan bersama klien.
3. Fase kerja.
Pada fase kerja, perawat dan klien mengeksplorasikan stresor yang tepat dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan klien, perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian, dan tanggung jawab diri sendiri dan mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif merupakan fokus fase ini.
4. Fase terminasi.
Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Keduanya, perawat dan klien akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasannya fase terminasi perawat akan menghadapi realitas perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih, penolakan perlu dieksplorasikan dan diekspresikan.
2.2.3 Sikap Komunikasi Terapeutik.
Egan (dikutip oleh Keliat, 1992) mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik, yaitu :
1. Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5. Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998)mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1. Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3. Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4. Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5. Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.
2.2.4 Teknik Komunikasi Terapeutik.
Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen, 1998) yaitu :
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.
Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut :
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2. Menunjukkan penerimaan.
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
4. Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
5. Mengklasifikasi.
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
6. Memfokuskan.
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.
7. Menyatakan hasil observasi.
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.
8. Menawarkan informasi.
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.
9. Diam.
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
10. Meringkas.
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
11. Memberi penghargaan.
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
12. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
13. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.
14. Menempatkan kejadian secara berurutan.
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
15. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien.
16. Refleksi.
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
2.2.5 Hambatan Komunikasi Terapeutik.
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.
1. Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2. Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
3. Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
2.2.6 Mengatasi Hambatan Komunikasi Terapeutik.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik.
2.3 Konsep Skizofrenia
Sebelum Kraepelin (1856-1926) tidak ada kesatuan pendapat mengenai berbagai gangguan jiwa yang sekarang dinamakan skizofrenia. Menurut Kraepelin pada penyakit skizofrenia terjadi kemunduran intelegensi sebelum waktunya oleh sebab itu dinamakan demensia precox.
2.3.1 Etiologi.
Banyak para ahli berpendapat bahwa skizofrenia disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu teori menganggap skizofrenia sebagai suatu syndroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti Lues otak, arteriosclerosis otak, dan penyakit lain yang belum diketahui.
Menurut W. F. Maramis (1998), bahwa hingga sekarang belum mengetahui dasar sebab musabab skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat yang menjadikan manifes atau faktor pencetus seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan skizofrenia walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.
2.3.2 Gejala-gejala.
Gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu :
1. Gejala primer.
• Gangguan proses berpikir.
• Gangguan emosi.
• Gangguan kemauan
• Autisme.
2. Gejala sekunder.
• Waham
• Halusinasi.
• Gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang lain.
2.3.3 Pembagian skizofrenia.
Menurut Kraepelin skizzofrenia dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :
1. Skizofrenia simpleks
2. Skizofrenia hibefrenik atau hebefrenia
3. Skizofrenia katatonik atau katatonia, antara lain stupor katatonik dan gaduh gelisah katatonik.
4. Skizofrenia paranoid
5. Episode skizofrenia akut
6. Skizofrenia residual
7. Skizofrenia skizo-afektif.
2.3.4 Diagnosa
Kurt Schneider (1939) menyusun 11 gejala ranking pertama dan berpendapat bahwa diagnosa skizofrenia sudah dapat dibuat bila terdapat satu gejala dari kelompok A dan satu gejala dari kelompok B, dengan syarat bahwa kesadaran klien tidak menurun. Gejala-gejala ranking pertama menurut Schneider ialah :
a. Halusinasi pendengaran.
1. Pikirannya dapat didengar sendiri.
2. Suara-suara yang sedang bertengkar.
3. Suara-suara yang mengomentari perilaku klien.
b. Gangguan batas ego.
1. Tubuh dan gerakan-gerakan klien dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar.
2. Pikirannya diambil atau disedot keluar.
3. Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara umum.
4. Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara umum.
5. Perasaannya dibuat oleh orang lain.
6. Kemauan atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain.
7. Dorongan dikuasai oleh orang lain.
8. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham.
2.3.5 Prognosa
Dahulu bila diagnosa skizofrenia dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak ada harapan bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu akan menuju kemunduran mental. Dan bila seorang skizofrenia kemudian menjadi sembuh maka diagnosanya harus diragukan.
Sekarang dengan pengobatan modern ternyata bahwa bila klien itu datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari klien akan sembuh sama sekali. Sepertiga lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun didapati cacat sedikit dan klien masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya. Yang sisa, biasanya mempunyai prognosa jelek. Klien tidak dapat berfungsi di dalam masyarakat dan menuju ke kemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni tetap di rumah sakit jiwa (W.F. Maramis, 1998).
Untuk menetapkan prognosa skizofrenia harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini :
1. Kepribadian prepsikotik : bila skizoid dan hubungan antar manusia memang kurang memuaskan, maka prognosa lebih jelek.
2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosa lebih baik daripada bila penyakit mulai secara pelan-pelan.
3. Jenis. Prognosa jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering klien dengan katatonia sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikotik. Kemudian menyusul jenis paranoid. Banyak dari klien ini dapat dikembalikan ke masyarakat. Hebefrenia dan simplek prognosa sama jelek. Jenis skizofrenia ini menuju ke arah kemunduran mental.
4. Umur. Makin muda umur permulaannya, makin jelek prognosanya.
5. Pengobatan. Makin lekas diberi pengobatan makin baik prognosanya.
6. Dikatakan bahwa bila terdapat faktor pencetus seperti penyakit badaniah atau stres psikologik, maka prognosa lebih baik.
7. Faktor keturunan. Prognosa menjadi lebih berat bila didalam keluarga terdapat seorang atau lebih yang juga menderita skizofrenia.
2.3.6 Pengobatan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa klien menuju ke kemunduran mental. Pengobatan yang sering dilakukan di rumah sakit biasanya meliputi farmakoterapi, terapi elektro-konvulsi, terapi koma insulin, dan psikoterapi serta rehabilitasi.
2.4 Kerangka Konsep.
Perilaku seseorang akan ditentukan dari tiga faktor (Notoatmodjo, 1993) yaitu:
1. Faktor predisposisi (Predisposing factors) yang meliputi :
• Pengetahuan
• Sikap
• Kepercayaan
• Keyakinan
• Nilai-nilai
2. Faktor pendukung (Enabling factors) yang meliputi :
• Pendidikan
• Training
• Lama kerja
• Fasilitas/sarana
• Lingkungan sosial
3. Faktor pendorong (Reinforcing factors) yang meliputi :
• Sikap dan perilaku tokoh masyarakat.
Keterangan : : diteliti
: tidak diteliti
2.5 Hipotesa.
1. Tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia (Ho).
2. Tidak ada hubungan antara sikap perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia (Ho).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara memecahkan masalah berdasarkan metode keilmuan (Nursalam dan Pariani, 2000). Pada bab ini akan diuraikan mengenai (1) desain penelitian, (2) kerangka kerja, (3) identifikasi variable, (4) defenisi operasional (5) desain sampling, (6) besar sample, (7) pengumpulan data dan analisa data (8) etika penelitian, (9) keterbatasan.
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian, maka desain penelitian yang digunakan adalah “cross sectional” artinya subyek diobservasi hanya satu kali dan pengukuran variabel independen dan dependen dilakukan pada saat pengkajian data (Sastro Asmoro dan Ismael, 1995).
3.2 Kerangka Kerja
3.3 Identifikasi Variabel
3.3.1 Variabel Independen.
- Pengetahuan
- Sikap
3.3.2 Variabel Dependen.
- Perilaku perawat Instalasi Rawat Inap Jiwa dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia.
3.4 Definisi Operasional.
Variabel Definisi operasional Parameter Alat ukur Skala Skor
Independen
Pengetahuan
Sikap
Segala sesuatu yang diketahui perawat berkenaan dengan komunikasi terapeutik.
elakukan sesuatu yang dilakukan
Penilaian pribadi perawat terhadap pesepsi, perasaan dan kesiapan untuk bertindak yang berkaitan dengan komunikasi terapeutik.
- Pengertian komunikasi terapeutik
- Komponen komunikasi terapeutik
- Fase komunikasi terapeutik
- Sikap komunikasi terapeutik
- Teknik komunikasi terapeutik
- Hambatan komunikasi terapeutik
- Mengatasi hambatan komunikasi terapeutik
Sikap komunikasi terapeutik
Kuesioner
Nominal
Ordinal
Betul : 1
Salah : 0
SS = 3
S = 2
TS = 1
STS = 0
Dari skala ordinal dirubah dalam skala nominal pada analisa data
Dependen
Perilaku
Suatu aktivitas perawat untuk menghindari hambatan dalam komunikasi terapeutik
Mengatasi hambatan dalam komunikasi terapeutik.
Observasi
Nominal
Betul = 1
Salah = 0
Dikatakan skor baik bila responden mampu menjawab pertanyaan dalam kuesioner dengan benar > 68% dari jumlah pertanyaan. Dikatakan tidak baik bila responden menjawab pertanyaan kuesioner benar < 68 % dari jumlah pertanyaan.
3.5 Desain Sampling
3.5.1 Populasi.
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau obyek yang akan diteliti. (Notoatmojo, 1993). Populasi dalam penelitian ini adalah sebagaian perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3.5.2 Sampel.
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili keseluruhan populasi (Notoatmojo, 1993). Untuk menentukan layak tidaknya sampel yang mewakili populasi untuk diteliti, ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi :
- Perawat pelaksana yang bekerja di Instalsi Rawat Inap Jiwa RSUD Dr. Soetomo
- Sehat
- Bersedia diteliti
2. Kriteria eklusi :
- Perawat pelaksana yang tidak melaksanakan tindakan keperawatan secara langsung.
- Dalam keadaan sakit
3.5.3 Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Notoatmojo, 1993). Dalam penelitian ini menggunakan “total sampling“ yaitu responden yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan sampel.
3.6 Besar Sampel
Untuk menentukan besar sampel minimal yang dipandang sesuai diambil dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (Azwar, A, 1987).
Keterangan : n = perkiraan jumlah sample
N = perkiraan besar populasi
z = nilai standard normal untuk α = 0,05 (1,96)
p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50 %
q = 1 – p (100 % - p)
d = tingkat kesalahan dipilih (d = 0,05)
3.7 Pengumpulan dan Analisa Data
3.7.1 Pengumpulan data.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner sebagai pedoman wawancara yang berstruktur dan angket sehingga mempermudah responden memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 1993). Responden dalam hal ini adalah perawat yang dinas di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang memenuhi kriteria inklusi.
3.7.2 Analisa data.
Setelah data dikumpulkan, dilakukan tabulasi dalam bentuk tabel sesua I dengan variable yang diukur. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia digunakan uji Chi–Square dengan tingkat kemaknaan ρ ≤ 0,05 yang artinya untuk mengetahui hubungan di antara 2 variabel yang diukur. Analisa pada tahap pertama dihasilkan tabel-tabel frekuensi dan diagram untuk memberikan gambaran secara umum tentang semua variable yang diteliti. Analisa tahap kedua dilakukan dengan menampilkan tabel-tabel silang untuk mengetahui adanya hubungan antar variabel yaitu variabel pengetahuan dan sikap perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia.
Selanjutnya dari semua hasil analisa tersebut dilakukan pembahasan secara deskriptif dan analitik sehingga memperoleh suatu gambaran dan pengertian umum dan lengkap tentang hasil penelitian.
3.8 Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan surat permohonan kepada panitia etik RSUD Dr. Soetomo Surabaya untuk mendapatkan persetujuan, kemudian kuesioner dikirim kepada responden dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :
3.8.1 Lembar Persetujuan menjadi responden
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Tujuannya adalah agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama pengumpulan data. Jika responden bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan penelitian. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak–haknya.
3.8.2 Anonimity (tanpa nama).
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data atau kuesioner yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi kode tertentu oleh peneliti.
3.8.3 Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diperoleh dari responden dijamin oleh peneliti. Data hanya disajikan pada kelompok tertentu yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.9 Keterbatasan
3.9.1 Pengumpulan data yang menggunakan kuesioner dipengaruhi oleh sikap dan harapan-harapan pribadi yang bersifat subyektif, sehingga hasilnya kurang memiliki secara kualitatif.
3.9.2 Terbatasnya dana, sarana dan waktu, sehingga hasil yang diharapkan dari penelitian ini kurang sempurna dan kurang memuaskan.
3.9.3 Terbatasnya kemampuan peneliti untuk menyebarkan permasalahan sehingga kedalaman isi penelitian ini kurang sempurna.
3.9.4 Sampel yang digunakan terbatas pada perawat yang berada di Instalsi Rawat Inap Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya saja sehingga hasilnya kurang representatif.
3.9.5 Instrumen tes dalam penelitian ini belum diketahui nilai realibilitasnya sehingga hasil penelitian kurang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Anton, M. Moeliono, dkk. (1996), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta.
Azwar, A (1987), Metodologi Penelitian Kedokteran dan KesehatanMasyarakat, ed. I Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Basar Atmaja, S. (1985), Metodologi Penelitian, Institut Keguruan dan Pendidikan, Bandung.
Caplan, G, (1985), Principles of Preventif Psychiatry, Basic book, New York.
Candra, B, (1995), Pengantar Statistik Kesehatan, EGC, Jakarta.
Depdikbud, (1997), Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan dan Perilaku Budaya Tradisional Pada Generasi Muda Di Kota Surabaya, Jakarta.
Depkes RI, (1994), Metodologi Penelitian Kesehatan : Penuntun Latihan Metode Penelitian, Gramedia, Jakarta.
Depkes RI, (1983), Pedoman Perawatan Psikiatri, Jakarta.
Depkes RI, (1983), Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit di Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, (1983), Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa di Indonesia, Jakarta.
Djarwanto, (1990). Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penulisan Skripsi. Penerbit, Yogyakarta.
Eko Susilo, Madya dan Triyanto, B (1995). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Dahara Prize, Semarang.
Ellis, B. Roger (2000). Komunikasi Interperonal dalam Keperawatan Teori dan Praktek, EGC, Jakarta.
Hamid, A. Y. (1996). Komunikasi Terapeutik, Jakarta (tidak dipublikasikan).
Hamid, A. Y. (1996). Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta
Keliat, B.A. (1992), Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, EGC, Jakarta.
Keliat, B.A. (1992), Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien gangguan Jiwa, EGC, Jakarta.
Maramis, (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press, Surabaya.
Maslim Rusdi (1996). Diagnosa Gangguan Jiwa ; Rujuan Ringkas dari PPDGJ III.
Notoatmodjo, S. (1993), Metode Penelitian Kesehatan, Rinika Cipta, Jakarta.
Nursalam & Pariani, S. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. CV Sagung Seto, Jakarta.
Purwanto, H. (1994). Komunikasi untuk Perawat. EGC, Jakarta.
Poerdarminto, (1989), Kamus Bahasa Indonesia, ,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka, Jakarta.
Sastroasmoro, S dan Ismail, S. (1995). Dasar-dasar Metodologi Penelitian klinik, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Stuart and Sundeen, (1998), Principle and Practice of Psychiatric Nursing, Mosby Year Book, Inc. Toronto.
Towsend, M, C. (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri : Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. EGC, Jakarta.
W. M. Roan, (1979), Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas Airlangga, Surabaya.
PERMINTAAN MENJADI RESPONDENT PENELITIAN
Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Terhadap Perilaku Perawat
Dalam Komunikasi Terapeutik Pada Klien Dengan Skizofrenia
Di IRNA Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Oleh :
Tri Admadi
Kami adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir program profesi pendidikan ilmu keperawatan Fk Unair Surabaya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Partisipasi saudara/I dalam penelelitian ini kurang bermanfaat bagi diri saudara, tetapi akan membawa dampak yang positif dan berarti dalam upaya meningkatkan peran serta perawat dalam komunkasi terapeutik.
Kami mengharapkan tanggapan atas jawaban yang saudara berikan sesuai dengan pendapat saudara sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Kami menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas saudara. Informasi yang saudara berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lain. Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat bebas artinya saudara bebas untuk ikut atau tidak tanpa adanya sangsi apapun.
Jika saudara bersedia dalam penelitian ini silahkan saudara menandatangani kolom dibawah ini.
Surabaya, ……. …..,2002
Hormat saya Peneliti
(Tri Admadi)
NIM : 019930077 B
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN
“HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI IRNA JIWA
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA”
O l e h :
TRI ADMADI
Setelah saya membaca latar belakang dan tujuan dari penelitian ini, maka saya dengan sadar menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Tanda tangan saya di bawah ini, sebagai bukti kesediaan saya menjadi responden penelitian.
Tanda tangan :
Tanggal :
No. responden :
Lampiran 2.
KUESIONER
“Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Terhadap Perilaku Perawat
Dalam Komunikasi Terapeutik Pada Klien Dengan Skizofrenia
Di IRNA Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya”
Tanggal penelitian : …………………..
Kode Responden : …………………..
Pewawancara : …………………..
Petunjuk :
Bacalah tiap pokok dengan cermat dan berilah tanda √ pada kotak jawaban yang Anda pilih.
A. Karakteristik Responden.
1. Nomor responden Kode
2. Pendidikan
SPK
DIII
DIVI
3. Lama kerja
1 – 5 tahun
6 – 10 tahun
> 10 tahun
4. Umur
20 – 30 tahun
31 – 40 tahun
> 41 tahun
5. Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
LEMBAR KUESIONER
Petunjuk :
Beri tanda √ pada kotak jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara Pilih
a) Pengetahuan
A B C
1. Menurut Saudara apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik ?
A. Komunikasi profesional yang mendorong proses penyembuhan klien
B. Komunikasi profesional yang mementingkan kebutuhan perawat
C. Komunikasi profesional yang mementingkan kebutuhan klien
2. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian …….
A. Antara perawat dengan klien
B. Antara perawat dengan perawat
C. Antara perawat dengan tim kesehatan lain
3. Menurut Saudara komponen fungsional komunikasi terapeutik adalah :
A. Pengirim – pesan – penerima – umpan balik – kontak
B. Pengirim – penerima – umpan balik
C. Pengirim – saluran – penerima
4. Yang dimaksud dengan pengirim dalam komponen komunikasi terapeutik menurut Saudara adalah :
A. Yang menjadi pokok pembicaraan
B. Yang menjadi asal dari pesan
C. Yang menjadi asal dari permasalahan
5. Dalam komunikasi terapeutik terdapat beberapa fase yang berurutan dalam hubungan perawat dengan klien. Menurut Saudara adalah :
A. Fase pra interaksi, fase perkenalan, fase kerja, fase terminasi
B. Fase pra interaksi, fase kerja, fase terminasi
C. Fase perkenalan, fase kerja, fase terminasi
6. Salah satu sikap perawat dalam komunikasi terapeutik yang baik menurut Saudara adalah :
A. Mempertahankan pendapat
B. Membelakangi
C. Berhadapan
7. Salah satu tujuan komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia menurut Saudara adalah :
A. Mengurangi gejala-gejala yang timbul
B. Mempengaruhi klien supaya berubah
C. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
8. Yang perlu diperhatikan dalam menghadapi komunikasi terapeutik yang diarahkan pada perubahan klien skizofrenia menurut Saudara adalah :
A. Tingkat sosial ekonomi klien
B. Tingkat adaptasi klien
C. Tingkat perkembangan klien
9. Sikap saudara dalam menghadapi klien skizofrenia dengan pendekatan komunikasi terapeutik salah satunya adalah :
A. Bersikap masa bodoh
B. Bersikap empati
C. Bersikap biasa-biasa saja
10. Empati dalam komunikasi terapeutik yang ditujukan kepada klien skizofrenia menurut Saudara berbentuk :
A. Peka terhadap kebutuhan klien
B. Peka terhadap perasaan klien
C. Peka terhadap masalah klien
11. Saudara sebagai perawat yang menggunakan komunikasi terapeutik apabila saudara menemukan klien skizofrenia mengeluh dengan keadaannya maka tindakan saudara adalah :
A. Tidak usah mendengarkan
B. Mendengarkan kemudian diberi obat
C. Mendengarkan dengan penuh perhatian
12. Saudara sebagai perawat sering menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan penyakit klien. Tujuan saudara bertanya adalah :
A. Untuk mendapatkan umpan balik klien
B. Untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien
C. Untuk mendapatkan perhatian klien
13. Dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui :
A. Kontak mata yang terus menerus
B. Minta maaf atas hal yang tidak disukai klien
C. Menanyakan pengalaman masa lalu
14. Menurut Saudara sebagai perawat hambatan yang paling sering untuk melakukan hubungan komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia adalah :
A. Memulai pendekatan
B. Ketidaksediaan klien
C. Reaksi bermusuhan yang dilakukan oleh klien
15. Untuk mengatasi hambatan dalam komunikasi terapeutik terhadap klien skizofrenia maka tindakan saudara adalah :
A. Mengenali keluarga klien
B. Mengenali sosial ekonomi klien
C. Mengenali perilaku klien
Lembar Kuesioner
Petunjuk :
Beri tanda √ pada salah satu jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara anggap paling sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudaraa :
SS : sangat setuju S : setuju
S : setuju STS : sangat tidak setuju
b) Sikap
SS S TS STS
1. Prinsip saya sebagai perawat hadir secara utuh baik fisik maupun psikologis pada waktu berkomunikasi terapeutik dengan klien skizofrenia ?
2. Perawaat tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi
3. Saya selalu berhadapan dengan klien waktu berkomunikasi terapeutik artinya saya siap untuk klien
4. Saya tidak selalu mendengarkan apa yang disampaikan klien skizofrenia
5. Dalam merawat klien skizofrenia saya tidak perlu menggunakan kata-kata yang halus.
6. Saya akan menerapkan komunikasi terapeutik pada semua klien
7. Saya akan mengucapkan salam pembuka pada waktu pertama berhubungan klien skizofrenia
8. Saya akan mempertahankan kontak mata pada waktu berkomunikasi terapeutik yang berarti saya menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi
9. Teman saya sering menggunakan kata-kata kasar pada saat berkomunikasi terapeutik pada klien skizofrenia
10. Saya akan tetap rileks dalam menghadapi klien skizofrenia yang artinya saya tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.
Pedoman Observasi
D. Perilaku
Nomor kode responden : …………
Tanggal observasi : …………
No Kriteria Observasi Skor Nilai
Ya Tidak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Melakukan doa bersama sebelum merawat pasien
Mengucapkan salam terapeutik : selamat pagi, selamat siang, selamat malam dan sebagainya
Memperkenalkan diri pada klien yang dirawatnya
Membungkukan kepala dan badan ke arah klien yang dirawatnya
Menghargai klien apa adanya : tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek atau tidak menghina
Menunjukkan perhatian, minat, kehangatan melalui ekspresi wajah misalnya selalu menunjukkan wajah tersenyum waktu merawat klien
Menunjukkan keikhlasan dengan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam berhubungan dengan klien
Menggunakan bahasa, nada suara yang bisa menyejukan hati klien, contoh : bahasa yang halus, nada suara yang enak didengar
Membantu memecahkan masalah bersama klien sesuai kemampuan yang ada
Mengakhiri pertemuan dengan salam, contoh : wassalam mualaikum dan sebagainya. 1
download disini
Home » proposal kesehatan
» Proposal kesehatan "Hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Proposal kesehatan "Hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap perilaku perawat dalam komunikasi terapeutik pada klien skizofrenia""
Post a Comment
* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya