pengaruh penyuluhan terhadap respons psikososial keluarga klien yang dirawat di ruang ICU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruang perawatan intensif (ICU) merupakan suatu ruangan khusus yang memberikan pengobatan dan perawatan secara intensif pada klien sakit yang memerlukan pelayanan bantuan hidup (Gleason D dan Ralph D, 1992). Keluarga yang anggota keluarganya dirawat di ICU bisa merupakan sumber stressor: biologic, psikologik, sosial, spritual (Carpenito,2000) Salah satu dampak sosial bagi anggota keluarga klien adalah timbulnya berbagai respons psikososial bagi anggota keluarga klien (Morray, 1987). Hal ini terjadi karena adanya isolasi sosial antara klien sakit dengan lingkungan sosial keluarganya .Isolasi yang terjadi berupa: keluarga tidak terlibat dalam perawatan klien, keluarga bisa melihat klien hanya pada waktu besuk, dan pemberian informasi (penyuluhan) dari perawat tidak adekuat. Menurut penelitian dari Titin S, (1999) menunjukkan bahwa respons psikososial keluarga berupa kecemasan yaitu : kecemasan ringan 25%, kecemasan sedang 35%,dan kecemasan berat 40%. Namun sejauh ini pengaruh penyuluhan terhadap respons psikososial keluarga belum terungkap
Keluarga sebagai anggota yang sehat dan klien sebagai anggota yang sakit sama-sama membutuhkan pemenuhan kebutuhan psikososial oleh karena itu team kesehatan berkewajiban untuk memberikan dan memenuhinya. Klien sakit perlu dukungan psikososial penuh dari keluarga yang sehat, respons psikososial keluarga yang negative menyebabkan keluarga tidak bisa mensupport klien hal ini akan berdampak pada kesembuhan klie menjadi lebih lama, hari perawatan memanjang, biaya perawatan meningkat. Dalam kondisi psikologis tidak stabil sulit bagi keluarga untuk dapat mengambil keputusan yang terbaik dan bijaksana bagi segala tindakan yang akan dilakukan pada klien sakit (Thomas, 1991).
Klien yang dirawat di ICU Pada umumnya mengalami sakit kritis biasanya hal ini akan menimbulkan bebagai respons psikososial dari anggota keluarganya. Respons ini dapat berupa respons positif maupun respons negative. Respons psikososial diharapkan menjadi positif apabila keluarga klien diberikan penyuluhan. Dan dengan diberikannya penyuluhan diharapkan terjadi proses belajar yaitu peningkatan kognisi dan emosi. Dari peningkatan kognisi dan emosi diharapkan persepsi keluarga meningkat kemudian keluarga mau mempelajari sehingga keluarga dapat mengambil suatu keputusan dan akhirnya mau bertindak. Hal ini akan menimbulkan koping keluarga yang positif dan akhirnya berdampak pada respons psikososial keluarga yang positif pula pula.
Melihat keadaan diatas, perawat sebagai lini terdepan dari pelayanan kesehatan diharapkan untuk terus memgembangkan profesionalisme, agar dapat menimalkan respons psikososial negative keluarga. Salah satu upaya untuk meminimalka respons psikososial negatif tersebut adalah pemeberian penyuluhan kepada keluarga. Penyulahan kesehatan merupakan bagian integral dari setiap program kesehatan guna membina kesadaran keluarga untuk berperan serta dalam setiap tindakan yang dilakukan. Dalam penyuluhan akan diberikan: komunikasi, informasi, edukasi dan support. Dan untuk memgoptimalkan peran keluarga, keluarga diijinkan masuk ke ruang ICU, untuk mengunjungi keluarganya yang dirawat pada waktu jam kunjung dan pada waktu klien dalam kondisi tetentu. Dari urian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang nantinya diharapkan bisa memberikan pemenuhan kebutuhan psikososial keluarga sehingga keluarga menjadi lebih tenang dan juga mengetahuai seberapa jauh “pengaruh penyuluhan terhadap respons psikososial keluarga klien yang dirawat di ruang ICU”, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada petugas kesehatan didalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana respons psikososial keluarga klien yang dirawat di ruang ICU?
2. Apakah ada pengaruh penyuluhan terhadap respons psikososial keluarga klien yang dirawat di ruang ICU?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengaruh penyuluhan terhadap respons psikososial keluarga klien yang dirawat di ruang ICU.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengindentifikasi respons psikososial keluarga klien yang dirawat di ruang ICU.
2. Mengidentifikasi pengaruh penyuluhan terhadap respons psikososial keluarga klien yang dirawat di ruang ICU.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Penilitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi profesi keperawatan untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam melaksanankan penyuluhan kepada keluarga klien ICU dan sebagai bahan kajian/ penelitian lebih lanjut.
1.4.2 Praktis
1. Memberikan masukan kepada perawat supaya lebih intensive memberi penyuluhan
kepada keluarga klien ICU.
2. Bertambahnya pemahaman perawat pentingnya penyuluhan terhadap respons
psikososial keluarga klien ICU.
3. Memberi masukan kepada Rumah Sakit dalam menyusun Protap Penyuluhan
kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Bab ini akan disajikan tentang konsep penyuluhan, konsep respons psikososial, konsep stress adaptasi, konsep keluarga, pengertian ICU, klien yang dirawat di ICU.
2.1 Konsep Dasar Penyuluhan
2.1.1 Pengertian
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu ,keluarga, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat,tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang biasa dilakukan secara perorangan maupun kelompok dan meminta pertolongan bila perlu (Depkeas RI,1995).
Pendidikan kesehatan adalah sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu individu, atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan untuk mencapai kesehatan yang optimal (Soekijo Notoatmojo, 1993).
Pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat (Suliha,dkk,2002:3).
Dalam keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik (Suliha,dkk,2002:3).
Kurt Lewin (1951) yang dikutif oleh Nursalam (2002) mengungkapkan bahwa proses perubahan perilaku melalui tiga tahap yaitu (1) pencairan (unfresing) yaitu adanya motivasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan semula dan berubahnya keseimbangan yang ada,(2) Bergerak (moving) yaitu bergerak menuju keadaan yang baru, (3) pembekuan (refreezing) yaitu mencapai tingkat atau tahap baru atau mencapai keseimbangan baru. Sedangkan Roger (1962) yang dikutif oleh Nursalam (2002) mengembangkan teori Lewin dengan menekankan pada latar belakang individu yang terlihat dalam perubahan dan lingkungan dimana perubahan tersebut dilaksanakan. Yang terdiri dari dua tahap perubahan yaitu kesadaran, keinginan, evaluasi, mencoba dan penerimaan. Dan perubahan menurut Tri Rusmi W, (1999) adalah perubahan perilaku melalui proses belajar yang merupakan kunci dalam pembentukan tingkah laku manusia, belajar memegang peranan penting dalam aspek hampir disemua kehidupan, perubahan tingkah laku hasil pengalaman dan latihan serta bersifat relative permanent.
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu , kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidik. Dari batasan ini tersirat unsure-unsur pendidikan yaitu : a) input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat), b) proses ( upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain), c) output ( melakukan apa yang diharapkan atau perilaku) sedangkan pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam bidang kesehatan. Aplikasi atau penerapan pendidikan kesehatan yang dimaksud adalah suaut bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ( Notoatmojo, 2003).
Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka sebelum di intervebsi perlu dilakukan analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Menurut Lawrence Green (1980). Yang dikutip oleh Notoatmojo (2003) perilaku dipengaruhi oleh tiga factor utama yaitu :
1. Faktor-faktor prediposisi (predisposing factors)
Faktor-fakto ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehtan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi. Faktor-faktor ini teruatam yang positif mempermudah terwujudnya perilaku sehingga sering disebut factor pemudah.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit dan sebagainya. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan sehingga disebutsebagai factor pendukung atau pemungkin.
3. Fakto-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor ini meliputi factor sikap dan sikap perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan perilaku contoh dari masyarakat, tiokoh agama, petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk meperkuat perilaku masyarakat.
Reilly dan Oberman (2002) mengemukakan pembelajaran merupakan suatu proses perubahan perilaku yang berasal dari pengalaman yang prosesnya di gambarkan sebagai berikut :
Pengalaman
Pembelajaran
Perubahan perilaku
Proses pengalaman di konsepkan sebagai suatu keterlibatan seseorang secara utuh melalui kegiatan terus menerus dalam kehidupan. Mereka mengajukan suatu Hirarki perilaku yang terdiri dari berbagai tahapan perkembagangan yang harus di lalui untuk memenuhi tujuan pembelajaran dari pengalaman yaitu : tahap pemapaparan, partisipasi, indentifikasi, penguatan dan tahap penyebaran.
Pembelajaran merupakan suatu proses individu dan merupakan pengalaman yang aktif, holistic serta melibatkan manusia dan lingkungan seutuhnya. Pembelajaran juga merupan proses integrative untuk memasukkan pembelajaran baru kedalam bidang persepsi, sehingga menyebabkan reorganisasi bidang tersebut, dan ini menyebabkan peralihan pengetahuan atau ketrampilan apabila terdapat relevansi antara mekna pengalaman yang lama dengan makna pengalaman yang baru.
2.1.2 Tujuan Penyuluhan
Bila dilihat dari pengertian di atas maka tujuan pendidikan/penyuluhan yang pokok adalah: terjadinya perubahan dalam membina individu, keluarga atau masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajad kesehatan yang optimal. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, kelompok, dan masyarakat yang sesuai dengan hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian. Menurut WHO, tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku seseorang dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan (Notoatmojo S,1997).
2.1.3 Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dalam penyuluhan kesehatan masyarakat adalah terjadinya perubahan sikap dan perilaku dari individu, kelompok, keluarga khususnya dan masyarakatuntuk dapat menanamkan prinsi- prinsip hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai derajad kesehatan yang optima (Nasrul Effendy, 1995).
2.1.4 Tempat Penyelenggaraan
Penyelenggaraan penyuluhan kesehatan dapat dilakukan di dalam institusi pelayanan kesehatan masyarakat (Nasrul Effendy, 1995).
2.1.5 Sasaran Penyuluhan Kesehatan
Sasaran penyuluhan kesehatan adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang dijadikan subyek dan obyek perubahan perilaku sehingga diharapkan dapat memahami, menghayati dan mengaplikasikan cara-cara hidup sehat dari kehidupan sehari-harinya (Nasrul Effendy, 1995).
2.1.6 Metode Pendidikan Kesehatan
Pada hakikatnya metode pendidikan kesehatan adalah suatu usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik untuk sasaran tersebut, maka metodenya berbeda (Notoatmojo,S, 1993) yaitu:
1. Metoda pendidikan individual
Metode ini besifat individual digunakan untuk membina seseorang yang telah mulai tertarik kepada sustu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individu ini karena setiap orang mempunyai masalah yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan/perilakubarubaru. Bentuk pendekatan ini antara lain:
1) Bimbingan dan Penyuluhan
Dengan cara ini kontak antara keluarga dengan petugas lebih intensive. Setiap masalah dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya, akhirnya keluarga dengan sukarela berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perlakuan.
2) Interview (wawancara )
Cara ini merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan, wawancara untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan . Apabila belum atau kurang, maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2 Metode Pendidikan Kelompok
1) Kelompok besar
Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar adalah : Ceramah
(1) Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal-hal yang diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah antara lain :
a. Persiapan
Ceramah akan berhasil apabila pencemaran itu sendiri menguasai materi yang akan diceramahkan.
b. Pelaksanaan
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah penceramahan tersebut dapat menguasai sasaran ceramah.
(2) Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah keatas. Seminar adalah cara penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topic yang dianggap hangat di masyarakat.
3) Kelompok kecil
Apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok inin adalah :
(1) Diskusi kelompok
Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa. Sehingga mereka dapar nerhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat.
(2) Curah Pendapat
Metode ini merupakan modifikasi dari diskusi kelompok. Bedanya pada permulaanya pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah kemudian setiap peserta memberikan jawaban atau tanggapan. Tanggapan atau jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flip chart atau papan tulis, sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya tidak boleh diberi komentar oleh siapapun.
(3) Bola Salju
Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan ( 1 pasang 2 orang) kemudian dilontarkan satu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasangan bergabung menjadi 1. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasangan yang sudah beraanggotakan 4 orang tadi bergabung lagi dengan pasangan lainnya demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
(4) Kelompok kecil-kecil
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil kemudian dilontarkan suatu permasalahan-permasalahn yang sama atau tidak dengan kelompok lain dan masing-masung kelompok mendiskusikan masalah tersebut.
(5) Memainkan peran
dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran untuk memainkan peranan tertentu.
(6) Permainan Simulasi
Metode ini adalah merupakan gabungan antara bermain peran dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli, beberapa orang menjadi pemain dan sebagai lagi berperan sebagai nara sumber.
3. Metode pendidikan massa
Metode ini untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujuka untuk masyarakat yang sifatnya massa atau public. Pada umumnya pendekatan ini tidak langsung, biasanya menggunakan atau melalui media massa, beberapa contoh metode ini antara lain :
1) Ceramah Umum
Biasanya pada acara tertentu misanya hari Kesehatan Nasional, Mentri Kesehatan atau pejabat lain berpidato untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan.
2) Pidato-pidato kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio.
3) Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV.
4) Sinetron tentang kesehatan.
5) Tulisan-tulisan di majalah atau Koran tentang kesehatan atau penyakit.
6) . Bill Bord yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster dan sebagainya.
2.1.7 Media Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoajmojo (2003), media pendidika kesehatan pada hakekatnya adalah alat bantu pendidikan (AVA), media ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Media Cetak
1). Booklet
Suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku baik tulisan maupun gambar,
2). Leaflet
Bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat.
3). Selebaran
Seperti leaflet tapi tidak dalam betuk lipatan .
4). Flip chart
Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik biasanya dalam bentuk buku dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi kelimat sebagai pean yang berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik atau tulisan-tulisan
Pada surat kabar atau majalah mengenai bahasan suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan.
6). Poster
Bentuk media cetak berisi pesan-pesan/ informasi kesehatan , biasanya ditempel di tembok-tembok, ditempat-temapt umum atau dikendaraan umum.
7). Foto
Yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan .
2. Media Elektronik
1) Televisi
Penyampaian pesan / informasi melalui media televise dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau Tanya jawab, pidato dan sebagainya.
2) Radio
Penyampaian informasi/ pesan kesehatan melalui radio dalam bentuk antara lain obrolan ( Tanya jawab), sandiwara radio, ceramah dan sebagainya.
3) Video,
4) Slide
3. Media Papan (Bill Board)
Papan yang dipasang ditempat umum dapat dipakia/ diisi dengan pesan-pesan atau informasi kesehatan. Media papan ini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng dan ditempel pada kendaraan umum.
4. Tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan
Menurut dimensi pelaksanaannya pendidikan kesehatan dapat berlangsung diberbagai tempat sehingga dengan sendirinya sasarannya juga berbeda, yaitu:
1) Pendididkan kesehatan di Sekolah
Dilakukan disekolah dengan sasaran murid yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam upaya kesehatan sekolah (UKS).
2) Pendidikan kesehatan dipelayanan Kesehatan
Dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun Khusus dengan sasaran pasien dan keluarganya.
3) Pendidikan kesehatan di tempat kerja, sasarannya buruh atau karyawan (Uha Suliha,dkk,2002)
2.1.8 Faktor- factor yang Mempengaruhi Dalam Penyuluhan (Nasrul Effendy,1998)
a) Faktor penyuluh :
1. Kurang persiapan
2. Kurang menguasai materi yang akan dijelaskan
3. Penampilan kurang meyakinkan sasaran
4. Bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran karena terlalu banyak menggunakan istilah asing
5. Suara terlalu kecil
6. Penyampaian meteri penyuluhan monoton sehingga membosankan
b) Faktor sasaran
1. Tingkat pendidikan terlalu rendah
2. Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah
3. Kepercayaan dan adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga sulit untuk mengubah
4. Kondisi tempat tinggal sasaran yang tidak mungkin terjadi perubahan perilaku
c) Faktor proses dalam penyuluhan
1. Waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang diinginkan sasaran
2. Tempat penyuluhan dilakukan dekat tempat keramaian sehingga mengganggu proses penyuluhan
3. Jumlah sasaran yang terlalu banyak
4. Alat peraga dalam memberikan penyuluhan kurang
5. Metode yang dipergunakan kurang tepat
6. Bahasa yang dipergunakan sulit dimengerti oleh sasaran
2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penyuluhan (Fredman, 1998; 489)
a) Faktor Klien
1. Motivasi anggta keluarga.
2. Usia.
3. Pendidikan.
4. Keadan psikologi.
5. Persepsi klien atau anggota keluarga terhadap masalah-masalah kesehatan.
b). Faktor Komunikasi.
1. Kurangnya pemahaman terhadap masalah.
2. Rentangan bahasa dan kebudayaan.
3. Rentangan sosial dan ekonomi.
4. Ketidakmampuan berkomunikasi secara jelas.
c). Faktor-faktor Situasional.
1. Lingkungan.
2. Waktu.
3. Modalitas pengajaran.
2.2 Konsep Respons Psikososial
2.2.1 Pengertian Respons
Respons berdasarkan kamus bahasa berarti jawaban, balasan, tanggapan. Respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makna serta lingkungan disebut dengan perilaku kesehatan.Respons atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap)maupun bersifat aktif (tidakanyang nyata atau praktis).Adapun stimulus atau rangsangan disini terdiri dari 4 unsurpokok yaitu : (1) Sakit, (2) Penyakit, (3) Sistim pelayanan kesehatan,(4) Lingkungan. (Notoatmojo S, 1997). Dengan demikian perilaku kesehatan itu mencakup : Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya) maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit tersebut. Perilaku terhadap sitem pelayanan kesehatan adalah respons seseorng terhadap system pelayanan kesehatan moderen maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, , persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah: Respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.(Notoatmojo S, 1997).
2.2.2 Pengertian Psikososial
Psikososial adalah satu kesatuan dari aspek intelektual, emosional dan pembawaan spiritual (Thompson, 1981)
Tingkat kebutuhan psikososial adalah jenjang kebutuhan yang meliputi dimensi psikis atau internal yang terdiri dari perasaan, sikap, pikiran, khayalan, ingatan, pendapat, nilai-nilai dan kesan diri dan juga dimensi sosial, eksternal atau interaksi yang mencakup hubungan dengan lingkungan fisik, keluarga, masyarakat dan keadaan tempat keluarga berada (Nelson, 1990)
Pendekatan kognitif adalah pendekatan dengan mempertimbangkan aspek persepsi, pendapat dan daya ingat yang biasanya merupakan segi-segi intelektual (Nelson, 1990).
Pendekatan afektif adalah pendekatan dengan mempertimbangkan aspek perasaan atau emosi yang dilakukan pada kondisi-kondisi anxietas, depresi, rasa takut, marah, sedih, gembira dan cemburu (Nelson,1990)
2.2.3 Respons Psikososial (CCFNI)
Menurut Journal Of Critical Care Nursing (Edisi Februari 1996) bahwa kebutuhan psikososial tentang Critical Care Family Need Inventory (CCFNI) respons psikososial keluargan dikelompokkan menjadi 5 aspek atau domain yaitu:
1). Informasi
Informasi adalah bahan pengetahuan tentang suatu topic yang akan disampaikan dari seseorang kepada orang lain baik secara individual atau kelompok dengan menggunakan bahasa verbal atau non verbal (Gilles, 1989). Informasi yang dibutuhkan keluarga klien di R. ICU antara lain: 1) Mengetahui perkembangan penyakit (prognosis), 2) Mengetahui mengapa tindakan tertentu dilakukan pada keluarga yang sakit. 3) Mengetahui kondisi sesungguhnya mengenai perkembangan penyakit (prognosa) keluarga yang sakit 4) Mengetahui bagaimana kondisi keluarga yang sakit setelah dilakukan tindakan pengobatan 5) Mendapat informasi tentang keluarga yang sakit paling sedikit sekali sehari 6) Pemberitahuan tentang rencana pindah atau keluar dari R. ICU. 7) Dapat petunjuk untuk apa keluarga klien melakukan sesuatu saat di R. ICU. 8) Dapat penjelasan tentang apa yang akan dijumpai di R. ICU. Sebelum masuk kesana untuk pertama kali.
2) Support
Support adalah suatu bentuk dukungan biopsikososial spritual yang ditujukan pada orang lain baik pada kondisi sehat atau sakit dengan tujuan memberikan rasa tenang, tentram dan bahagia (Nelson, 1990). Support yang dibutuhkan keluarga klien di R. ICU antara lain: 1) Mempunyai petanyaan yang dijawab secara jujur. 2) Merasa ada personil R. ICU. Memperhatikan keluarga yang sakit. 3) Berkonsultasi tentang kondisi keluarga yang sakit setiap hari dengan dokter yang merawat. 4) Ada pelayanan rohaniawan di R. ICU.
3) Nyaman
Nyaman adalah suatu ungkapan perasaan yang menunjukkan kondisi rileks, tenang, tentram dan terbebas dari gangguan lingkungan baik biopsikososial maupun spiritual (Long B.C, 1996) yaitu : 1) Mengetahui bahwa keluarga yang sakit masih sanggup mendengarkan tanpa harus dibangunkan. 2) Ada pemberitahuan ke rumah bila ada perubahan kondisi secara mendadak pada keluarga yang sakit. 3) Mempunyai kenyamanan dengan perabotan di ruang tunggu. 4) Mempunyai waktu khusus/istimewa saat menjenguk keluarga yamg sakit. 5) Pumya jam kunjung yang dimulai tepat waktu.
4) Kedekatan
Kedekatan adalah hubungan atau interaksi sosial antar individu atau kelompok yang memiliki hubungan yang berdampak pada rasa kasih dan saying (Nelson, 1990). yaitu: 1) Dapat melihat /menjenguk di R. ICU. secara teratur.2) Bercakap/berkonsultasi dengan perawat yang sama tentang keluarga yang sakit setiap hari.3) Membantu merawat fisik(membersihkan, seka badan, sisir rambut dan lain-lain)4) Membantu memberi dukungan(support) mental pada keluarga yang sakit
5) Jaminan
Jaminan adalah konsistensi dari pemberi jasa pelayanan kepada penerima jasa pelayanan mengenai mutu atau kualitas pelayanan yang berdampak pada lagalitas atau hukum (Gilles, 1989). 1) Merasa ada harapan tentang kesembuhan keluarga yang sakit. 2) Mengetahui bahwa selama tindakan dilakukan pada keluarga yang sakit bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit(agar nyaman). 3) Mempunyai makan yang terbaik dan bermutu untuk keluarga yang sakit. 4) Ada jaminan bahwa perawatan terbaik telah diberikan pada keluarga yang sakit. 5) Perlindungan diri dari sinar dan prosedur.
2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respons psikososial Keluarga
1) Tingkat Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992). Dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Menurut Y. B. Mantra yang dikutip oleh Notoadmojo (1985) pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1983).
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan respons psikososial seseorang dengan pendidikan tinggi mampu mengatasi, menggunakan koping yang efektif dan konstruktif dari pada seseorang yang berpendidikan rendah. (Broewer, 1983).
1) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun (Elisabeth B. H., 1995).
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum dewasa. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa (Hudoh, 1998).
Makin tua umur seseorang makin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi.
2) Hubungan Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan kebersamaan dan ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga yang saling mempengaruhi satu sama lainnya (Gilles et al, 1989). Menurut File (1985) bila ada salah satu anggota keluarga yang sakit dapat memberikan perubahan yang maladaptif.
3) Jenis Kelamin
Folkman and Lazarus (dalam Hamilton, 1997) mengatakan bahwa dalam menggunakan pola koping wanita kurang efektif dibanding pria. Hal itu terjadi karena
wanita lebih dipengaruhi oleh emosi yang mengakibatkan pola berpikirnya kurang rasional dibandingkan pria.
2) Status Sosial Ekonomi
Wesbrook (1984) mengatakan bahwa orang-orang dengan status sosial ekonomi rendah kurang aktif dan lebih fatalistis atau respons menolak, bila dibandingkan orang yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi.
Menurut Roy yang dikutif oleh Nursalam (2003) dalam mengatasi respons psikososial seperti kecemasan digunakan istilah mekanisme coping yaitu sebagai suatu system adaptasi. Dan tingkat adaptasi tersebut tergantung dari stimulus yang didapat berdasarkan kemampuan individu.Tingkat respon antar individu sangat unik dan bervariasi tergantung pengalaman yang didapatkan sebelumnya, status kesehatan individu,dan stressor yang diberikan. Menurut Tri Rusmi (1999) stresor yang diberikan kepada individu akan mempengaruhi emosi dan kognisi .Emosi merupakan gejolak perasaan sehingga terjadi sensasi jasmaniah yang mengandung subyektifitas pengetahuan, dengan terekspresi dari apa yang diketahui individu diluar batas perilaku. Dan Charles Darwin (1972) mengatakan emosi adalah, individu yang sedang dalam memilih alternative penentuan keputusan dan mengalami kesulitan dalam penemuan ideal diri. Emosi dan kognisi saling mempengaruhi dimana kognisi /fikiran adalah kemampuan berfikir dan memberi rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikanori /ingatan (Stuart dan Sunden, 197,hlm.612).
2.3 Konsep Stres Adaptasi
Mnurut Julia B. George tentang Adaptasi Calista Roy dalam Nursing Theoris (1989) bahwa ada 5 elemen penting dalam model adaptasi yaitu manusia, tujuan keperawatan, kesehatan, lingkungan dan tindakan keperawatan. Manusia sebagai suatu system adptif yaitu penerima pelayanan keperawatan baik sebagai individu, keluarga, kelompok, komunitas atau masyarakat yang mempunyai perilaku yang dapat dikategorikan sebagai respons adaptif atau respons mal adaptif. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan respons yang adaptif dalam hubunganya dengan 4 bentuk atau hal (fungsi fisiologis, konsep diri,fungsi peran dan ketergantungan) yang akan dicapai dengan menggunakan informasi tentang tingkat adaptasi manusia, pandangan atau pendapat, masalah dan stimulus. Kesehatan adalah kondisi suatu proses yang terintegrasi dari kemampuan mencapai tujuan untuk bertahan., tumbuh, berkembangbiak dan memperoleh kekuasaan. Lingkungan terdiri dari factor internal dari individu dan factor stimulus dari luar. Tindakan keperawatan adalah meningkatkan manipulasi stimulus untuk meningkatkan respons adaptif.
2.6.1 pengertian Stress
1) Stres adalah respons tubuh secara tidak spesifik terhadap bermacam-macam stimulus atau stressor (Long,1996)
2) Adptasi adalah proses interaksi terhadap stimuli (rangsangan) baik berasal dari lingkungan internal (dalam tubuh) maupun eksternal (luar tubuh) (Long, 1996).
3) Adaptif adalah adptasi yang sehat yang akan mengoptimalkan fungsi tubuh dan perubahan patofisiologi serta psiko patologi (Long, 1996)
4) Koping adalah perilaku atau ketrampilan yang digunakan oleh individu untuk menyesuaikan diri dengan kejadian, lingkungan atau situasi yang tidak biasa (Long, 1996)
2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi:
1) Variaabel dalanm diri individu, umur, tahap kehidupan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, suku, kebudayaan, ststus ekonomikondisi fisik, tempramen, genetic dan intelegensia.
2) Tipe kepribadian, introvert, ekstrovert
3) Variabel sosial koqnitif, dukungan jaringan sosial, control pribadi
4) Strategi koping (Smet, 1994)
2.6.3 Model Adptasi Calista Roy
2.4 Konsep Keluarga
2.3.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang selalu berhubungan, memiliki pertalian darah adopsi atau perkawinan (WHO, 1969), ternyata memiliki berbagai peran dan fungsi dan merupakan unit atau kesatuan dari pelayanan kesehatan.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga seta saling berinteraksi sesuai dengan hubunganya (Wolsh, 1998).
Menurut Fredman, keluarga adalah unit utama masyarakat dimana hubungan erat antar anggota sangat menonjol, sehingga keluarga merupakan suatu lembaga yang perlu mendapat perlindungan. Sedangkan menurut( Baillon SG & Maglaya AS), keluarga juga mempunyai pengertian dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam perananya masing-masing serta mempertahankan suatu kebudayaan. Dan menurut Duval, keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya umum, meningkatkan perkem bangan fisik,mental, emosional, sosial dari tiap anggota.
Menurut Pillitteri (1999) 12 perilaku sebagai indikator keluarga sejahtera, yaitu keluarga mampu dalam : 1) Memenuhi kebutuhan fisik, emosional dan spiritual anggota keluarga. 2) Mengetahui kebutuhan anggota keluarga. 3) Berkomunikasi secara aktif. 4) Memberi support, rasa aman. 5) Mencapai dan mempertahankan pertumbuhan dan hubungan yang produktif. 6) Mempertahankan tanggung jawab dalam hubungan dengan masyarakat. 7) Melaksanakan peran keluarga. 8) Membantu pertumbuhan anak.9) Membantu dan menerima bantuan anggota keluarga. 10) Saling menghormati anggota keluarga. 11) Menggunakan krisis sebagai suatu yang berarti dalam pertumbuhan 12) Loyal dan kooperatif dalam bekerja sama dalam keluarga.
Dari berbagai pengertian ini, keluarga sebagai fungsi psikologis bertugas menyediakan lingkungan yang dapat meningkatkan perkembangan kepribadian secara umum dan memberi perlindungan secara psikologis yang optimal (WHO, 1997).Dan bila salah anggota keluarga yang sakit merupakan beban oleh seluruh anggota keluarga.
2.5 Ruang ICU (Intensive Care Unit)
2.4.1 Pengertian
Intensive Care Unit (ICU) adalah unit atau ruang perawatan klien dengan kasus kritis yang disebabkan oleh penyakit atau trauma dengan cara perawatan dan pengobatan intensif cepat dan tepat yang disertai demgan peralatan khusus terbaru dan canggih serta dokter dan perawat yang sudah terlatih (Jeanette,1997)
Intensive Care Unit (ICU) adalah tempat perawatan klien kritis/ gawat atau klien yang mempunyai resiko tinggi terjadi kegawatan, dengan sifat penyakit yang masih reversible (Dinkes Prop. Jatim & Diklit RSU. Dr. Soetomo, 2002)
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah, dengan staf yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi klien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dendan menggunakan ketrampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan tersebut (Standar Pelayanan ICU,Depkes RI, 2003).
Intensive Care Unit (ICU) adalah unit atau tempat perawatan klien dalam keadaan kritis yang disebabkan oleh penyakit atau trauma, dengan cara perawatan intensif serta pengobatan yang cepat dan tepat, dilengkapi dengan peralatan khusus dan canggih serta para dokter dan perawat yang sudah terlatih (Yoseph. Varon, MD, 1994)
2.6 Klien Sakit Kritis (Gawat Darurat)
2.5.1 Pengertian
Kritis atau gawat adalah klien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badanya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya (Depkes RI, 1996)
Klien yang dirawat di ICU bervariasi keadaan klinisnya akan tetapi pada dasarnya mengalami disfungsi satu macam organ atau lebih terutama gangguan fungsi nafas dan sirkulasi. Dalam hal ini diperlukan kriteria yang jelas untuk indikasi dirawat di ICU, hal tersebut untuk menghindari agar klien yang tidak ada indikasi dirawat di ICU, tidak dimasukkan di ICU, sebaliknya klien yang sudah tidak memerlukan perawatan ICU, boleh segera dipindahkan baik ke ruangan intermediate/ ke ruangan biasa (Diklit RSU. Dr. Soetomo,2003)
Klien atau penderita menurut team lab/SMF Anestesologi dan reanimasi RSU. Dr. Soetomo Surabaya (2000) ada 2 golongan klien yang dirawat di ICU :
1) Klien dengan prioritas tinggi
Klien kritis, tidak stabil, penyakitnya masih reversible, memerlukan perawatan intensif misalnya mengguankan ventilator, obat inotropik dan memerlukan hemodialisis segera.
2) Klien dengan prioritas rendah
Klien dengan kemungkinan memerlukan perawatan intensif dan klien yang penyakitnya irreversible tetapi mengalami kegawatan bukan karena penyakit dasarnya, dengan catatan bahwa klien atau keluarganya, sanggup menerima beban akibat terapi tersebut.
Menurut Jeanette (1997) klien yang dirawat di R. ICU. Dibagi menjadi 3 prioritas yaitu :
1) Prioritas 2
Klien dengan penyakit atau gangguan akut pada sistim organ –organ vital apapun sebabnya yang memerlukan tindakan terapi intensif dan agresif untuk mengatasinya.
2) Prioritas 2
Klien dengan pemantauanatau observasi intensif secara invasif atau non invasif atas keadaa-keadaan yang dapat menimbulkan ancaman gangguan pada sistim organ vital.
3) Prioritas 3
Klien dalam keadaan sakit kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan kecil untuk penyembuhanya atau mangfaat yang didapat dari tindakan –tindakan di R. ICU kecil (pronosis jelek).Klien kelompok ini mungkin memerlukan terapi intensif untuk mengatasi penyakit akutnya, tetapi tidak dilakukan tindakan invasif seperti intubasi dan RKP.
2.5.1 Peran Perawat di ICU
Menurut team Lab Anestesiologi dan Reanimasi RSU. Dr. Soetomo Surabaya (2000) peran perawat pada perawatan klien sakit kritis adalah :
1) Caring Role
(1). Membantu dan memelihara fungsi biologis
(2) Menciptakan lingkungan psikologis yang mendukung
(3) Membantu mempertahankan status sosial, penampilan dan hygiene
2) Coordinating Role
(1) Koordinasi terhadap berbagai tindakan diagnostic
(2) Koordinasi terhadap berbagai jenis dan jadwal terapi
3) Terapeutik Role
(1) Pendelegasian tugas-tugas dari team medis
(2) Melakukan Basic Life Support (BLS)
Dalam model ini 4 kebutuhan besar manusia, bagaimana manusia beradptasi dengan lingkungan yaitu fisiologis, konsep diri, interdependence dan peran/fungsi:
1) Fisiologis : menyangkut kebutuhan fisiologis manusia
2) Konsep diri : menyangkut persepsi diri yang terdiri dari kepribadian, norma
etika dan keyakinan
3) Interdependence : menyangkut kondisi saling ketergantungan mengenai interaksi sosial antara orang, individu atau keluarga terhadap team kesehatan
4) Peran dan fungsi : menyangkut bagaimana perilaku individu dalam kondisi tertentu bisa berjalan secara optimal
.
Lampiran 1
Yth. Bapak/ibu
Di R.ICU GBPT
RSU Dr. Soetomo Surabaya
Dengan hormat.
Kami mengucapkan terimakasih atas kepercayaan yang telah saudara berikan sehingga saudara memilih rumah sakit ini sebagai tempat perawatan dan pemulihan kesehatan keluarga saudara. Sebelum saudara meninggalkan rumah sakit ini, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan di ICU baik bagi klien maupun keluarganya kami bermaksud mengadakan penelitian / survey mengenai “ Pengaruh Penyuluhan Terhadap Respons Psikososial Keluarga Klien ICU RSU Dr. Soetomo Surabaya “ yang nantinya akan bermanfaat untuk membantu mengurangi respons psikososial negative dari keluarga klien yang keluarganya dirawat di ruangan tersebut.
Upaya rumah sakit ini memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Kami akan sangat berterimakasih bila anda berkenan menjawab/mengisi format yang telah kami sediakan dengan baik dan benar.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian ini, kerahasiaannya kami utamakan. Dan semoga keluarga anda cepat sembuh.
Surabaya, Januari 2005
Peneliti
(Tanda Tangan)
Lampiran 2
Pernyataan Bersedia Menjadi Responden
Saya yang bertanda tangan dibawah inimenyatakan bersedia untuk turut berpartisipasi menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang bernama Yuniar dengan judul penelitian “ Pengaruh Penyuluhan Terhadap Respons Psikososial
Keluarga Klien ICU GBPT. RSU Dr. Soetomo Surabaya “ Tanda tangan saya dibawah ini menunjukkan bahwa saya diberi informasi dan memutuskan berpartisipasi dalam penelitian ini.
Surabaya, Januari 2005
(Tanda Tangan)
Nama responden :
Tanda tangan :
No. Responden :
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA
Klien ICU sakit kritis
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
Diukur Tidak diukur
Gambar 3.1. Bagan kerangka konsep pengaruh penyuluhan terhadap respons psikososial keluarg ICU.
Dari bagan kerangka konseptual dapat dilihat bahwa keluarga yang keluarganya dirawat di ICU dengan sakit kritis biasanya akan menimbulkan respons psikososial keluarga. Respons ini dapat berupa respons psikososial positif maupun negative. Respons psikososial yang positif akan didapat keluarga dari pemberian penyuluhan Dan dengan diberikannya penyuluhan diharapkan terjadi proses belajar yaitu peningkatan kognisi dan emosi dari sini diharapkan persepsi keluarga meningkat kemudian keluarga mau mempelajari sehingga keluarga dapat mengambil keputusan yang akhirnya keluarga akan mengambil suatu tindakan. Hal ini akan menimbulkan koping keluarga yang positif dan akhirnya berdampak pada respons psikososial keluarga yang positif pula. Uraian di atas diambil dari Adaptasi Callista Roy.
3.2. Hipotesis Penelitian
H 1 : Ada pengaruh penyuluhan terhadap respons psikososial keluarga klien..,.
Untuk Bab selanjutya tinggal download disini
0 Response to "pengaruh penyuluhan terhadap respons psikososial keluarga klien yang dirawat di ruang ICU"
Post a Comment
* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya