BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Tujuan pembangunan
kesehatan Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui
terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat serta
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan dan fasilitas kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata diseluruh wilayah Republik Indonesia dan dapat
mewujudkan bangsa yang mandiri maju dan sejahtera.
Diare
hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia
bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi
terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Diare merupakan penyakit yang
berbasis lingkungan. Beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu
tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan
sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak higienis), kebersihan perorangan
dan lingkungan yang jelek, penyiapan makanan kurang matang dan
penyimpananmakanan masak pada suhu kamar yang tidak semestinya (Sander, 2005).
Di
dunia, sebanyak enam (6) juta anak meninggal setiap tahun karena diare,
sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Menurut WHO, di negara
berkembang pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal karena
diare, delapan (8) dari 10 kematian tersebut pada umur kurang dari dua tahun.
Rata-rata anak usia kurang dari tahun di negara berkembang mengalami episode
diare 3 kali dalam setahun.
Data
Nasional Depkes menyebutkan setiap tahunnya di Indonesia 100.000 balita
meninggal dunia karena diare. Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang
meninggal dunia dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal setiap jamnya
atau 1 jiwa meninggal setiap 5,5 menit akibat diare (Depkes RI, 2007).
Menurut
data hasil Riskerdes (Riset Kesehatan Dasar) di tahun 2007, Diare
merupakan penyebab kematian no. 4 pada semua umur dalam kelompok penyakit
menular sebesar 13,2%. Sedangkan proporsi penyebab kematian diare pada umur 39
hari-11 bulan sebesar 31,4% dan pada umur 1-5 tahun sebesar 25,2% dan merupakan
penyebab kematian nomor satu.
Ada beberapa faktor
yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air
bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja
yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya.
Banyak faktor yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya
diare, terdiri dari factor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku.
Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare,
diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak,
dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana
penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi
bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi.
Data
dari Dinas Kesehatan Provensi Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa pada tahun
2009 angka kejadian Diare masih tinggi, dimana tercatat 46.634 penderita (Dinkes
Sultra, 2010). Dan untuk di Kota Bau-Bau tahun 2009 bahwa penyakit diare masih
tinggi yaitu dari 10 pola penyakit terbanyak maka penyakit diare termasuk
urutan ke 2 setelah ISPA yaitu sebanyak 4.403 penderita (Dinkes Kota Bau-Bau,
2010).
Berdasarkan
data dari Puskesmas Lowulowu tahun 2012 target pencapaian untuk mengurangi
angka kesakitan Diare pada balita adalah 100 % namun keberhasilan hanya
mencapai 74%. Jumlah kasus Diare di Lowolowu pada tahun 2010 mencapai 255
penderita dan diantaranya 107 penderita adalah anak balita. Pada tahun 2011 jumlah
kasus Diare balita hanya 100 penderita.
Meskipun
terjadi penurunan angka kesakitan namun penyakit diare masih menjadi pola
kesakitan di daerah tersebut, sehingga mengindikasikan bahwa masih rendahnya
cakupan sanitasi dasar dan kualitas intervensi kesehatan Iingkungan serta
perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat masih rendah. Ini dapat dilihat dari
kebiasaan masyarakat yang masih kurang meperhatikan kebersihan lingkungan.
Berdasarkan
survei awal yang dilakukan ternyata sebagian masyarakat masih membuang sampah
di sekitar rumah tanpa di tampung di tempat sampah. Kurangnya pembuatan SPAL (
saluran pembuangan air limbah ) di tiap rumah sehingga air kotoran rumah tangga
tertampung dibawah kolong dan sekitar rumah. Hal ini mengakibatkan semakin
berkembangnya lalat yang merupakan vektor pembawa penyakit Diare. Adanya
masyarakat yang belum memiliki jamban pribadi, sehingga sebagian dari
masyarakat masih membuang tinja di pesisir laut.
Berdasarkan uraian di
atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian hubungan
mengenai
faktor lingkungan dan sosiodemografi
yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Lowulowu
Kecamatan Lealea Kota Baubau Tahun 2012.
B. Rumusan masalah
Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan dan sosiodemografi dengan
kejadian
diare pada balita di Kelurahan Lowulowu
Kecamatan
Lealea Kota Baubau 2012 ?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum
Mengetahui
hubungan faktor lingkungan dan sosiodemografi dengan kejadian diare pada balita
di Kelurahan Lowulowu.
2.
Tujuan khusus
1)
Mengetahui hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Lowulowo Kecamatan Lealea Kota Baubau tahun 2012.
2)
Mengetahui hubungan antara tingkat
pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Lowulowu Kecamatan Lealea Kota Baubau 2012.
3)
Mengetahui hubungan antara umur ibu dengan kejadian diare pada balita di
kelurahan Lowulowu Kecamatan Lealea Kota Baubau 2012.
4)
Mengetahui hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita
di Kelurahan Lowulowu Kecamatan Lealea Kota Baubau 2012.
5)
Mengetahui hubungan antara jenis tempat pembuangan tinja dengan kejadian
diare pada balita di Kelurahan Lowulowu Kecamatan Lealea Kota Baubau Tahun 2012.
D.
Manfaat Penelitian
Bagi instansi pemerintah
khususnya Puskesmas dan Dinas Kesehatan menjadi bahan masukan dalam menentukan
arah kebijakan program penenggulangan penyakit Diare.
1.
Di harapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
disamping dan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
rujukan bagi penelitian selanjutnya.
2.
Bagi penulis merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dalam
mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat dan menambah wawasan pengetahuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori
1. Balita
Balita yaitu anak yang berusia di bawah 5 tahun merupakan
generasi yang perlu mendapat perhatian, karena balita merupakan generasi
penerus dan modal dasar untuk kelangsungan hidup bangsa, balita amat peka
terhadap penyakit, kematian balita masih tinggi ( Anonim, 2002 ).
Balita diharapkan tumbuh dan berkembang dalam keadaan
sehat jasmani, social dan bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.Masalah
kesehatan balita merupakan masalah nasional, mengingat angka kesakitan dan
angka kematian pada balita masih cukup tinggi. Angka kesakitan mencerminkan
keadaan yang sesungguhnya karena penyebab utamanya berhubungan dengan faktor lingkungan antara lain asap dapur,
penyakit infeksi dan pelayanan kesehatan.
2. Diare
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga
kali atau lebih dalam sehari), (Depkes, 2000).
3. Etiologi
Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan
penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis (Widjaja,2002).
1) Faktor
infeksi
Infeksi
pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis
infeksi yang umumnya menyerang antara lain:
a. Infeksi
oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae (kolera),
dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas.
b. Infeksi
basil (disentri),
c. Infeksi
virus rotavirus,
d. Infeksi
parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),
e. Infeksi
jamur (Candida albicans),
f. Infeksi
akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang
tenggorokan,
g. Keracunan
makanan.
2) Faktor
Melabsorsi
Faktor
malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Melabsorpsi
karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat
menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan
sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan
terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar
lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak
ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak
tidak terserap dengan baik.
3) Faktor
makanan
Makanan
yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu
banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi
jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita.
4) Faktor
psikologi
Rasa
takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare
kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang
lebih besar.
4. Jenis Diare
Menurut
Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat
yaitu :
1)
Diare Akut
Diare
akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7
hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama
kematian bagi penderita diare.
2) Disentri
Disentri
yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya
komplikasi pada mukosa.
3) Diare
persisten
Diare
persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
4) Diare
dengan masalah lain
Anak
yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai
dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
5.
Gejala
diare
Gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :
1) Bayi
atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi,
2) Tinja
bayi encer, berlendir atau berdarah,
3) Warna
tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,
4) Lecet
pada anus,
5) Gangguan
gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,
6) Muntah
sebelum dan sesudah diare,
7) Hipoglikemia
(penurunan kadar gula darah), dan
8) Dehidrasi
(kekurangan cairan).
Dehidarsi
dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan
dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%.
Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. dehidrasi
berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi
melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan
penderita sangat pucat.
6.
Epidemiologi
penyakit diare
Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare
adalah sebagai berikut :
1) Penyebaran
kuman yang menyebabkan diare Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal
oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran
kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak
memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol
susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar,
tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
2) Faktor
penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada penjamu yang
dapat meningkatkan insiden,beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor
tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak,
imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak
terjadi pada golongan balita.
3) Faktor
lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan
salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu
sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi
dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
B. Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Penyakit Diare
1) Faktor Sosiodemografi
Demografi
adalah ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan perubahan-perubahan penduduk
yang berhubungan dengan komponen-komponen perubahan tersebut seperti kelahiran,
kematian, migrasi sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk
menurut umur dan jenis kelamin tertentu (Lembaga Demografi FE UI, 2002). Dalam
pengertian yang lebih luas, demografi juga memperhatikan berbagai karakteristik
individu maupun kelompok yang meliputi karakteristik sosial dan demografi,
karakteristik pendidikan dan karakteristik ekonomi. Karakteristik sosial dan
demografi meliputi: jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan agama.
Karakteristik pendidikan meliputi: tingkat pendidikan. Karakteristik ekonomi
meliputi jenis pekerjaan, status ekonomi dan pendapatan (Anonim, 2009).
Faktor
sosiodemografi meliputi tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu, dan umur
ibu.
a.
Tingkat pendidikan
Jenjang
pendidikan memegang peranan cukup penting dalam kesehatan masyarakat.
Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai
pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah
terjangkitnya penyakit menular, diantaranya diare. Dengan sulitnya mereka
menerima penyuluhan menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya pencegahan
penyakit menular. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi
lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang
masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik. Pada
perempuan, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah angka kematian
bayi dan kematian ibu (Widyastuti, 2005).
b. Jenis
pekerjaan
Karakteristik
pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial, pendidikan,
status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan dalam suatu
kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan risiko dan
determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta merupakan
prediktor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi bekerja
(Widyastuti, 2005).
c. Umur
ibu
Sifat
manusia yang dapat membawa perbedaan pada hasil suatu penelitian atau yang
dapat membantu memastikan hubungan sebab akibat dalam hal hubungan penyakit,
kondisi cidera, penyakit kronis, dan penyakit lain yang dapat menyengsarakan
manusia, umur merupakan karakter yang memiliki pengaruh paling besar. Umur
mempunyai lebih banyak efek pengganggu daripada yang dimiliki karakter tunggal
lain. Umur merupakan salah satu variabel terkuat yang dipakai untuk memprediksi
perbedaan dalam hal penyakit, kondisi, dan peristiwa kesehatan, dan karena
saling diperbandingkan maka kekuatan variabel umur menjadi mudah dilihat
(Widyastuti, 2005).
Umur
adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan
epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan
menunjukkan hubungan dengan umur (Notoadmodjo, 2003).
2)
Faktor
Lingkungan
a. Sumber Air Minum
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan
melalui jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam
mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum,
jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air
tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang
benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan
dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan
diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah (Depkes, 2002).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
a)
Air harus diambil dari sumber terbersih yang
tersedia.
b)
Sumber air harus dilindungi dengan
menjauhkannya dari hewan, membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10
meter dari sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit aliran
di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber.
c) Air
harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan gayung bersih
bergagang panjang untuk mengambil air.
d) Air
untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.
b. Jenis Tempat Pembuangan Tinja
Pembuangan
tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja
yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu
yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Menurut Notoadmodjo
(2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :
a) Tidak
mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
b) Tidak
mengotori air permukaan di sekitarnya,
c) Tidak
mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
d) Kotoran
tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau
perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,
e) Tidak
menimbulkan bau,
f) Pembuatannya
mudah, dan
g) Mudah
digunakan dan dipelihara.
Tempat
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko
terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan
dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat
sanitasi. Anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban yang
dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2%
di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1%
diare terjadi di kota dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada
keluarga yang mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan tinja, yaitu 17%
di kota dan 12,7 (Irianto,2000).
c. Jenis
Lantai Rumah
Menurut
Notoatmodjo (2003) syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada
musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat
dari: ubin atau semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai
yang basah dan berdebu dapat menimbulkan sarang penyakit. Lantai yang baik
adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus
kedap air dan mudah dibersihkan, paling tidak perlu diplester dan akan lebih
baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan.
Jenis
lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang bermakna pula dengan kejadian
diare pada anak balita, Hal ini ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar
penutup bagian bawah, dinilai dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah
lebih baik tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga
dapat menimbulkan gangguan atau penyakit pada penghuninya, oleh karena itu
perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air (disemen, dipasang keramik, dan
teraso). Lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah untuk mencegah
masuknya air ke dalam rumah,(Notoadmojo, 2003).
3)
Faktor
Prilaku
Menurut
Depkes RI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut :
a.
Pemberian ASI Eksklusif
ASI
turut memberikan perlindungan terhadap diare. Tidak memberikan ASI Eksklusif
secara penuh selama 4 sampai 6 bulan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko
untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Pada bayi yang baru
lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu formula.
b.
Penggunaan botol susu
Penggunaan
botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susu susah
dibersihkan. Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko
tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
c.
Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan
yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan
kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makan
anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
d.
Kebiasaan membuang tinja
Membuang
tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan benar. Banyak
orang beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja bayi dapat pula
menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya.
e.
Menggunakan air minum tercemer
Air
mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan dirumah.
Pencemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat peyimpanan tidak tertutup atau
tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan. Untuk mengurangi risiko terhadap diare yaitu dengan menggunakan
air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi. Menggunakanm air
minum yang tercemar.
f.
Menggunakan jamban
Penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban sebaiknya membuat jamban dan
keluarga harus buang air besar di jamban. Bila tidak mempunyai jamban, jangan
biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar hendaknya jauh dari rumah,
jalan setapak, tempat anak-anak bermain dan harus berjarak kurang lebih 10
meter dari sumber air, serta hindari buang air besar tanpa alas kaki, (Candra,
2003).
g.
Pemberian imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu segera
memberikan anak imunisasi campak setelah berumur 9 bulan. Diare sering terjadi
dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak, hal ini sebagai
akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
ka boleh nggak saya minta daftar pustaka untuk tulisan kaka yang ini sebagai acuan skripsi saya?
ReplyDelete