SKRIPSI FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN JAMBAN DI KELURAHAN LABALAWA



   BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
 Derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan medis, dan keturunan. Lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan individu dan masyarakat. Keadaan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan perilaku masyarakat dapat merugikan kesehatan baik masyarakat di pedesaan maupun perkotaan yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat dibidang kesehatan, ekonomi, maupun teknologi. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan tersebut adalah penyediaan air bersih, penyediaan jamban keluarga, kondisi rumah dan kondisi lingkungan pemukiman (Mayya, 2011).
Untuk mempertahankan kesehatan yang baik kita harus mencegah banyaknya ancaman yang akan mengganggu kesehatan. Ancaman lainnya terhadap kesehatan adalah pembuangan kotoran (faces dan urina) yang tidak pada tempatnya. Buang Air Besar (BAB) di sembarangan tempat itu berbahaya, karena akan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit lewat lalat, udara dan air ( Candra, 2006 ).
 
Pembuatan jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan dengan membuat lingkungan tempat hidup sehat. Dalam pembuatan jamban sedapat mungkin harus diusahakan agar jamban tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Penduduk Indonesia yang menggunakan jamban sehat (WC) hanya 54 % (Achmad Sujudi, 2009). Bandingkan dengan negara-negara Asia lainya seperti, Singapura yang telah mencapai 100%, Thailand 96%, Filiphina 83,06%, Malaysia 74,705%, dan Myanmar yang baru mencapai 64,48%. Sedangkan menurut studi menunjukkan bahwa penggunaan jamban sehat dapat mencegah penyakit diare sebesar 28%.
Berdasarkan indikator Indonesia Sehat 2010 telah menetapkan suatu standar cakupan penggunaan jamban sehat sebesar 80%. Untuk Sulawesi Tenggara cakupan penggunaan jamban mencapai 74,08%. Untuk Kota Kendari 73,89% dan Kota Baubu sendiri baru sekitar 58,76% (Siska, 2009).
Data Kelurahan Labalawa 2011 secara umum jenis sarana sanitasi yang digunakan masyarakat adalah Jamban Keluarga (WC Pribadi). Berdasarkan hasil sensus diperoleh informasi bahwa dari seluruh jumlah Kepala Keluarga yang ada (275 KK) terdapat 138 KK yang sudah memiliki jamban pribadi sementara sisanya sekitar 75 KK belum memiliki jamban akan tetapi masih menumpang dan menggunakan jamban Umum. Meskipun begitu masih banyak pula masyarakat yang tidak memanfaatkan sarana yang ada dan memilih melakukan BAB di hutan (semak-semak), atau di belakang rumah karena luasnya lahan yang dapat dijadikan tempat untuk membuang hajat.
Rendahnya kepemilikan jamban keluarga diduga karena faktor pengetahuan, pendidikan, perilaku dan tingkat pendapatan masyarakat. Di samping itu tersedianya air untuk kebutuhan masyarakat juga dapat mempengaruhi adanya jamban di masyarakat (Notoadmodjo, 2007). Hal ini sangat mendukung kurangnya kepemilikan jamban di Kelurahan Labalawa yang kebanyakan masyarakat tidak mengenyam pendidikan yang tinggi.
Sampai saat ini, penyediaan air bersih untuk masyarakat di Indonesia masih di hadapkan pada beberapa permasalahan yang kompleks (Nusa dan Said) . Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 1987, maka pengelolahan sarana dan prasarana air bersih diserahkan Kepada Pemerintah daerah Tingkat 1 (Propinsi), sedangkan pengelolaanya dilakukan oleh perusahaan air minum (PDAM), yang berada di bawah kendali Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya. Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan yang ada di Kelurahan Labalawa. Untuk keperluan sehari-hari masyarakat memanfaatkan sumber air yang digunakan berasal dari sumur bor dan mata air yang ada.
Ketiadaan uang untuk ditabung sehubungan dengan menurunya pendapatan (karena krisis ekonomi), meningkatnya biaya kontruksi serta tidak adanya lahan untuk membangun sarana sanitasi lingkungan rumah tangga dan jauhnya sumber air umumnyaa masalah-masalah ini ditemukan pada masyarakat mislin dan berpenghasilan rendah (Candra, 2006). Tercatat mata pencaharian tertinggi di Kelurahan Labalawa adalah sebagai petani 45,45%, sebagai PNS 3,64%, dan lainya sebagi tukang batu, ojek dan perantau. Jadi ini dapat menjadi penyebab sehingga masih banyak masyarakat yang belum memiliki jamban.
Rendahnya kepemilikan jamban di Kelurahan Labalawa menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepemilikan jamban di Kelurahan Labalawa Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2012.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka  rumusan masalah dalam penelitian yaitu faktor-faktor apa yang berhubungan dengan kepemilikan jamban di Kelurahan Labalawa Kecamatan Betoambari Kota Baubau Tahun 2012.



1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1     Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan kepemilikan jamban di Kelurahan Labalawa Kecamatan Betoambari Kota Baubau tahun 2012.
1.3.2  Tujuan Khusus
1.    Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan kepemilikan jamban di Kelurahan Labalawa Kecamatan Betoambari Kota Baubau.
2.    Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepemilikan jamban di Kelurahan Labalawa Kecamatan Betoambari Kota Baubau.
3.    Untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan air dengan kepemilikan  jamban di Kelurahan Labalawa Kecamatan Betoambari Kota Baubau.
4.    Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan dengan kepemilikan jamban di Kelurahan Labalawa Kecamatan Betoambari Kota Baubau.
1.4  Manfaat Penelitian
1.    Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat khususnya bagi Dinas Kesehatan Kota Baubau dalam upaya mengurangi dan menghilangkan kebiasaan buang air besar sembarang ( BABS ) di masyarakat.
2.    Diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepemilikan dan penggunaan jamban.
3.    Bagi penulis dapat meningkatkan wawasan atau pengetahuan sekaligus menerapkan ilmu kesehatan lingkungan yang telah didapat di bangku kuliah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Pembuangan Tinja
2.1.1     Pengertian Tinja
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dalam tubuh ini berbentuk tinja (fases), air seni (urine), dan CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan ( Candra, 2006 ).
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernapasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya (Soeparman, 2002:11).
2.1.2     Jumlah dan Frekuensi Tinja
Seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram. Jadi bila penduduk Indonesia dewasa saat ini 200 juta maka setiap hari tinja yang dikeluarkan 194.000 juta gram ( 194.000) ton. Maka bila pengelolaan tinja tidak dilakukan dengan baik jelas penyakit akan mudah tersebar ( Candra , 2006).
Kedua jenis kotoran manusia sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya (Soeparman, 2002).
2.1.3 Transmisi Penyakit Melalui Tinja
Pembuangan tinja manusia yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman, 2002). Selain dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, juga dapat menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong water borne diseases akan mudah terjangkit. Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat. Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan antara lain tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal lain, serta investasi parasit lain (Chandra, 2006).

Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai macam cara dan metode. Yang harus kita yakinkan adalah, bahwa tinja sangat berperan besar terhadap penyebaran penyakit. Penyebaran tersebut dapat terjadi secara langsung (misalnya dengan mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, maupun secara tidak langsung (melalui media air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya)). Juga melalui kontaminasi pada bagian-bagian tubuh. Pola penyebaran tersebut digambarkan dalam skema berikut ini (Notoatmodjo, 2003).
Gambar 2.1 Transmisi penyakit melalui tinja
Tinja
Serangga
Tanah
Makanan dan minuman
Air
Tangan
Penjamu
sakit
 

1)     

                                                                                  

 


Sumber : (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002).
Manusia adalah reservoir dari penyakit-penyakit yang penularannya melalui tinja dan merupakan salah satu penyebab kematian dan cacat. Hal ini dapat dikendalikan dengan memperbaiki kondisi lingkungan fisik yaitu dengan jalan perkembangan tinja yang saniter. Transmisi penyakit dari orang sakit atau carier  ke manusia sehat melalui satu mata rantai tertentu seperti berikut :
a.    Agent penyakit
b.    Reservoir atau sumber infeksi dari agent penyebab
c.    Cara transmisi dari reservoir kepenjamu yang potensial
d.    Cara masuk ke penjamu baru
e.    Penjamu yang rentan
Jika salah satu dari keenam faktor tersebut tidak ada mengakibatkan penyebaran penyakit menjadi tidak mungkin. Pemutusan mata rantai penularan penyakit dari tinja dengan rintangan sanitasi dapat dilakukan melalui penanganan tinja yang memenuhi aturan kesehatan atau dengan kata lain memanfaatkan jamban keluarga, sehingga tinja tidak mengotori tanah permukaan tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air dalam tanah, dan kotoran tidak dihinggapi vektor lainnya.
2.1.4 Pengertian Jamban
Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 852/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat disebutkan bahwa jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit.
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Notoadmodjo, 2007).
2.1.5 Tujuan Penggunaan Jamban
Kepemilikan jamban keluarga juga mengandung unsur mendidik, maksudnya adalah dengan adanya jamban keluarga maka setiap anggota keluarga yang memiliki jamban tidak akan membiasakan diri membuang kotoranya disembarang tempat. Oleh karena itu, agar jamban dapat berfungsi dengan baik, maka harus dibuat jamban yang memenuhi syarat (Apriadi, 2009).
2.1.6 Jenis - Jenis Jamban
Perencanaan dan penyelenggaraan sistim pembuangan kotoran manusia yang sehat disuatu daerah, terutama didaerah pedesaan haruslah disesuaikan dengan keaddan daerah itu sendiri. Karena itu kita perlu mengetahui jenis-jenis jamban yang ada dan sesuai digunakan didaerah tersebut. Adapun jenis - jenis jamban yang dapat digunakan masyarakat antara lain :
1)  Jamban Cemplung
Jamban bentuk ini adalah paling sederhana yang dapat dianjurkan pada masyarakat. Nama ini dipakai bila orang menggunakan jamban jenis ini (membuang kotorannya ke jamban semacam ini), maka kotorannya lansung masuk jatuh kedalam tempat penampungan kotoran yang dalam bahasa jawanya Nyemplung.
Jamban cemplung ini hanya terdiri dari sebuah lubang galian di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok, sedang dari tempat jongkok ke lubang galian tidak terdapat alat apapun sebagai penyalur maupun penghalang. Jamban seperti ini sifatnya masih terbuka, sehingga dapat menimbulkan bau dan  keluar masuknya lalat atau serangga lainya. Jamban semacam ini tidak menggunakan air  penggelontor, sehingga jamban jenis ini banyak digunakan di daerah kurang air.
2)  Jamban Leher Angsa
Jamban  leher angsa merupakkan satu tipe jamban yang biasa terdiri dari lantai beton dan mempunyai mangkokan yang berbentuk leher angsa, sehingga tidak langsung terbuka seperti pada jamban cemplung. Dengan adanya air yang menutup saluran leher angsa, maka lalat maupun serangga lainya tidak dapat menjanngkau kotoran yang ada dalam lubang serta tidak menimbulkan bau.
Pembuatan jamban leher angsa pada prinsipnya adalah sama dengan jamban cemplung. Perbedaanya hanya terletak pada lantainya. Untuk jamban cemplung lantainya mempunyai lubang kakus yang terbuka, sedangkan leher angsa lantainya mempunyai lubang yang berbentuk leher angsa.
Selain itu jamban leher angsa juga membutuhkan air untuk menggelontor, karena itu jamban leher angsa dapat digunakan di daerah-daerah yang mudah mendapatkan air. Jamban leher angsa bilamana cara penggunaan baik dan memenuhi syarat kesehatan dapat dipasang dalam rumah.
Keuntungan menggunakan jamban leher angsa :
a)  Tidak menimbulkan bau yang tidak sedap kerena leher angsa selalu terisi air,
b)  Lubang tidak dapat dijangkau oleh serangga penular penyakit.
Dalam hal penggunaan jamban leher angsa kadang timbul kesulitan-kesulitan. Hal ini  biasanya terjadi pada masyarakat yang belum pernah atau belum biasa mengunakan jamban leher angsa.
3)  Jamban Empang
Adalah jamban yang dibangun diatas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan, ayam.
4)  Jamban kimia
Jamban model ini biasanya dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang dan lain-lain. Di sini tinja di isenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan pembersihnya dipakai kertas tissue (toilet paper).


5)  Jamban septik Tank
Jenis septik tenk ini merupakan jamban yang paling memenui syarat kesehatan. Oleh sebab itu cara pembungan tinja yang semacam ini sangat dianjurkan. Septik tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, dimana tinja dan air buangan masuk dan memgalami dekomposisi. Dalam tangki ini tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses yaitu proses kimiawi dan proses biologis.
2.1.7 Syarat – Syarat Jamban Sehat
Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (Depkes RI, 2004).
1)    Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10 – 15 meter dari sumber air minum.
2)    Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
3)    Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah di sekitarnya.
4)    Mudah dibersihkan dan aman penggunannya.
5)    Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna.
6)    Cukup penerangan
7)    Lantai kedap air

8)    Ventilasi cukup baik
9)    Tersedia air dan alat pembersih.
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jamban adalah sabagai berikut:
1)    Tidak mengakibatkan pencemaran pada sumber - sumber air minum, dan permukaan tanah yang ada disekitar jamban;
2)    Menghindarkan berkembangbiaknya tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah;
3)    Tidak memungkinkan berkembang biaknya lalat dan serangga lain;
4)    Menghindarkan atau mencegah timbulnya bau dan pemandangan yang tidak menyedapkan;
5)    Mengusahakan kontruksi yang sederhana, kuat dan murah;
6)    Mengusahakan sistem yang dapat digunakan dan diterima masyarakat setempat.
2.2  Tinjauan Umum Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
  Kepemilikan jamban
Kurangnya sarana pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan sangat berkaitan erat dengan faktor pengetahuan, pendidikan, ekonomi, partisipasi masyarakat, penyediaan air bersih dan faktor lahan, serta faktor prilaku (Gozali, 1999, dan Notoadmojo, 2007).

2.2.1     Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Juriadin, 2004).
Faktor pendidikan masyarakat sangat berpengaruh dalam hal pembuangan tinja masyarakat. Tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan akan memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya jamban dan manfaatnya.
Pendidikan kesehatan adalah mengubah prilaku dari yang merugikan atau  tidak sesuai dengan norma kesehatan kearah tingkah laku yang menguntungkan kesehatan atau normal yang sesuai dengan kesehatan ( Notoadmojo, 2010).
2.2.1.1 Tingkat Pendidikan
1)    Tingkat Sekolah Dasar ( SD)
2)    Tingkat sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ( SLTP )
3)    Tingkat sekolah Lanjutan Tingkat Atas ( SLTA )
4)    Tingkat Perguruan Tinggi, ( UU RI No 20 Pendidikan Nasional 2005).


2.2.2 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Ada enam tingkatan pengetahuan yaitu :
1)    Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
2)    Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuaan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3)    Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4)    Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5)    Sintesis
sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6)    Evaluasi
Evaluasi yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justi fikasi atau  penilaian terhadap statu materi atau objek (Notoadmodjo, 2003).
2.2.3 Ketersediaan Air
Air merupakan senyawa yang paling penting dalam kehidupan manusia setelah udara. Dalam kehidupan sehari-hari air dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari antara 60-120 liter dan untuk negara berkembang termasuk Indonesia setiap orang membutuhkan air antara 30-60 liter per hari. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat (Anonim, 2012).
Penyediaan air untuk masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai peran dalam menurunkan angka penderita penyakit khususnya yang berhubungan dengan air dan berperan dalam meningkatkan standar taraf/kualitas hidup masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan air oleh manusia dapat mengambil air dari dalam tanah, air permukaan, atau langsung dari air hujan. Dari ke tiga sumber air tersebut, air tanah yang paling banyak digunakan karena air tanah memiliki beberapa kelebihan di banding sumber-sumber lainnya antara lain karena kualitas airnya yang lebih baik serta pengaruh akibat pencemaran yang relatif kecil.. Kebutuhan air bagi manusia harus terpenuhi baik secara kualitas maupun kuantitasnya agar manusia mampu hidup dan menjalankan segala kegiatan dalam kehidupannya (Candra, 2006).
Di Indonesia sumur gali merupakan sarana air bersih yang banyak digunakan masyarakat, karena secara teknis sumur gali dapat dengan mudah diperoleh, selain biayanya lebih murah dibanding sarana yang lain sebagian besar materialnya pun mudah di dapatkan (Hany,dkk, 2006).

2.2.4     Pendapatan
Kemiskinan di definisikan sebagai suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan bukan semata-mata kekurangan dalam ukuran ekonomi, tapi juga melibatkan kekurangan dalam ukuran kebudayaan dan kejiwaan (Rush, 2008).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penyebab tingginya jumlah orang miskin di daerah-daerah ini karena Perekonomiannya sangat bergantung pada empat bidang utama yang seluruhnya dikuasai oleh pelaku ekonomi yang tidak berbasiskan usaha kecil dan menengah. Keempat bidang utama tersebut adalah perkebunan, pertambangan, kehutanan, dan perdagangan. Dengan penghasilan pas-pasan, cukup untuk makan saja, mereka sering dijadikan contoh kasus kemiskinan yang melandasi masyarakat terus berusaha mendapat kucurangan dana lebih dari pemerintah pusat (Slamet, 2002)
Di Negara berkembang, sebagai akibat tingkat sosial ekonomi yang rendah, sanitasi lingkungan yang belum diperhatikan masih merupakan masalah utama sehingga munculnya berbagai jenis penyakit menular tidak dapat dihindari dan pada akhirnya akan menjadi penghalang bagi tercapainya kemajuan bidang sosial dan ekonomi. Kondisi ini umumnya terjadi pada masyarakat pedesaan dan daerah kumuh perkotaan (Chandra, 2006).
Keluarga di Indonesia dikategorikan dalam lima tahap, yakni keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera III dan keluarga sejahtera III plus. Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan papan. Keluarga sejahtera I adalah keluarga yang walaupun kebutuhan dasar telah terpenuhi, namun kebutuhan sosial psikologis belum terpenuhi. Keluarga sejahtera II adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial-psikologisnya, tapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan. Keluarga sejahtera III adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial-psikologis, pengembangan tapi belum dapat memberi sumbangan secara teratur pada masyarakat sekitarnya. Keluarga sejahtera tahap III plus adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial-psikologis, pengembangan, serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan (Candra, 2006).
2.2.5  Luas Lahan
Sempitnya lahan yang kosong akibat dari kepadatan penduduk yang tinggi mengakibatkan sulitnya pembuatan jamban keluarga yang memenuhi syarat sehingga akan menimbulkan pencemaran lingkungan. kondisi tanah yang berbatu-batu atau berbukit-bukit merupakan salah satu faktor sulitnya pembangunan jamban keluarga.
2.2.6  Peran Petugas Kesehatan
Penyuluhan adalah kegiatan memberikan pendidikan nonformal kepada orang lain. Penyuluhan mempunyai 4 macam element umum yang tercakup dalam program penyuluhan modern, yaitu pengetahuan yang akan di ajarkan, adanya orang yang akan dilayani atau di berikan penyuluhan, pusat organisasi penyuluhan dan adanya penyuluh (Siska, 2009).
Penyuluhan kesehatan adalah suatu upaya memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok dan masyarakat untuk menerapkan cara-cara hidup sehat. Dimana untuk mencapai tujuan penyuluhan kesehatan sesuai yang diinginkan maka dapat direncanakan sesuai tahapan-ahapan yang meliputi, pengenalan masalah, dan menentukan  prioritas masalahnya, menentukan tujuan penyuluhan menentukan sasaran, metode, media penyuluhan yang tepat, menentukan tahapan, rencana evaluasi dan jadwal pelaksanaan penyuluhan.
Tujuan sebenarnya dari penyuluhan adalah terjadinya perubahan prilaku. Sasaranya merupakan perwujudan dari pengetahuan, sikap, keterampilan yang dapat diamati secara lansung maupun tidak langsung dengan indra manusia  dengan demikian penyuluhan dapat diartikan sebagai proses perubahan prilaku dikalangan masayarakat agar mau, tahu dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan demi tercapainya perbaikan kesehatan keluarga dan masyarakat (Notoadmodjo, 2003).
Peran petugas kesehatan sangat besar terutama dalam memberikan penyuluhan dan bimbingan teknis serta contoh-contoh yang dapat dilihat oleh masyarakat. Selain itu pemberian rangsangan, arahan kesehatan cukup dapat menggali partisipasi masyarakat sehingga usaha sanitasi lingkungan khususnya usaha perbaikan pembuangan tinja dapat berhasil (Notoadmodjo, 2003).
2.2.7  Partisipasi Masyarakat
Partisipasi dapat diartikan sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan dalam dirinya maupun dari luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan (Siska, 2009).
Program sanitasi usaha perbaika sarana pembungan tinja tidak akan berhassil apabil tidak ada partisipasi masyarakat secara aktif. Agar usaha tersebut barhasil diperlukan pengertian, dukungan dan peran serta masyarakat sehingga dapat terwujudnya swadaya masyarakat untuk memanfaatkan dan mengambangkan hasil-hasil usaha perbaikan sarana pembuangan tinja

1 Response to "SKRIPSI FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN JAMBAN DI KELURAHAN LABALAWA"

* Terima kasih telah berkunjung di blog Saya.
* Comentar yang sopan.
* Kami hargai komentar dan kunjungan anda
* Tunggu Kami di Blog Anda
* No Link Aktif
Salam Kenal Dari Saya